“The social and Psychological Characteristics of Terrorism and Terrorist”


Terorisme masih menjadi ancaman yang paling serius bagi kemanusiaan dan kelangsungan peradaban. Atas dasar hal tersebut, isu ini menjadikan perhatian serius dalam upaya melawan terorisme agar tidak terulang kembali. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan tepat apabila telah ada pemahaman mengenai akar terorisme sehingga dapat dirumuskan berbagai pendekatan yang mengarah pada upaya-upaya kontraterorisme. Rangkaian aksi terorisme yang terjadi di berbagai belahan dunia, menegaskan bahwa terdapat berbagai macam motif yang melatarbelakangi kelompok dan atau golongan dalam menjalankan aksi terorisme.
John Horgan melalui artikelnya “The social and Psychological Characteristics of Terrorism and Terrorist” mencoba mendefinisikan karakteristik gerakan terorisme, pelaku dan mereka yang terkena dampaknya melalui perspektif psikologis. Horgan mengakui bahwa strategi terorisme penuh dengan paradoks. Teroris berusaha menarik perhatian melalui propagasi perbuatan yang mengerikan, sementara secara bersamaan membentuk penghalang diantara mereka sebagai akibat dari apa yang mereka telah lakukan.[1] Paradoks yang sama juga terjadi pada mereka yang menanggulangi terorisme. Isu yang dibangun tidak lagi bagaimana kita memerangi terorisme, namun mengapa kita tidak melakukannya dengan cara yang menurut kita tepat? Horgan berpandangan bahwa analisis mengenai terorisme memiliki kecenderungan untuk mencampur fakta dan fiksi dalam berbagai kuantitas. Sebagian terjadi karena frustrasi dan perluasan bentuk perlawanan politik yang merupakan akar penyebab terorisme. Gerakan terorisme selalu dikaitkan dengan arogansi, kebiadaban, korban cedera dan meninggal, namun realitas lain yang terjadi adalah gerakan politik yang menggunakan terorisme mahir memanipulasi peristiwa bahkan media, demi keuntungan dan sarana mencapai tujuan mereka. Selain itu, sejak 1990, sebagai kelanjutan perkembangan terorisme agama, kejahatan terorisme selalu berhubungan dengan eksploitasi ideologi yang pada kenyataannya menimbulkan hambatan dalam penanggulangannya. Organisasi terorisme yang mengarah pada kekerasan politik biasanya adalah bagian yang jauh lebih kompleks dari sekumpulan aktivitas yang berkaitan dengan pencapaian tujuan sosial atau politik, elemen paling kecil dari organisasi yang mahir secara teknis dan memiliki tujuan politik lebih besar semisal Jamaah Islamiah, Hamas, maupun Al-Qaeda. Karena sifat dan luasnya gerakan terorisme yang telah mengalami evolusi radikal sejak 1990. Terorisme internasional saat ini bergerak melewati batas-batas negara dan fleksible. Horgan menawarkan beberapa faktor yang coba digali lebih dalam dari keterkaitan sosial dan psikologis dari terorisme dan pelakunya. Horgan yakin gerakan terorisme lahir bukan sebagai gerakan sosial, namun sebagai proses yang rentan terhadap benturan psikologis. Sementara tantangan lain yang sedang berlangsung adalah memahami bagaimana masalah sosial yang lebih luas berkaitan dengan yang lebih kecil. Horgan juga mengkritisi kebijakan “War Againts Terrorism” yang diluncurkan oleh Presiden Bush. Upaya melihat terorisme sebagai suatu proses dapat membantu mengembangkan pemahaman mengenai pendekatan psikologi terorisme. Melalui perspektif proses dapat dilihat dari segi sosial dan psikologis mengenai bagaimana perbedaan profil, latar belakang individu dan rute terorisme yang menjadi fokus dalam upaya melawan terorisme. Pada intinya terorisme akan tetap ada sepanjang peadaban manusia dan hidup di dalam masyarakat, dan merupakan representasi dari masyarakat tertentu, hal ini menjadikan perlunya menyoroti kebutuhan analisis terhadap faktor-faktor sosial yang membuat terorisme tetap muncul. Konsekuensi lain dalam mengidentifikasi relevansi psikologis terhadap perkembangan terorisme adalah kesadaran bahwa terorisme, sebagai perilaku yang menyimpang dapat berakar pada perilaku yang normal. Menurut Horgan hal ini terjadi karena keterbatasan pemahaman ideologis dan control perilaku teroris itu sendiri.
