PENANGANAN DAN PENANGGULANGAN TERORISME DI INDONESIA DAN STRATEGINYA DI MASA MENDATANG

A.   Latar Belakang
Terorisme merupakan senjata para anarkis di awal abad ke-20 dan ditandai oleh peristiwa yang menyebabkan meletusnya perang Dunia Pertama yaitu pembunuhan Pangeran Ferdinand. Terorisme mendapatkan tempat berpijak yang baru di panggung dunia sebagai konsekuensi dari Perang Dingin, terpecahnya berbagai kekuasaan kolonial, dan penyebaran mass media. Terorisme dijadikan taktik untuk menarik perhatian, memenangkan perubahan, dan menentang wewenang pemerintahan yang sedang berkuasa.
Menanjaknya terorisme sebagaimana kita mengenalnya pada saat ini dimulai dengan adanya serangan terhadap atlit-atlit Israel di Olympiade Munich pada tahun 1972. Dalam sepuluh tahun terakhir dinamika yang mendorong terorisme telah berubah secara signifikan. Jatuhnya Uni Soviet telah diikuti oleh menghilangnya berbagai kelompok-kelompok teroris yang terkenal, seperti Angkatan Perang Merah (Red Army Faction), Brigade Merah (the Red Brigade), dan angkatan perang Jepang Merah (Japanes Red Army). Negara-negara yang sebelumnya tidak ragu untuk mendukung kelompok-kelompok yang terlibat dalam terorisme telah berkurang dan dalam beberapa hal telah mengakhiri dukungannya. Contoh yang paling mutakhir adalah keputusan Pemerintah Syria untuk mengusir seorang teroris terkemuka, yaitu Abdullah Ocalan yang memimpin partai Pekerja Kurdi (Kurdish Workers Party) dari basis front berbagai pangkalan di lembah Bekaa (Bekaa Valley). Walaupun demikian kemunculan sekte-sekte agama radikal semacam Aum Shinrykio di Jepang telah menimbulkan kekhawatiran yang baru.
Sejak peristiwa Bom Bali bulan Oktober 2002, dan sejak penanganan kasus ini telah selesai dilaksanakan dan terjadi peristiwa kedua, Bom Marriot, maka Indonesia dan Asia pada umumnya masuk di dalam salah satu target operasi Al Qaedah. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa Indonesia memerlukan sungguh-sungguh suatu perangkat perundang-undangan yang khusus dibentuk untuk keperluan menangani kasus-kasus tindak pidana terorisme sehingga jika ada pendapat dari golongan manapun dan pakar hukum dan politik di Indonesia yang pesimis terhadap undang-undang penanganan terorisme jelas dapat menghalangi upaya pemberantasan terorisme itu sendiri.
Berkaitan dengan teror bom Bali, hampir semua negara memberikan perhatian dan dukungan konkrit terhadap upaya Indonesia dalam pengungkapan kasus bom Bali, terutama dalam proses investigasi untuk menangkap para pelaku teror dan mengajukan mereka ke sidang pengadilan. Melalui Undang-undang nomor 15 tahun 2002 , kasus-kasus peledakan bom Bali dan Marriot serta jaringan kegiatan terorisme di Indonesia dapat diungkapkan secara menyeluruh dan kini masyarakat dan bangsa ini merasa terlindungi. Dengan tertangkapnya para teroris tersebut maka telah terungkap fakta yang jelas dimana teroris lokal telah mempunyai hubungan erat dengan jaringan teroris global. Timbul kesadaran dan keyakinan kita bahwa perang melawan terorisme mengharuskan kita untuk melakukan sinergi upaya secara komprehensif dengan pendekatan lintas sektoral dan lintas negara.
Akan tetapi kenyataannya gerakan kelompok radikal masih terus berlangsung. Propaganda untuk melakukan teror dan aksi-aksi kekerasan masih terus berlangsung. Rekruitment baru masih dilakukan dan rencana-rencana aksi masih tetap ada. Juga kita pahami bersama bahwa gerakan yang berlatarbelakang ideologi tidak akan berhenti dengan tertangkapnya para pelaku. Selama ideologi radikal tidak bisa dinetralisir mereka akan terus melakukan aksinya. Untuk itu perlu ditetapkan suatu strategi nasional dalam rangka perang melawan terorisme.
Menurut Richardson, sebuah tujuan strategi kontra-terorisme yang efektif tidak hanya terbatas pada pemberantasan teroris, namun juga pencegahan tindak terorisme (Richardson, 2006). Dalam UU tentang pemberantasan tindak terorisme, nuansa pemberantasan masih terasa sangat kuat dikarenakan UU tersebut disahkan pasca peristiwa bom Bali tahun 2003 sehingga secara strategis hanya difokuskan pada eliminasi kelompok-kelompok teroris bukan pada efek berantai peristiwa tersebut.
Sejak serangan teroris di World Trade Center dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001 dan pemboman di Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, organisasi teroris seperti Al Qaeda dan kelompok-kelompok yang terkait dengannya seperti Jamaah Islamiyah (JI) telah menjadi target prioritas dalam perang melawan terorisme. Pengeboman teroris di Bali pada 12 Oktober 2002 yang menyebabkan kematian 202 orang tak bersalah dan melukai 300 mengubah pikiran dari Pemerintah tentang keberadaan terorisme di Indonesia meskipun sebelum Bali, pemerintah sudah menghadapi sekitar 190 bom teroris.
Sukses Indonesia dalam mengungkap sejumlah tindakan teroris tidak berarti bahwa terorisme telah benar-benar diberantas. Apa yang dibutuhkan juga adalah untuk mengungkap dan memperbaiki akar penyebab terorisme. Oleh karena itu, kebijakan untuk memerangi terorisme tidak seharusnya hanya menekankan aspek fisik atau operasional melalui pendekatan keamanan.
