Peran intelijen dalam penanganan terorisme, Case Study: Russian SVR

I.     Pendahuluan
Terorisme akhirnya diakui sebagai ancaman strategis terhadap stabilitas internal dan bahkan kelangsungan hidup banyak negara, ancaman atas keamanan internasional masyarakat, termasuk Amerika Serikat, negara adidaya satu-satunya yang tersisa
di arena global. Perlu dicatat bahwa intelijen dalam bidang kontraterorisme berbeda, dan dalam banyak aspek tugas, lebih berat daripada intelijen klasik, militer dan politik, terhadap negara musuh atau saingan. Kehidupan orang dalam bahaya terus-menerus, selama berlangsungnya pekerjaan badan-badan intelijen; aturan permainan yang kejam, untuk personil yang terlibat dan untuk teroris dirinya,
melibatkan masalah moral dan etika
yang lebih rumit. Seperti dalam kasus intelijen militer dan politik, negara dan badan-badan keamanan juga menghadapi tantangan strategis tersebut.
Karenanya artikel ini menganalisis peran intelijen di dalam strategi melawan terorisme internasional pada abad-21. Pertama, mempertimbangkan trend perubahan cara aksi yang dilakukan oleh berbagai organisasi terorisme dan bagaimana intelijen menghadapi tantangan tersebut. selain itu, dapan mengevaluasi tantangan kedepan yang dihadapi oleh intelijen serta dampak perkembangan teknologi dan sosial ekonomi terhadap kinerja intelijen, termasuk tantangan digunakannya senjata pemusnah missal oleh teroris. Kinerja intelijen kedepan akan semakin sukar, dengan lebih menekankan pada pendekatan sosial dan perkembangan penggunaan teknologi.
Penggunaan strategi intelijen sangat penting di dalam penanggulangan terorisme, guna menangkal taktik dan strategi dari teroris. Komisi Nasional mengenai Terorisme AS bahkan menekankan intelijen yang baik adalah senjata yang paling ampuh di dalam melawan terorisme intenasional sekalipun.[1] Namun tanpa komiten pemerintah melalui kebijakan yang jitu dan konprehensif, terorisme tetap menjadi tantangan bagi keberlangsungan generasi mendatang.
Trend terorisme pada tahun 1990-an
Ketika terorisme internasional yang terjadi pada pertengahan 1990-an berkurang dari sisi jumlah korban, namun dari segi kualitas serangan yang mematikan, meningkat secara drastis. [2] serangan bunuh diri dan pengeboman dengan mobil adalah taktik utama yang digunakan dalam mencapai tujuan mereka, berbeda dengan metode pembajakan pesawat dan serangan terhadap kedutaan yang dilakukan pada awal 1970-an hingga 1980-an. Terorisme sebagai alat yang digunakan dalam menciptakan konflik politik dan etnis telah menyebar ke area baru seperti Rusia dan negara pecahannya Yogoslavia. Seperti halnya perkembangan penggunaan terorisme di negara seperti SriLanka dan Kashmir. Terorisme Islam radikal, yang kebanyakan digunakan dalam konflik etnis, telah bergeser dari Shi’a menuju model Sunni. Negara –negara besar seperti India, china dan Rusia, berjuang mati-matian untuk melawan mereka. Atas alasan tersebut, jumlah terorisme terus berkembang dengan pesat di negara-negara seperti Algeria, Mesir, Pakistan, Kaukasia, bahkan belakangan di Indonesia.
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimana intelijen dari berbagai negara dengan beragam cara kerja, menanggulangi dan bahkan saling bekerjasama dalam menghadapi aksi terorisme, sebagai contoh yang terjadi di Chechnya.
II.   Intelijen Negara
Reformasi terhadap intelijen mutlak diperlukan sebagai konsekuensi dari semakin banyak dan beragamnya serangan terorisme di muka bumi ini. Reformasi tersebut menyangkut perubahan dari 3 komponen kunci terhadap pencegahan dan penanggulangan terorisme:
a.    Adanya early warning system guna mendeteksi dan mencegah aksi terorisme;
b.    Pertukaran informasi diantara mereka yang mendeteksi dengan mereka yang melaksanakan aksi penanggulangan, melalui koordinasi;
c.    Penuntutan terhadap teroris termasuk pemutusan jaringan pendanaan dan persenjataan.