Sementara Randy Borum, dalam bukunya “Psychology of Terrorism” berpendapat bahwa terorisme sebagai bagian dari upaya berkelanjutan untuk lebih memahami penyebab, motivasi dan penentu perilaku teroris berdasarkan kajian komprehensif dari berbagai literature ilmiah dan professional. Tulisan Borum sebagian besar disandarkan pada teori psikoanalitik, hal yang sama dilakukan oleh Horgan. Menurutnya orang menjadi pelaku dengan cara yang berbeda, dalam peran yang berbeda dan alasan yang berbeda. Berbeda dengan Horgan bahwa terorismer dapat dipicu oleh rasa frustasi, kekecewaaan maupun keterbatasan pemahaman, Borum melihat bahwa persepsi ketidakadilan, kebutuhan akan identitas dan pengakuan dari publik adalah titik rawan bagi seseorang namun hal ini tidak serta merta menonjol dalam menjelaskan perilaku terorisme, tidak pula penyakit mental, karena bahkan mereka bukan “psikopat”. Tidak semua ideologi ekstrim mempromosikan kekerasan, sehingga orang bertanya kekerasan lebih didorong penyebab lain atau kehancuran dari orang-orang yang menentangnya. Kelompok teroris, seperti kolektif sosial pada umumnya, rentan terhadap faktor internal (ketidakpercayaan dan persaingan) dan eksternal (konflik antar kelompok) atas keberadaan mereka. Dalam hal mencari akar psikologis terorisme Borum lebih rinci dalam mengidentifikasikan berbagai pemicu, lebih baik dari Horgan yang hanya melihat dari segi proses pembentukannya karena hal ini memakan waktu yang lama dengan pemahaman mendalam.
Lain halnya dengan Smelser dalam bukunya  “The Faces of Terrorism: Social and Psicological Dimension”. Buku ini merupakan hasil pengujian interdisipliner yang mencoba menjawab pertanyaan Apa yang menimbulkan terorisme, pendukung dan bagaimana mereka berpikir, dan bagaimana - dan mengapa penanggulangan yang telah dilakukan tidak bekerja?, sejalan dengan mekanisme kerja Horgan.
Neil Smelser mulai dengan mengatasi masalah mendasar dari mendefinisikan apa sebenarnya terorisme. Smelser mengusulkan satu definisi diantara berbagai definisi terorisme yang tercipta, sekumpulan orang yang memperhitungkan kompleksitas, bermuatan politis, tidak konvensional dan dekat dengan kekerasan. Smelser mengeksplorasi akar penyebab dan kondisi terorisme, dan menguji ideologi yang menginspirasi dan menjadi kekuatan serta tersebar ke seluruh dunia. Smelser melihat lebih dekat pada pelaku terorisme itu sendiri, bagaimana perekrutan mereka, motivasi mereka, pembentukan kelompok mereka, maksud mereka diantara warga lainnya, dan penggunaan media dalam mengejar agenda mereka. Ia mempelajari sasaran masyarakat juga, mengungkap rumitnya dampak sosial dan \psikologis karena harus menghadapi ancaman yang selalu dating dari serangan teroris sekaligus merespons ketika hal tersebut terjadi. Dia menjelaskan apa artinya hidup di bawah ancaman terorisme, dan tantangan pose  kebijakan dalam dan luar negeri. Sejauh ini, Smelser menarik temuan terbaru dalam sosiologi, ilmu politik, antropologi, ekonomi, psikologi, psikiatri, dan sejarah. Obyek dan tujuan yang dikehendaki Smelser adalah entitas masyarakat secara luas, tidak seperti Horgan dan Borum.