B.   Potensi Ancaman Kedepan
Indikasi yang signifikan bahwa, kedepan akan ada variasi serangan teroris lebih besar dari masa depan. Selain itu, pemilihan target yang akan diserang telah diperluas dan tidak lagi terbatas pada Barat, khususnya yang terkait dengan AS, tetapi dapat jadi termasuk orang dalam negeri seperti aparat penegak hukum terutama jaksa dan hakim. Dalam hal ini, perang melawan terorisme harus didekati secara komprehensif yang akan mencakup beberapa aspek seperti: pencegahan, penyidikan, proses peradilan; perumusan dan penyusunan undang-undang anti-terorisme; serta upaya untuk memperbaiki akar penyebab terorisme.
C.   Root Causes of Terrorism
Ada dua dimensi yang perlu diperhatikan jika kita ingin secara komprehensif mengatasi ancaman ini. Salah satunya adalah dimensi internasional. Para teroris melihat posisi Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dalam konflik Timur Tengah antara Palestina dan Israel sebagai salah satu sisi mendukung Israel. Ini lebih diperburuk oleh perang di Afghanistan dan Irak. Barat dan Amerika Serikat akan terus menjadi target oleh radikal kecuali ada perubahan dalam kebijakan Timur Tengah. Pengalaman Indonesia menunjukkan bahwa walaupun pelaku bom Bali ditangkap ada kekejaman lebih lanjut seperti di JW Marriott Hotel di Jakarta dan tempat-tempat lain. Dalam proses penyelidikan itu mengetahui bahwa salah satu motivasi para teroris itu untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang mereka dianggap sedang dilakukan oleh Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
Dimensi lainnya adalah internal. Salah satu faktor signifikan yang mengarah ke terorisme adalah salah tafsir harfiah dan ekstrim dari ajaran Islam. Ideologi teroris dan pikiran-mengatur tampilan tindakan mereka dibenarkan tidak peduli apa yang akan risiko yang mereka hadapi dalam menentang apa yang mereka pandang sebagai tidak adil. Kegiatan tersebut tidak dibatasi oleh batas-batas internasional.
Setelah dijatuhi hukuman, Muklas, salah satu dari mereka yang bertanggung jawab atas pengeboman Bali, tidak menyatakan penyesalan dan bahkan mengatakan bahwa dia tidak menyesali tindakannya. Perang melawan terorisme harus dilihat sebagai sebuah perang gagasan yang bertujuan untuk memenangkan hati dan pikiran mereka yang akan bersimpati atau mendukung ide-ide dari para teroris. Hal ini akan dilakukan bersamaan dengan berfokus pada faktor-faktor korelatif seperti kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya. Dengan demikian, anti-terorisme harus didekati secara komprehensif.
D.   Hak Asasi Manusia
Ketika Indonesia pertama kali memperkenalkan Hukum Anti-Terorisme, ada banyak perlawanan bahkan sampai hari ini. Ini adalah hasil dari kecurigaan yang dibawa dari pengalaman masa lalu. Di masa lalu, Pemerintah menggunakan UU Anti-Subversion dalam menghadapi tindakan teroris dan tindakan yang diambil lebih dari perusahaan. Di bawah Hukum Anti-Subversi aparat keamanan bisa menangkap dan menahan orang yang dicurigai sebagai ancaman terhadap keamanan nasional selama satu tahun tanpa proses pengadilan.
Hari ini, strategi dasar Pemerintah adalah untuk menekankan supremasi hukum. Lebih dari 100 teroris telah ditangkap, dan mereka telah diperlakukan dengan baik sesuai dengan hukum yang berlaku. mereka proses penahanan sampai sidang mereka telah dilakukan secara transparan dan setiap saat mereka diizinkan untuk didampingi oleh pengacara mereka. Dalam hal ini, Komite Internasional Palang Merah memiliki akses ke para teroris dan telah mengunjungi mereka beberapa kali.
Dalam menegakkan hukum, Pemerintah Indonesia menganut prinsip bahwa semua tindakan yang diambil terhadap teroris harus didasarkan pada bukti yang akurat dan dapat diandalkan. HAM tidak menjadi "collateral damage" dari perang terhadap terorisme - khususnya praduga tak bersalah, kebebasan dari penahanan sewenang-wenang, proses jatuh tempo. Bangunan perlindungan hak asasi manusia ke dalam strategi kontra-teroris sangat penting. Kita harus ingat bahwa mereka yang akan mengorbankan kebebasan mereka untuk mendapatkan keamanan akan kehilangan baik keamanan dan kebebasan.
Lemahnya strategi kontra-terorisme pemerintah juga disebabkan oleh masih adanya perdebatan mengenai fungsi dan peran dari para aktor negara dalam kerangka sistem keamanan nasional. Padahal, menurut Richardson (2006), mengkoordinasikan birokasi agar dapat bekerja secara efektif adalah inti dari sebuah strategi kontra-terorisme yang efektif.  Oleh karena itu, sebelum merancang strategi kontra-terorisme maka perlu adanya terlebih dahulu kejelasan mengenai strategi keamanan nasional yang mengatur fungsi, peran serta koordinasi dari para aktor keamanan negara seperti TNI, Polri dan BIN.
Permasalahan mengenai kebutuhan akan konsep keamanan nasional Indonesia yang komprehensif sudah digaungkan sedari dulu. Namun hal tersebut tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Bermula dari meningkatnya angka bentrokan antara oknum aparat TNI-Polri pasca pemisahan kedua institusi tersebut, keberadaan sebuah kebutuhan RUU Keamanan Nasional kemudian menjadi esensial untuk mengatur wilayah operasional keduanya. Sayangnya, pembahasan RUU tersebut masih tertunda di DPR karena masih belum adanya kesepahaman antara aktor keamanan negara terutama Polri mengenai signifikansi RUU tersebut.