A.   SVR (Sluzhba Vneshney Razvedk)-Russia[3]
Rusia mempunyai tradisi intelejen yang tangguh apabila melihat Uni Soviet yaitu KGB.Namun setelah Uni Soviet runtuh maka KGB terbagi2 menjadi organisasi2 yang lebih kecil dgn kekuatan yang terbatas.Setelah eks KGB Vladimir putin mengambil alih kekuasaan SVR mulai muncul dan seakan-akan mengembalikan kekuatan intelejen yang dulu sempat berjaya sewaktu masih bernama KGB.Tingkatan intelejen russia pun kembali kepada tingkatan sewaktu perang dingin dulu. SVR diduga mempunyai peran daalam pembunuhan eks agen Alexander Litvinenko di london 2007.Namun Putin menolak dugaan tersebut dan malah memuji SVR sebagai salah satu organisasi paling profesional dan organisasi dgn kegunaan yang efektif.Pada kenyataannya para agen intelejen merupakan salah satu kelompok politik terkuat yang dimiliki putin di russia dan banyak dr eks KGB yang menempati posisi kunci di pemerintahan.
Dinas Intelijen Asing Rusia (bahasa Rusia: Служба Внешней Разведки atau SVR) adalah agen intelijen eksternal utama Rusia. SVR merupakan suksesor dari Direktorat Utama Pertama (PGU) di bawah KGB sejak Desember 1991.[4] Kantor pusat SVR berada di Distrik Yasenevo di Kota Moskow.
SVR merupakan penerus operasi resmi ke banyak lembaga asing sebelum intelijen Soviet-era, mulai dari 'departemen asing' dari Cheka di bawah Vladimir Lenin, ke OGPU dan NKVD era Stalinis, diikuti oleh Kepala Pertama Direktorat KGB. Sejak awal, intelijen asing memainkan peran penting dalam kebijakan luar negeri Uni Soviet, saat badan intelijen Bolshevik dibentuk selama Perang Saudara Rusia. Pada tanggal 19 Desember 1918, Komite Sentral Biro RKP (b) memutuskan untuk menggabungkan garda depan unit militer Cheka dan Unit Control Militer, yang dikendalikan oleh Komite Revolusioner Militer, menjadi satu organisasi, (departemen) 'Bagian Khusus' dari Cheka, dipimpin oleh Mikhail Kedrov. Tugas Bagian Khusus adalah menggunakan kecerdasan manusia untuk mengumpulkan informasi politik dan militer di belakang garis musuh, dan untuk mengekspos, menetralisir, dan likuidasi unsur-unsur kontra-revolusioner di Tentara Merah. Pada awal 1920, sebuah sub-bagian dibentuk pada Bagian Khusus bernama Perang Biro Informasi (WIB) yang berisi intelijen politik, militer, ilmiah dan teknis di negara-negara sekitarnya.
Kekalahan Tentara Merah pada tahun 1920 Perang Polandia-Soviet adalah motivasi utama bagi pembentukan sebuah departemen intelijen independen asing besar di Cheka. Secara resmi, tanggal awal berdirinya SVR pada Bagian Khusus dari Cheka pada tanggal 20 Desember 1920. Pada tahun 1922, setelah penciptaan Direktorat Politik Negara (GPU) dan merger dengan Komisariat Rakyat Dalam Negeri dari RSFSR, intelijen asing dilaksanakan oleh GPU Departemen Luar Negeri, dan antara Desember 1923 dan Juli 1934 oleh Departemen Luar Negeri Bersama Administrasi Negara Politik atau OGPU. Pada bulan Juli 1934, OGPU itu dileburkan ke NKVD. Pada tahun 1954, pada gilirannya menjadi NKVD KGB, yang kemudian tahun 1991 menjadi SVR.
UU Intelijen Luar Negeri ditulis oleh kepemimpinan SVR sendiri dan diadopsi pada bulan Agustus 1992. Undang-undang ini memberikan kondisi penetrasi dari semua tingkat pemerintah dan ekonomi, karena itu ditetapkan bahwa personil karir dapat menduduki posisi dalam kementerian, departemen, perusahaan, perusahaan dan organisasi sesuai dengan persyaratan hukum ini tanpa mengorbankan hubungan mereka dengan badan-badan intelijen asing[5].