Menurut reviewer, The Faces Terorisme lebih menggambarkan luasnya cakupan yang diperlukan untuk memahami terorisme dan akhirnya menghapuskan ancaman global yang paling mendesak. Neil J. Smelser juga membahas faktor yang berkontribusi terhadap penurunan kelompok teroris, ketergantungan oleh kelompok-kelompok teroris pada publisitas konstan, langkah-langkah yang efektif dalam melawan terorisme dan dampak terorisme di masyarakat madani. Smelser menunjukkan hubungan kompleksitas social dan psikologis sebagai akar terorisme dan sifat sederhana dari pandangan para pemimpin kita. Pada intinya dari argumennya adalah pendapat bahwa kaum minoritas melihat menimbulkan ideologi yang melihat kekerasan sebagai satu-satunya alat menyampaikan keluhan.
Setelah 9/11 Smelser mengambil pandangan bahwa ilmuwan sosial harus menawarkan pendekatan segar yang menghindari perdebatan politikus partisan. Beberapa sentuhan yang bagus adalah dia menggunakan pengalaman pribadi untuk menerangkani\ isu-isu kunci dan identifikasi tentang sejumlah 'entrapments,' hal unik yang tidak dapat ditemukan dalam bacaan Horgan maupun Borum.
Dunia pasca terorisme, utamanya sejak tragedy 9/11, telah menguatkan betapa perlunya memperkuat pemahaman mengenai fenomena social dan psikologis. Bahwa apa yang menurut sebagian besar masyarakat dipandang sebagai akar penyebab perilaku terorisme, mulai dari ketidakadilan, kekecewaan bahkan penyakit social pun belum tentu menimbulkan semangat perlawanan menggunakan kekerasan atau terorisme, pun hal ini juga tidak dapat begitu saja digeneralisasikan kepada kelompok terror lainnya. Memahami akar terorisme merupakan hal yang misterius, menyangkut kompleksiotas dan paradoks di dalamnya. Setiap kelompok teroris memiliki sifat yang unik dan harus diteliti dalam konteks budaya serta sejarah nasionalnya sendiri. Akan sangat tidak bijaksana untuk menganggap karakteristik yang sama terhadap semua kelompok teroris. Namun dapat digarisbawahi, . Teror atas nama apapun biasanya menghendaki adanya perubahan terhadap kondisi yang ada. Ada dua target yang berbeda, yakni target kekerasan dan target pengaruh terhadap masyarakat luas. Tetapi tetap pada kerangka untuk mencapai tujuan-tujuan politik, meski terkadang juga untuk mencapai tujuan agama. Perbedaan cara pandang terhadap masalah untuk menyelesaikannya, bisa jadi merupakan alasan kuat para teroris untuk melakukan perubahan. Bahwa caranyalah dianggap sebagai satu-satunya cara yang benar. Memahami lebih jauh terhadap terorisme merupakan sebuah kebutuhan yang penting. Kesalahan anggapan terhadapnya berimplikasi terhadap orang banyak. Terjadinya proses penuduhan salah satu pihak tak lain karena kurangnya pemahaman terhadap terorisme itu sendiri. bahkan kalau perlu terhadap masyarakat itu sendiri. Ketiga literatur tersebut mencoba menguak secara mendalam melalui penelitian tentang aspek psikologi, ideologi, teologi dan sikap mental terorisme.
Daftar pustaka
·         Horgan, John. “The Social and Psychological Characteristics of Terrorism and Terrorists,” in Root Causes of Terrorism: Myths, Realities and Ways Forward, edited by Tore Bjorgo. London: Routledge, 2005 pg.44
·         Borum, R. 2004. Psychology of terrorism. Tampa: University of South Florida. 2005
·         Smelser, N.J “The Faces of Terrorism: Social and Psicological Dimension”. Princeton University Press. 2008


[1] Horgan, John. “The Social and Psychological Characteristics of Terrorism and Terrorists,” in Root Causes of Terrorism: Myths, Realities and Ways Forward, edited by Tore Bjorgo. London: Routledge, 2005 pg.44

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process