Tidak jelasnya sistem keamanan nasional kemudian mempengaruhi permasalahan seputar penanganan ancaman terhadap keamanan nasional seperti terorisme yang kemudian menjadi bersifat multi-interpretatif. Hal ini bisa dilihat dari mencuatnya isu pelibatan TNI yang masih hangat diperbincangkan di media akhir-akhir ini. Dalam isu tersebut, petinggi TNI secara terbuka menyatakan bahwa keterlibatan TNI dalam operasi pemberantasan terorisme sudah tidak perlu diragukan secara legal karena hal tersebut sudah diatur dalam UU TNI (Lihat Pasal 7, UU TNI no. 34 Tahun 2004).
Meskipun keterlibatan TNI dalam mengatasi terorisme telah diamanatkan oleh UU TNI, namun hal ini juga memerlukan aturan legal-operasional agar tidak terjadi overlapping dalam penanganan terorisme. Persoalan perlu atau tidaknya TNI dalam menangani terorisme haruslah dipertimbangkan secara matang dan hati-hati, apalagi mengingat usulan pelibatan TNI tersebut muncul beriringan dengan adanya anggapan bahwa TNI lebih mampu mengatasi terorisme dibanding Polri (Kompas, 27 Agustus 2009). Tentunya dalam melihat permasalahan ini pemerintah harus merefleksikan kembali signifikansi dari sebuah UU Keamanan Nasional yang mengatur pembagian fungsi dan peran aktor keamanan negara agar tidak terjadi perdebatan seputar penanganan ancaman keamanan nasional seperti terorisme di masa mendatang.
E.   Kebijakan kontra-terorisme di berbagai negara
Pemerintah Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang serta sejumlah negara lain menganggap semua terorisme sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasionalnya seperti halnya dengan tindakan  kriminal. Amerika Serikat dan Australia misalnya bertekad untuk menggunakan semua daya guna mencegah, menghambat, mengalahkan, serta membalas semua serangan teroris, baik di dalam negeri, dan di perairan internasional maupun di negara asing.
Teroris internasional ataupun teroris domestik yang berkolaborasi dengan terorisme internasional, dianggap sebagai ancaman serius serta sangat membahayakan ketertiban dan keamanan bangsa-bangsa dunia. Oleh karena itu, masalah terorisme dijadikan sebagai agenda tetap dalam hubungan internasional baik bersifat bilateral maupun multilateral. Pemberantasan terorisme mutlak memerlukan kerjasama internasional dan tidak satupun negara di dunia yang dapat bebas dan terhindar dari ancaman terorisme.
F.    Kebijakan Penanganan Terorisme Nasional
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembukaan mengamanatkan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.  Dengan demikian, negara berkewajiban untuk melindungi setiap warga negaranya dari setiap ancaman kejahatan baik bersifat nasional, trans-nasional apalagi bersifat internasional. Perang melawan teror merupakan kebutuhan mendesak untuk melindungi WNI sesuai tujuan nasional yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945. Terorisme bukanlah kejahatan biasa melainkan merupakan kejahatan luar biasa bahkan dapat digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga harus diberantas. Terorisme mempunyai jaringan yang luas dan ancaman terhadap perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional, sehingga dalam penanganannya memerlukan kerja sama internasional.
Pemberantasan terorisme adalah bagian dari pelaksanaan komitmen resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) yang mengutuk dan menyerukan seluruh negara anggota PBB untuk mencegah dan memberantas terorisme. Walaupun kebijakan nasional dalam perang melawan terorisme harus sejalan dengan kebijakan internasional, namun dalam penerapannya di Indonesia sudah tentu perlu ada penyesuaian berdasarkan kondisi obyektif. Indonesia dalam hal ini telah memberlakukan Undang-undang Nomor 15/2003 tentang Pemberlakukan Perpu Nomor 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pemberlakuan Perpu Nomor 2/2002 tentang Pemberlakuan Perpu Nomor 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002. Untuk menjamin adanya sinergi upaya secara komprehensif dalam pemberantasan terorisme, Pemerintah RI telah mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2002 yang memberikan tugas kepada Menko Polkam untuk  merumuskan strategi pemberantasan terorisme dan memberi kewenangan untuk mengkoordinasikan semua langkah-langkah operasional dalam rangka pemberantasan terorisme dan Inpres Nomor 5 Tahun 2002 yang memberi otoritas kepada BIN untuk mengkoordinasikan kegiatan intelijen. Berdasarkan hal tersebut, kebijakan dan langkah Pemerintah Indonesia untuk menyusun undang-undang tentang pemberantasan terorisme bukan karena tekanan negara-negara maju.