Sebuah UU Intelijen Organ Asing yang baru, disahkan oleh Duma Negara dan Dewan Federasi pada akhir 1995 dan ditandatangani Presiden Boris Yeltsin pada 10 Januari 1996. Hukum memberikan wewenang kepada SVR untuk melakukan hal berikut:
1.    Melakukan intelijen;
2.    Menerapkan langkah-langkah aktif untuk menjamin keamanan Rusia;
3.    Perilaku militer, strategis, spionase ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi;
4.    Melindungi karyawan lembaga luar negeri Rusia dan keluarga mereka;
5.    Menyediakan keamanan pribadi bagi pejabat pemerintah Rusia dan keluarga mereka;
6.    Melakukan kerjasama dengan jasa keamanan asing;
7.    Melakukan pengawasan elektronik di luar negeri.
Presiden Federasi Rusia (saat itu Dmitry Medvedev) secra pribadi pun dapat mengeluarkan perintah rahasia untuk SVR, tanpa meminta ijin Majelis Federal, Duma Negara dan Dewan Federasi.
Kegiatan Penting intelijen SVR termasuk  melakukan terobosan ilmiah yang radikal  dan mungkin mengubah situasi keamanan Rusia, serta menentukan daerah-daerah yang memerlukan tindakan pelayanan khusus  bagi negara-negara asing dan organisasi yang dapat merusak kepentingan Rusia.
Kontak SVR dengan berbagai intelijen dan jasa kontra intelijen dari negara-negara asing merupakan salah satu kegiatan unggulan badan tersebut. Dinas Intelijen Luar Negeri memelihara kerja kontak dan bekerja sama dengan beberapa layanan khusus di negara lain,  termasuk kerjasama terhadap senjata pemusnah massal non-proliferasi, dan memerangi terorisme, perdagangan narkoba, kejahatan terorganisir dan pencucian uang, perdagangan senjata gelap, dan pencarian dan pembebasan sandera serta warga Rusia dan negara-negara CIS yang dilaporkan hilang . Kolaborasi mencakup pertukaran informasi intelijen, bantuan dalam pelatihan personil dan material dan bantuan teknis. SVR ini juga dilaporkan telah menjalin perjanjian kerjasama formal dengan badan intelijen dari beberapa republik Soviet, termasuk Azerbaijan dan Belarus, yang meliputi pengumpulan dan pertukaran intelijen.
Kegiatan intelijen ekonomi SVR meliputi identifikasi dari ancaman bagi kepentingan Rusia baik upaya untuk menekan Rusia di pasar senjata dunia atau teknologi ruang serta peluang yang muncul seperti tren pasar yang menguntungkan untuk jenis komoditas tertentu dan bahan baku. Prioritas untuk memastikan pembangunan dan hubungan yang seimbang dengan negara-negara asing di bidang seperti mata uang dan keuangan, transaksi ekspor dan impor bahan baku strategis, dan di bidang teknologi tinggi. SVR ini sering ditugaskan untuk memastikan reputasi bisnis dan potensi sebenarnya dari perusahaan asing dan dealer individu yang berniat untuk membangun hubungan bisnis dengan organisasi-organisasi negara Rusia. Ini juga berusaha untuk mengidentifikasi perusahaan-perusahaan asing yang mencoba membujuk mitra Rusia tertentu untuk melakukan transaksi ekspor ilegal, dan melacak modal ke luar negeri Rusia.
