Transnasional: -isme dan -crime

Istilah transnasionalisme pertama kali muncul di awal abad ke 20 untuk menggambarkan cara pemahaman baru tentang hubungan antar kebudayaan. Ia adalah sebuah gerakan sosial yang tumbuh karena meningkatnya interkonektifitas antar manusia di seluruh permukaan bumi dan semakin memudarnya batas-batas negara. Perkembangan telekomunikasi, khususnya internet, migrasi penduduk dan terutama globalisasi menjadi pendorong perkembangan transnasionalisme ini.
Menurut Thomas L. Friedman, globalisasi yang menjadi pendorong utama gerakan transnasionalisme adalah sebuah sistem dunia abad 21 yang menitikberatkan kepada integrasi dunia yang tidak mengenal sekat sama sekali. Selain penerapan konsep pasar bebas, runtuhnya tembok Berlin dan munculnya internet merupakan tonggak penting bagi babak baru yang dinamakan globalisasi. Menurut Friedman, globalisasi memiliki tiga landasan keseimbangan: (1) keseimbangan tradisional yang menandai hubungan antar bangsa (nation state); (2) keseimbangan antara suatu bangsa/negara dengan pasar ekonomi dunia (global market); dan (3) keseimbangan antara individu dan negara (individual and the nation state).
Apabila landasan pertama menitikberatkan kepada peran negara, landasan kedua lebih menonjolkan peran pasar di dalam menentukan kejadian-kejadian yang ada di dunia. Super power dan supermarket mendominasi kedua landasan ini. Sementara itu, keseimbangan ketiga muncul ketika batas negara telah runtuh dan dunia telah dihubungkan satu dengan lainnya dengan sebuah jaringan yang sangat luas. Hal ini memungkinkan bagi perorangan/individu untuk tampil di panggung dunia tanpa perantara negara dan mampu mempengaruhi pasar maupun keberadaan sebuah negara. Pada tingkatan inilah muncul apa yang dinamakan dengan super-empowered individuals yang mana individu-individu ini dapat berbuat apa saja di panggung dunia, baik ataupun buruk, yang dapat merepotkan dunia.
Dengan memanfaatkan kemudahan-kemudahan akses telekomukasi, transportasi dan teknologi, super-empowered individuals mampu menjalankan aksi-aksinya dengan mudah dan efek yang ditimbulkan akan dapat diketahui dan dirasakan oleh seluruh penduduk dunia dalam waktu yang sangat singkat. Globalisasi telah membuka kesempatan bagi individu-individu yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan transnasional dan fenomena ini tidak bisa lagi dihindarkan, termasuk oleh Indonesia.

Bentuk-Bentuk Kejahatan Transnasional

Kejahatan transnasional adalah kejahatan yang tidak hanya sifatnya lintas batas Negara, tetapi termasuk juga kejahatan yang dilakukan di suatu Negara, tetapi berakibat fatal bagi Negara lain. Contoh kejahatan transnasional ini adalah human trafficking, penyelundupan orang, narkotika, atau teroris internasional. Saat ini, beberapa Negara mengkategorikan kejahatan telematika sebagai kejahatan transnasional, karena tindakannya bisa dilakukan di Negara B, oleh warga Negara A, tetapi korbannya ada di Negara C.

Tahun 2001, nama Osamah bin Laden mengisi halaman muka setiap surat kabar di seluruh penjuru dunia. Tuduhan sebagai dalang penghancuran World Trade Center di New York pada tanggal 11 September 2001 mencuatkan namanya sebagai teroris nomor satu. Akhir bulan Maret 2008, Geert Wilders, seorang anggota parlemen negeri Belanda, menuai kecaman dari umat Islam di dunia karena ulahnya mempublikasikan film dokumenter berisi penghinaan terhadap Islam melalui internet. Pada saat yang sama, tiga orang warga negara Malaysia ditangkap petugas bea dan cukai Bandara Soekarno-Hatta karena berusaha menyelundupkan obat psikotropika jenis sabu sebanyak 9,3 kg ke Indonesia. Kejadian-kejadian tersebut merupakan dampak dari globalisasi dan kemudahan pergerakan manusia antar negara atau biasa dikenal dengan istilah pergerakan transnasional.

Mengatasi Kejahatan Transnasional

Sisi positif dari globalisasi adalah bahwa ia mendorong tumbuhnya masyarakat sipil yang menyadari perannya dalam proses demokratisasi, seperti yang saat ini terjadi di Indonesia. Keterbukaan yang manjadi ciri globalisasi juga telah membuka peluang untuk mempermudah transfer teknologi sehingga bisa membantu percepatan proses pembangunan dan penyiapan sistem keamanan nasional di suatu negara untuk menghadapi kejahatan transnasional.
Sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, ancaman kejahatan transnasional bukanlah omong kosong belaka bagi Indonesia. Selain penyelundupan obat-obat terlarang dari luar ke dalam, terorisme, pembalakan liar dan tranportasi manusia (human trafficking) merupakan ancaman yang sangat nyata bagi Indonesia. Kerjasama internasional sangat diperlukan untuk menghentikan ancaman kejatahan ini.
Oleh karena itu pengadopsian Konvensi PBB melawan Kejahatan Transnasional yang Terorganisasi (United Nations Convention against Transnational Organized Crime) sangat penting bagi penyiapan sistem keamanan nasional yang komprehensif di Indonesia. Melalui konvensi ini, akan bisa dibentuk sebuah sistem keamanan nasional yang melibatkan kerjasama dengan berbagai pihak, dalam maupun luar negeri, sehingga memungkinkan untuk saling membantu dan bertukar strategi dalam mengahadapi kejahatan transnasional. Sehingga peluang untuk membendung dan memerangi kejahatan transnasional akan semakin besar.
Selain itu, pemerintah Indonesia juga harus lebih jeli dan sensitif untuk mencari akar dari tindakan kriminal ini. Menurut hemat saya, kejahatan-kejahatan transnasional yang selama ini terjadi – terorisme, pembalakan liar, penyelundupan obat terlarang ataupun human trafficking – adalah akibat dari kesenjangan ekonomi-sosial yang ada di dalam masyarakat. Saya percaya apabila pemerintah mampu menyediakan fasilitas-fasilitas yang bisa digunakan untuk mengkaryakan rakyatnya dan menyediakan lapangan kerja yang cukup bagi angkatan kerja yang sekarang ini banyak menganggur kejahatan transnasional seperti tersebut diatas akan dengan sendirinya bisa diminimalkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process