Upaya pemberantasan terorisme bukan hanya tugas pemerintah tetapi juga menjadi tugas seluruh lapisan masyarakat sehingga semua harus berpartisipasi secara aktif dan terkoordinasi. Upaya pemberantasan terorisme harus tegas dan pasti dengan pilihan cara yang setepat-tepatnya, sehingga efektif dan efisien serta tidak memunculkan permasalahan dan krisis baru. Pemerintah juga telah menetapkan suatu kerangka dasar yang menjadi acuan dalam merumuskan kebijakan dan langkah-langkah operasional pemberantasan terorisme. Kerangka dasar tersebut adalah :
1)    Supremasi Hukum;
2)    Independensi;
3)    Indiskriminasi;
4)    Koordinasi;
5)    Demokrasi;
6)    Partisipasi;
G.   Usulan Kontra-terorisme Indonesia
Setelah serangan teroris yang dilakukan secara simultan yang dilakukan di Hotel J.W. Marriott dan Ritz Carlton pada Juli 2009 telah terungkap bahwa target para teroris selain Barat adalah target domestik. Sebagai contoh kelompok Jati Asih yang termasuk jaringan kelompok teroris yang menyerang Hotel J.W. Marriott dan Ritz Carlton yang terungkap menyusul pengungkapan jaringan teroris atas peledakan kedua hotel tersebut ternyata telah mempersiapkan serangan terhadap Presiden RI. Hal ini perlu diantisipasi dengan meningkatkan upaya pemberantasan terorisme melalui penegakan hukum yang lebih efektif.
Beberapa hal yang perlu ditingkatkan adalah ketentuan-ketentuan hukum yang selama ini dirasakan kurang efektif antara lain sebagai berikut:
1.  Kelemahan Peran Intelijen :
Dalam Undang-Undang Nomor 15/2003 Ps. 26 dinyatakan intelejen hanya dapat dijadikan sebagai alat bukti permulaan setelah melalui hearing. Selama ini intelijen kurang berperan dalam pengungkapan jaringan terorisme. Sementara penyidik hanya terfokus menangani para pelaku lapangan dan belum menjangkau sampai pada tokoh-tokoh ideologis, master mind dan tokoh-tokoh yang menganjurkan serta mempengaruhi terjadinya aksi terorisme tersebut. Dengan demikian respon kita hanya bersifat reaktif dan inisiatif ditangan teroris. Usulan yang dapat diberikan adalah Intelijen dapat dijadikan sebagai alat bukti setelah dilakukan hearing dan setelah melalui analisis intelijen oleh Tim Intelijen Terpadu; Bahan-bahan keterangan intelijen dapat diperoleh dari jaringan intelijen yang ada pada lembaga-lembaga intelijen, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah; Untuk melakukan pendalaman dalam pengungkapan jaringan terorisme, intelijen dapat melakukan pemeriksanaan terhadap para teroris dalam masa penangkapan oleh penyidik, masa penahanan oleh penyidik atau dalam masa menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan.
2.  Masa Penangkapan dan Masa Penahanan Terlalu Singkat.
Masa penangkapan 7 hari tidak sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan banyak pulau terpencil, konsekuensinya upaya penangkapan memerlukan waktu yang cukup lama. Diperlukan ketelitian dan akurasi untuk menentukan tersangka teroris. Misal; diperlukan cross check antar kelompok teroris di dalam dan luar negeri. Disamping itu organisasi teroris merupakan organisasi bawah tanah dengan sifat militan, sehingga diperlukan pendekatan-pendekatan khusus yang memerlukan waktu cukup panjang.
Teroris merupakan jaringan, sehingga diperlukan waktu yang cukup untuk mencari bukti keterkaitan kelompok teroris yang satu dengan yang lainnya. Diperlukan waktu untuk mengembangkan intelijen dalam menelusuri keterkaitan jaringan, selain itu juga kesetaraan hukum dalam kerjasama internasional. Sebagai contoh Perancis bisa menahan 2 s.d 4 tahun, Malaysia dan Singapura selama 2 tahun, masa penangkapan (detention without charge) di Inggris 28 hari berdasarkan Terrorism Act 2006.
Contoh aktual dimana salah satu pelaku aksi teror di J.W. Marriot 2 yang bernama Aer Setiawan pernah ditangkap dan ditahan dalam kasus teror bom di Kedubes Australia tahun 2004. Aer Setiawan sebenarnya dicurigai mempunyai peranan penting, tetapi diperlukan waktu yang lama untuk mengungkap fakta-fakta keterlibatannya, sementara waktu pemeriksanaan sudah habis, sehingga polisi terpaksa melepaskannya. Setelah dilepas ternyata Aer sudah bergabubg dengan kelompok teroris yang akan menyerang Presiden SBY.
Melihat kondisi actual di Indonesia dan perbandingannya dengan dunia internasional, maka solusi yang diberikan hendaknya diperlukan perpanjangan masa penangkapan dan masa penahanan misalnya:
a.        Masa penangkapan dari 7 (tujuh) hari menjadi 6 (enam) bulan;
b.        Masa penahanan dari 180 hari menjadi 2 (dua) tahun.
3.  Perbuatan Awal Yang Mengarah Kepada Aksi Teror Belum Dapat Ditindak.
Perbuatan-perbuatan permulaan yang mengarah terorisme selama ini marak dilakukan oleh tokoh-tokoh teroris, sementara polisi tidak dapat melakukan tindakan terhadap mereka, karena tidak ada dasar hukumnya padahal perbuatan tersebut merupakan awal/penyulut terjadinya aksi-aksi terorisme.
Di kebanyakan negara  perbuatan-perbuatan tersebut (encouragement of terrorist) telah dikatagorikan sebagai pidana dan diancam dengan hukuman berat. Untuk melakukan kerjasama internasional, diperlukan kesetaraan tindakan terhadap para teroris dan diperlukan kesetaraan dalam hukum yang diberlakukan. Melihat kondisi tersebut hendaknya ditetapkan indicator- indicator baru yang dapat masuk dalam kejahatan kriminal guna membatasi berkembangnya kejahatan terorisme. Beberapa perbuatan yang berkaitan dengan aksi teror seperti:
a.        Menyebarkan permusuhan dan kebencian;
b.        Menganjurkan untuk melakukan aksi-aksi kekerasan;
c.        Menyelenggarakan/mengikuti latihan militer;
d.        Merekrut orang untuk tujuan terorisme;
e.        Mengatasnamakan agama melakukan kekerasan;
f.          Glorifying terrorism;
g.        Persiapan-persiapan untuk aksi teror.
4.  Ancaman hukuman terhadap teroris terlalu ringan.
Beberapa teroris yang telah menjalani hukumannya (telah bebas karena masa hukumannya sangat singkat), ternyata kemudian terlibat dalam aksi terorisme yang baru, contoh Urwah, Abdulah Sonata, Sogir, dll. Terorisme terbukti menyebabkan collateral damage, sehingga hendaknya dipikirkan kembali ancaman hukuman maksimal yang sebanding dengan kerusakan luar biasa yang ditetapkan serta mencegah pelaku kembali ke jalan teror akibat tidak berhasilnya reintegrasi dan resosialisasi yang dilakukan oleh pelaku teror maupun tidak luruhnya ideology yang telah tertanam di benak mereka.
5.  Pengadilan terpusat dan penunjukan Jaksa dan Hakim Specialized  belum terwujud.
Kasus-kasus terorisme yang terjadi selama ini di Indonesia dan Asia Tenggara dilakukan oleh satu jaringan internasional. Kasus yang terjadi di beberapa kota di Indonesia, selalu ada keterkaitannya antara satu dengan yang lainnya. Akan tetapi selama ini pengadilan kita dilakukan secara terpisah-pisah menurut lokasi kejadian. Akibatnya bukti-bukti keterlibatan antara kelompok teroris yang satu dengan yang lain selalu tercecer, bahkan tidak pernah diungkap di pengadilan, karena jaksa dan hakim yang berbeda-beda dan tidak sama pengetahuan mereka atas jaringan terorisme. Untuk itu diperlukan pengadilan terpusat dengan jaksa dan hakim yang memiliki kecakapan dalam menangani perkara kejahatan luar biasa.
6.  Upaya deradikalisasi oleh instansi terkait belum efektif.
Terorisme adalah kejahatan/kekerasan bermotif ideologi dan politik radikal. Selama ideologi radikal yang mendasarinya tidak bisa dinetralisir, terorisme akan tetap eksis. Pendekatan fisik semata (hard power) tidak akan menghentikan terorisme. Diperlukan upaya persuasif  dengan pendekatan manusiawi (soft power) disamping hard power. Untuk itu diperlukan upaya deradikalisasi.
Deradikalisasi terhadap para teroris membutuhkan peranan instansi terkait dan perlu adanya sinergi dan koordinasi yang baik, untuk itu perlu ada payung hukum, sehingga program deradikalisasi tidak berjalan sendiri-sendiri oleh masing-masing instansi. Terbentuknya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme melalui paying hukunm Undang-Undang Nomor 46 tahun 2010 diharapkan dapat menjawab permasalahan tersebut.
7.  Pelibatan TNI dalam upaya pencegahan, perlindungan dan penindakan, serta upaya recovery.
Undang-Undang TNI Nomor 34 Tahun 2004, telah memberikan dasar hukum pelibatan TNI dan Undang-Undang Polri Nomor 2 Tahun 2002, telah mengakomodasi pelibatan TNI dalam penanganan Terorisme. Untuk itu diperlukan pengaturan dalam pelaksanaannya dan akan lebih tepat bila di akomodir dalam Undang-Undang Terorisme (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003). Dengan demikian semua tindakan dalam penanganan terorisme dapat berjalan dalam koridor hukum.
H.   Kesimpulan
Terorisme harus dipahami sebuah perilaku kekerasan politik yang terorganisir dengan baik mulai dari rekrutmen, pendanaan hingga eksekusi. Oleh karena itu, untuk menanganinya maka diperlukan juga aktor-aktor keamanan dan strategi kontra-terorisme yang terkonseptualisasi dan terorganisir dengan lebih baik. Sebuah kekeliruan besar muncul ketika sebuah negara mereduksi permasalahan terorisme sebatas memberantas pergerakan teroris bukan mencegah penyebarannya. Terlebih lagi, ancaman terorisme akan semakin berbahaya ketika aktor-aktor keamanan negara yang ada masih memperdebatkan fungsi dan perannya dalam menangani terorisme. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus segera mengambil langkah nyata dengan menetapkan strategi pencegahan dan merumuskan kembali kebutuhan akan UU Keamanan Nasional untuk mengatasi kedua permasalahan tersebut yang berpotensi memperluas celah bagi kelompok teroris untuk beraksi dan membahayakan keselamatan seluruh masyarakat.
Terorisme terus menjadi bahaya jelas dan hadir untuk Indonesia dan Asia Tenggara. Kita harus terus waspada karena ancaman dan serangan di masa depan yang mungkin selama organisasi teroris seperti Jemaah Islamiyah ada dan terus menerima dukungan dari para simpatisan dan merekrut anggota. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa masalah mendasar adalah ideologi mereka, yang berlandaskan dari salah tafsir kitab Islam dan ajaran-ajaran yang memotivasi mereka dan rasa ketidakadilan yang berkaitan dengan kebijakan internasional di Timur Tengah. Ini adalah masalah yang harus diatasi jika kita ingin mencapai solusi yang komprehensif. Oleh karena itu, perang melawan teror tidak hanya harus terfokus pada teroris tetapi juga perlu untuk fokus pada akar.