Berkantor pusat di Moskow, SVR memiliki kantor di kedutaan Rusia, konsulat dan perusahaan perdagangan di seluruh dunia. SVR terdiri dari tiga Direktorat terpisah, dan tiga Layanan:
1.    Direktorat S, yang bertanggung jawab untuk agen ilegal (mereka yang di bawah penyamaran) di seluruh dunia;
2.    Direktorat T, bertanggung jawab untuk pengumpulan intelijen ilmiah dan teknologi, dan:
3.    Direktorat K, yang melakukan infiltrasi intelijen asing dan badan keamanan dan latihan pengawasan atas warga Rusia di luar negeri;
4.    Layanan I, yang menganalisis dan mendistribusikan hasil intelijensi yang dikumpulkan oleh petugas intelijen SVR asing dan agen, menerbitkan ringkasan harian, dan membuat penilaian perkembangan dunia masa depan;
5.    Layanan A, yang bertanggung jawab untuk perencanaan dan pelaksanaan langkah-langkah aktif, dan;
6.    Layanan R, yang mengevaluasi operasi SVR luar negeri;
7.    Luar Negeri Intelliegence Akademi adalah pembentukan pelatihan utama bagi SVR

III.  Chechnya
Sejauh sejarawan dan arkeolog bisa mengatakan, orang-orang Chechnya telah hidup sejak zaman kuno di kaki bukit dan lembah-lembah pegunungan dimana mereka berdiam hari ini, menanam tanaman dan menggiring ternak. Tanah mereka mencakup sekitar 19.300 km persegi, sedikit lebih kecil dari negara bagian New Jersey, di Pegunungan Kaukasus. Orang-orang Chechen menyebut diri mereka "Nokhchii" dan, bersama dengan sepupu mereka Ingush, dikenal sebagai "Nakh" atau "Veinakh" bangsa, salah satu dari sejumlah kelompok etnis secara kolektif disebut sebagai "Kaukasus Utara." Istilah "Chechnya, "yang telah digunakan oleh orang Rusia sejak abad ke-18 merujuk pada orang gunung, berasal dari nama salah satu desa terbesar di daerah tersebut.

Orang-orang
Chechnya berkulit terang dan muskular. Bahasa kompleks mereka adalah Kaukasia; 98 persen dari semua warga Chechnya diklaim sebagai bahasa utama mereka pada tahun 1989 Soviet-sensus tingkat tertinggi dari kelompok Kaukasia Utara etnis. Pada saat yang sama, hampir 75 persen dari warga Chechnya mengatakan mereka juga memiliki pengetahuan tentang bahasa Rusia.
Orang-orang Chechnya secara tradisional memiliki keluarga besar. Tingkat kelahiran mereka yang tinggi telah memungkinkan mereka untuk cepat pulih dari kerugian penduduk. Setelah penaklukan mereka oleh Rusia pada 1860-an, hampir 100.000 orang Chechnya tetap tinggal di tanah air mereka. Pada tahun 1926, sensus Soviet melaporkan sejumlah 318.000 warga Chechnya. Pada 1944, ketika orang-orang Chechnya (bersama dengan setengah lusin lainnya "orang dihukum") telah dideportasi ke Asia Tengah, mereka berjumlah sekitar 425.000. Setidaknya sepertiga dari- Chechnya sekitar 150.000 orang-yang diperkirakan telah meninggal selama deportasi. Tapi 15 tahun kemudian, ketika mereka dihitung dalam sensus 1959 Soviet, jumlah mereka meningkat menjadi 418.756. Chechnya sekarang adalah wilayah yang paling banyak bangsa Kaukasus Utara, sebanyak 958.309 dalam sensus 1989 Soviet, meningkat sekitar 130 persen sejak 1959. Lebih dari tiga-perempat dari semua-78 persen-tinggal di ASSR Chechnya-Ingushetia pada tahun 1989, dan 71.295 orang Chechen lain tinggal di bagian lain Kaukasus, sebagian besar dari mereka di negara tetangga Dagestan.
Hampir semua orang Chechnya adalah Muslim. Seperti kebanyakan orang pegunungan Kaukasia, Chechen milik cabang Sunni Islam. Mereka bertobat dari agama rakyat asli mereka di abad 16 dan 17 oleh misionaris dari Dagestan yang Sufi (mistik Islam) milik persaudaraan Naqsybandi. Pemerintahan Islam didirikan oleh Baha-ud-Din Naqshband di Bukhara di Asia Tengah pada abad ke 14. Terus menyebar ke arah barat, menarik pedagang, orang militer, cendekiawan, dan orang lain dengan menekankan tanggung jawab sosial, kesetaraan, dan solidaritas masyarakat dan meminimalkan hati suku yang bermusuhan, prasangka etnis, dan diferensiasi kelas. Naqshbandis tidak memiliki struktur organisasi yang kaku atau ritual yang rumit. Mereka menekankan doa bersama, ceramah, meditasi, puasa, dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip dasar Islam. Syekh Mansur, seperti Sheikh Shamil yang mengikutinya, adalah seorang penganut Naqshbandi, dan prajurit mereka yang paling khusus (disebut murids) termotivasi oleh prinsip-prinsip Sufi. Penundukan Rusia tidak menghentikan penyebaran Islam. Agama ini menjadi bentuk perlawanan pasif yang terus menerus dari zaman tsar melalui periode Soviet. Lain persaudaraan Sufi, Qadiris (yang berasal di Baghdad pada abad ke-12), menyebarkan tradisi mereka ke Kaukasus pada pertengahan abad ke-19. Upacara Qadiri yang terdiri dari musik dan tarian, dan perempuan sering memainkan peran penting di dalamnya. Kedua persaudaraan sufi dikembangkan menjadi  subkelompok baru. Selama pengasingan orang-orang Chechnya di Asia Tengah, agama tumbuh penting, dan propaganda anti-Soviet tak banyak berpengaruh pada orang-orang Chechnya ketika mereka kembali ke Chechnya. Bahkan sebelum Chechnya mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1991, para pemimpin agama diakui secara terbuka dan Grand Mufti (orang yang menafsirkan hukum agama) dipilih oleh sesepuh Islam. desa ini sekarang dihiasi dengan masjid baru.