Jumlah Kata : 3.227 (tidak termasuk judul dan daftar referensi)



Daftar Referensi


v  Crenshaw, Martha. “The Logic of Terrorism: Terrorist Behavior as a Product of Strategic Choice,” in Origins of Terrorism: Psychologies, Ideologies, Theologies, States of Mind, edited by Walter Reich. Baltimore: Woodrow Wilson Center Press, 1998.
v  Donohue, Laura K.2088. The Cost of Cunterterrorism: Power, Politics and Liberty. New York, Cambridge University Press
v  Louise Richardson, What Terrorists Want: Understanding the Terrorist Threat, London: John Murray, 2006.
v  Hoffman, Bruce. Inside Terrorism. New York: Columbia University Press, 2006.
v  Horgan, John. “The Social and Psychological Characteristics of Terrorism and Terrorists,” in Root Causes of Terrorism: Myths, Realities and Ways Forward, edited by Tore Bjorgo. London: Routledge, 2005.
v  http://www.bnaibrith.ca/pdf/AntiTerrorism05.pdf
v  http://www.legislation.gov.uk/ukpga/2006/11/contents
v  Mbai, Ansyaad. 2010. Terobosan hukum dalam peraturan hukum dalam pencegahan dan penanggulangan radikalisme dan terorisme Indonesia. Disampaikan dalam Simposium Nasional “Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme”. Le Meredien, Jakarta.
v  Pillar, Paul R. “The Democratic Deficit: The Need for Liberal Democratization,” in Countering Terrorism and Insurgency, edited by James J.F. Forest. Westport, CT: Praeger, 2007. 