IV. Terorisme di Rusia
Pada 5 juli tahun 2003, dua wanita melakukan bom bunuh diri dalam pertunjukan konser rock di bandara Tushino, Moskow. Serangan ini kemudian disusul dengan percobaan pengeboman di sebuah restoran dan pusat perbelanjaan di kota Moskow. Ekstrimis Islam berkebangsaan Arab mulai mengembangkan bom bunuh diri pada pertengahan tahun 2000.
Serangan Ini dikoordinasikan dengan hati-hati terhadap sasaran militer oleh pembom bunuh diri terutama laki-laki yang menggunakan metode Timur Tengah meledak truk sarat dengan bahan peledak di dekat target. Unit pejuang Chechnya kemudian sering menindaklanjuti serangan dengan cara konvensional. Serangan serupa terus terjadi, termasuk yang bertujuan untuk menghancurkan sebuah gedung pemerintah di Znamenskoe, di Chechnya, pada tanggal 12 Mei 2003 dan sebuah rumah sakit militer di Mozdok, Ossetia Utara pada tanggal 1 Agustus 2003.
Wanita Chechnya telah mengambil bagian dalam pertempuran selama Perang Chechnya Pertama, tahun 1994-1996. Namun, baru-baru ini berubah menjadi serangan bunuh diri terhadap warga sipil, metode lain dari Timur Tengah. Contohnya pemboman bunuh diri di kota Chechnya dari Iliskhan-Yurt pada tanggal 14 Mei 2003, dan pemboman bunuh diri dari sebuah bus di Mozdok pada tanggal 5 Juni 2003. faktor yang mendasari tidak diragukan lagi termasuk rasa putus asa di kalangan perempuan Chechnya, banyak dari mereka telah kehilangan anggota keluarga dalam perang. Selain itu, banyak yang miskin pula. Hal ini yang menjadikan mereka dikenal sebagai "janda hitam."
Faktor kunci yang membuat beberapa wanita Chechnya berpaling kepada teror mungkin gagalnya penyanderaan di teater Dubrovka di Moskow selatan pada tanggal 23 Oktober 2002. Sebuah unit Chechen, termasuk banyak wanita, mengambil ratusan sandera warga sipil. Dalam Perang Chechnya Pertama, penyanderaan operasi seperti serangan Shamil Basaev di Budennovsk 1995 adalah episode penting berkenaan dengan hasil perang. Basaev meluncurkan operasi bunuh diri terhadap sasaran Rusia, namun menang dengan hanya beberapa korban. Selain itu, serangan itu mengakibatkan perhatian media luas internasional pada Chechnya serta kritik publik blak-blakan Rusia perang seperti banyak orang Rusia menyalahkan pemerintah mereka sendiri atas ketidakmampuan dan taktik tangan besi. Pada tahun 2002, orang-orang Chechen yang mengambil bagian dalam penyanderaan di Dubrovka mungkin berharap untuk menduplikasi keberhasilan serangan Basaev tujuh tahun sebelumnya. Untuk alasan ini, operasi itu ditujukan untuk mengambil sandera daripada membunuh Rusia. Tujuannya untuk mendapatkan kembali beberapa simpati dari Barat, dukungan yang telah berkurang sejak Perang Teror di Amerika dimulai pada tahun 2001.
Namun, operasi Dubrovka menghasilkan hanya sedikit simpati atas Chechnya di luar negeri dan tidak ada apapun di Rusia. Implikasinya terlepas dari kenyataan bahwa peningkatan jumlah pembom bunuh diri perempuan tampaknya menjadi reaksi alami terhadap peristiwa di Dubrovka daripada segala jenis strategi perang premediated antara orang-orang Chechen, fenomena ini menunjukkan perubahan mendasar dalam sifat perang di Chechnya. Kasus-kasus sebelumnya terorisme Chechnya dan penyanderaan entah ditujukan sasaran militer atau, jika tidak, tidak pernah direncanakan untuk menghasilkan sejumlah besar warga sipil tewas. Penyanderaan Basaev tahun 1995 di Budennovsk adalah dalam praktek ditujukan pada target militer: sebuah rumah sakit kota garnisun di mana personil militer Rusia telah sembuh. Selain itu, wawancara dengan Chechen yang berpartisipasi dalam serangan itu menunjukkan bahwa rumah sakit hanya menjadi target sekunder, dipilih bila target utama tidak bisa dihubungi. Bahkan bom bunuh diri yang dilakukan oleh ekstrimis asing di Chechnya diarahkan pada sasaran militer, biasanya barak atau markas Kementerian Dalam Negeri Rusia Pasukan di Chechnya. Para pembom bunuh diri Chechnya tidak mungkin mengubah hasil dari perang di Chechnya militer. Chechnya tetap tidak stabil, dan setiap reaksi Rusia kepada pemboman bunuh diri dalam bentuk represi meningkat - di Chechnya atau diarahkan pada Chechen tinggal di kota-kota Rusia seperti Moskow - hanya akan mendorong lebih banyak lagi warga Chechen untuk terlibat dalam terorisme. Namun, organ-organ keamanan Rusia telah meningkatkan pengawasan yang hadir Chechen di kota-kota Rusia - dan hampir tidak bisa melakukan sebaliknya ketika tiba-tiba dihadapkan dengan ancaman terorisme.
Namun, ancaman baru terorisme membawa implikasi bagi pembangunan politik dan sosial Rusia. Sejak tahun 1999, Presiden Rusia Vladimir Putin telah secara bertahap meningkatkan kekuasaan negara, memotivasi dengan kebutuhan untuk melindungi masyarakat Rusia dari terorisme Chechnya. Namun klaim keterlibatan Rusia Chechnya pada tahun 1999 atas ledakan gedung apartemen di Moskow dan di tempat lain belum pernah secara substansial terbukti, dan kecuali di Kaukasus Utara, ancaman dari terorisme selalu minim. Organ keamanan tidak pernah, atau hanya jarang, menghadapi kebutuhan untuk menggunakan kekuatan baru mereka untuk memerangi secara nyata, bukan membayangkan teroris. Dimulai dengan pengambilan sandera Dubrovka-, situasi ini telah berubah. Presiden Putin dan organ-organ keamanan Rusia selanjutnya harus memberikan keamanan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kekuasaan negara itu.
Selain itu, kasus penyerangan dan penyanderaaan yang dilakukan di Beslan yang bertepatan dengan reformasi pemerintahan federal Rusia memberikan pelajaran berharga mengenai bagaimana penanganan terorisme dan pelibatan intelijen di dalam penanganan teroris Chechnya.

V.   Intelijen dan Kontraterorisme Rusia

Pada tahun 2005, reformasi struktural Kementerian Dalam Negeri dan FSB telah diselesaikan. Beberapa perubahan terlah dibuat yaitu:
a.    Prinsip mengenai manajemen operasi kontra-terorisme di Kaukasia Utara;
b.    Prinsip manajemen keterlibatan aksi dari struktur kekuasaan dalam pemecahan subversi dan aksi terorisme di kawasan;
c.    Prinsip mengenai penggunaan informasi ebrsama dan analisis terhadap pemimpin kelompok perlawanan di dalam wilayah Kaukasia Utara;
d.    Taktik divisi khusus di kawasan.