Komentar

  1. IMAM MAHDI MENYERU:
    BENTUKLAH PASUKAN FI SABILILLAH DISETIAP DESA
    SAMBUTLAH UNDANGAN GUBERNUR MILITER ISLAM

    Untuk para Rijalus Shaleh dimana saja kalian berada,
    bukankah waktu subuh sudah dekat? keluarlah dan hunuslah senjata kalian.

    Firman Allah: at-Taubah 38, 39
    Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu jika dikatakan orang kepadamu: “Berperanglah kamu pada jalan Allah”, lalu kamu berlambat-lambat (duduk) ditanah? Adakah kamu suka dengan kehidupan didunia ini daripada akhirat? Maka tak adalah kesukaan hidup di dunia, diperbandingkan dengan akhirat, melainkan sedikit
    sekali. Jika kamu tiada mahu berperang, nescaya Allah menyiksamu dengan azab yang pedih dan Dia akan menukar kamu dengan kaum yang lain, sedang kamu tiada melarat kepada Allah sedikit pun. Allah Maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

    Firman Allah: al-Anfal 39
    Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah lagi, dan jadilah agama untuk Allah.

    Peraturan dan undang-undang ciptaan manusia itu adalah kekufuran, dan setiap kekufuran itu disifatkan Allah sebagai penindasan, kezaliman, ancaman, kejahatan dan kerusakan kepada manusia di bumi.

    Allah Memerintahkan Kami untuk menghancurkan dan memerangi Pemerintahan dan kedaulatan Sekular-Nasionalis-Demokratik-Kapitalis yang mengabdikan manusia kepada sesama manusia karena itu adalah FITNAH

    Firman Allah: al-Hajj 39, 40
    Telah diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, disebabkan mereka dizalimi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa untuk menolong mereka itu. Iaitu
    orang-orang yang diusir dari negerinya, tanpa kebenaran, melainkan karena mengatakan: Tuhan kami ialah Allah

    Firman Allah: an-Nisa 75
    Mengapakah kamu tidak berperang di jalan Allah untuk (membantu) orang-orang tertindas. yang terdiri daripada lelaki, perempuan-perempuan dan kanak-kanak .
    Dan penindasan itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan(al-Baqarah 217)

    Firman Allah: at-Taubah 36, 73
    Perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagai mana mereka memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahawa Allah bersama orang-orang yang taqwa. Wahai Nabi! Berperanglah terhadap orang-orang kafir dan munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka.

    Firman Allah: at-Taubah 29,
    Perangilah orang-orang yang tidak beriman, mereka tiada mengharamkan apa yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tiada pula beragama dengan agama yang benar, (iaitu) diantara ahli-ahli kitab, kecuali jika mereka membayar jizyah dengan tangannya sendiri sedang mereka orang yang tunduk..

    Bentuklah secara rahasia Pasukan Jihad Perang setiap Regu minimal dengan 3 Anggota maksimal 12 anggota per desa / kampung.
    Siapkan Pimpinan intelijen Pasukan Komando Panji Hitam secara matang terencana, lakukan analisis lingkungan terpadu.

    Apabila sudah terbentuk kemudian Daftarkan Regu Mujahid
    ke Markas Besar Angkatan Perang Pasukan Komando Bendera Hitam
    Negara Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu

    Mari Bertempur dan Berjihad dalam Naungan Pemerintah Khilafah Islam, berpalinglah dari Nasionalisme (kemusyrikan)

    Masukan Kode yang sesuai dengan Bakat Karunia Allah yang Antum miliki.

    301. Pasukan Bendera Hitam
    Batalion Pembunuh Thogut / Tokoh-tokoh Politik Musuh Islam

    302. Pasukan Bendera Hitam Batalion Serbu
    - ahli segala macam pertempuran
    - ahli Membunuh secara cepat
    - ahli Bela diri jarak dekat
    - Ahli Perang Geriliya Kota dan Pegunungan

    303. Pasukan Bendera Hitam Batalion Misi Pasukan Rahasia
    - Ahli Pelakukan pengintaian Jarak Dekat / Jauh
    - Ahli Pembuat BOM / Racun
    - Ahli Sandera
    - Ahli Sabotase

    304. Pasukan Bendera Hitam
    Batalion Elit Garda Tentara Khilafah Islam

    305. Pasukan Bendera Hitam Batalion Pasukan Rahasia Cyber Death
    - ahli linux kernel, bahasa C, Javascript
    - Ahli Gelombang Mikro / Spektrum
    - Ahli enkripsi cryptographi
    - Ahli Satelit / Nuklir
    - Ahli Pembuat infra merah / Radar
    - Ahli Membuat Virus Death
    - Ahli infiltrasi Sistem Pakar

    email : seleksidim@yandex.com atau
    email : angsahitam@inbox.com

    BalasHapus
  2. WILAYAH KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU

    Bismillahir Rahmanir Rahiim

    MARKAS BESAR ANGKATAN PERANG
    KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU
    MENERBITKAN SURAT SECARA RESMI
    NOMOR : 1436H-RAJAB-02

    PETA ASAL WILAYAH
    KHILAFAH ISLAM AD DAULATUL ISLAMIYAH MELAYU

    Maha Suci Allah yang di tangan-Nya Kekuasaaan Pemerintahan atas segala
    sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.
    Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala Kerajaan, dan Dia Maha
    Kuasa atas segala sesuatu,
    Wahai Rabb Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi maupun Kerajaan yang Ada
    diantara Keduanya, Sesunggunya Engkau Maha Kuasa atas Segala Sesuatu yang Engkau Kehendaki.

    Wahai Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang
    Hamba memohon Ampun dan Kasih Sayang-Mu,
    Kami Hamba-Mu yang Dhoif Mohon Izin untuk melakukan Ijtihad Syiasah

    Allaahumma sholli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kamaa shol
    laita alaa aali Ibroohiim ,
    wa baarik alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad kamaa baarokta alaa aali
    Ibroohiim fil aalamiina innaka hamiidum majiid.

    Pada Hari Ini Hari Isnain 1 Rajab 1436H
    1. Kami sampaikan Kabar Gembira bahwa Asal Mula wilayah
    Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah Melayu adalah dari Sabang hingga
    Maurake

    2. Wilayah Negeri dari Sabang hingga Mauroke yang dihuni oleh Umat
    Islam yang Sholeh-sholeh kami beri Namanya sesuai dengan Hadist
    Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam Menjadi Wilayah Negeri Syam.

    3. Peta Wilayah Indonesia Kami Hapus diganti dengan Nama Wilayah Syam (Negeri
    Ummat Islam Akhir Zaman)

    4. RI bubar dan Hilang, Berganti Nama Organisasi Penyamun Indonesia (OPI)

    Kepada para Alim Ulama cerdik cendikia Islam, Mari bersama-sama kita
    tegakkan Islam dan menjadikan AlQuran dan As Sunnah Rasulullah SAW
    menjadi satu-satunya sumber hukum yang berkuasa di Wilayah Syam.

    Umat Islam tidak layak untuk hidup tentram di-RI,
    RI adalah bagian dari Negara Zionis Internasional, Negara Dajjal.

    Khilafah Islam Ad Daulatul Islamiyah (Melayu) menghimbau melalui
    Aqidah Islam bahwa Semua Negara binaan Dajjal adalah Jibti dan Thagut
    yang harus dihancurkan, bukan menjadikannya tempat bernaung dan merasa
    hidup tentram di dalamnya sampai akhir hayat.

    Akhir Zaman adalah Masa-nya seluruh umat islam harus berperang melawan
    Zionis Internasional yang di Komandoi Israel. Waktu akan kian mendekat
    Maka Umat Islam secara terpaksa atau secara ikhlas menjadi dua
    gelombang besar wala kepada Zionis atau wala kepada Islam.

    Bila Umat Islam yang berada di Wilayah Negeri Syam ridha pasrah dan
    tunduk dibawah Tekanan OPI (organisasi Penyamun Indonesia), maka
    bersiaplah menjadi negeri yang mengerikan.

    Dan betapa banyak penduduk negeri yang mendurhakai perintah Tuhan
    mereka dan Rasul-rasul-Nya, maka Kami hisab penduduk negeri itu dengan
    hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan.
    (Qs. At-Thalaq :8)

    Dan demikianlah Kami jadikan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat
    yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan
    mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka
    tidak menyadarinya. (Qs. Al-an am : 123)

    Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-
    negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat
    pedih lagi keras. (Qs. Huud:102)

    Dan berapa banyak penduduk negeri yang zalim yang teIah Kami
    binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain sebagai
    penggantinya. (Qs. Al-Anbiyaa:11)


    Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang Kafir (OPI) yang ada
    disekitar kamu, hendaklah mereka merasakan keganasan darimu,
    ketahuilah Allah bersama orang-orang yang bertaqwa (Qs. At-Taubah:123)

    ..dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
    memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
    orang-orang yang bertakwa. (Qs. At-Taubah:36)

    PANGLIMA PERANG PASUKAN KOMANDO PANJI HITAM
    Kolonel Militer Syuaib Bin Sholeh
    angsahitam@inbox.com

    BalasHapus
  3. Daulah khilafah islamiyah, baqiyah, bi'idznillah,
    semoga khilafah bisa tegak di Indonesia. http://transparan.id

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process