Berdasarkan undang-undang Penangangan Terorisme Rusia tahun 1998, tanggung jawab pelaksanaannya diserahkan kepada Federal Security Service (FSB), Kementerian Dalam Negeri (MVD), Service of External Intelligence (SVR), Federal Protection Service (FSO) dan Kementerian Pertahanan. FSB memegang peranan utama di dalam upaya penanganan terorisme hingga tahun 2003. Sejak 2003, kendali dipegang oleh Kementerian Dalam Negeri untuk menangani terorisme domestik. Sebagai hasinya, pembagian kewenangan menjadi tidak jelas dan bahkan cenderung overlapping, tetapi pusat koordinasi yang dibentuk tidak memiliki kewenangan untuk mengatasi hal tersebut dan bahkan tidak terbentuk sarana komunikasi bersama. FSB mempunyai kantor pusat dan cabang sebagai sarana bertukar data intelijen bersama dengan Kementerian Dalam Negeri dan GRU (intelijen militer). Selama lebih dari lima tahun pasukan Rusia telah terlibat dalam operasi kontra-insurgency di Chechnya.
Hukum federal tahun 1998 " Perlawanan terhadap Terorisme" dan hukum federal 2006 " Perlawanan terhadap Terorisme" tetap menjadi otoritas utama hukum anti-terorisme. Pada tanggal 11 Januari, Presiden Medvedev menandatangani amandemen undang-undang " Perlawanan terhadap Terorisme" yang menyatakan bahwa juri pengadilan dicabut untuk kasus spionase dan terorisme, meskipun hukum itu kini sedang dikaji oleh Mahkamah Konstitusi. Pada bulan April, Rusia mengangkat rezim kontraterorisme hampir 10 tahun di Chechnya, di mana operasi kontrateroris berada di bawah kewenangan langsung dari FSB, yang telah sangat membatasi
kebebasan sipil. Ketika rezim itu diangkat, MVD lokal di bawah Presiden Ramzan Kadyrov mengambil alih tanggung jawab untuk operasi kontrateroris. Pada bulan Juli, Departemen Kehakiman merancang undang-undang tentang kompensasi bagi korban sipil operasi kontraterorisme. Komite antiterorisme Nasional, yang dibentuk pada tahun 2006, adalah badan pemerintah utama yang mengkoordinasikan respon pemerintah Rusia terhadap ancaman teroris. Upaya untuk memerangi terorisme melalui penegakan anti-narkotika tetap menjadi tantangan, terutama penggunaan keuangan untuk penjualan narkotika yang memberikan pendapatan kepada teroris.
 Rusia adalah anggota Financial Action Task Force on Money Laundering dan Pendanaan Teroris (FATF). Ini juga merupakan anggota terkemuka, kursi, dan sumber pendanaan utama tubuh yang sama dikenal sebagai Kelompok Eurasia pada pemberantasan pencucian uang dan pendanaan terorisme . Rusia, melalui EAG, menyediakan bantuan teknis dan dana untuk memperbaiki kerangka kerja legislatif dan peraturan dan kemampuan operasional. Koordinator Counter-terrorism Amerika Serikat dan Rusia bertemu pada bulan November untuk memajukan kerjasama dalam konteks Kelompok Kerja Counter-terrorism Amerika Serikat-Rusia. Mereka sepakat untuk bekerja sama di arena multilateral untuk memperkuat norma-norma kontraterorisme internasional dan meningkatkan kapasitas kelembagaan; fokus pada Afghanistan khususnya berkaitan dengan kontraterorisme / masalah keuangan teroris; memperkuat sanksi UNSCR 1267; counter dimensi ideologi ekstremisme kekerasan, dan pada peningkatan pertukaran bilateral masalah keamanan transportasi. Kerjasama lanjutan tentang berbagai isu terorisme. AS dan badan-badan penegak hukum Rusia.
 Pada pertemuan G8 St Petersburg pada bulan Juli 2006, Amerika Serikat dan Rusia bersama-sama mengumumkan Inisiatif Global untuk Memerangi Terorisme Nuklir dan mengundang negara lain untuk bergabung. Inisiatif menunjukkan upaya Rusia untuk mengambil peran kepemimpinan untuk memerangi terorisme nuklir. Sekarang sudah masuk 75 negara mitra yang bekerja sama dalam berbagai cara, termasuk menjaga bahan radioaktif dan nuklir, mencegah penyelundupan nuklir, dan berbagi informasi. Pada bulan Juli, Presiden Medvedev bergabung dengan Presiden Obama dalam Pernyataan Bersama, yang berjanji meningkatkan upaya untuk mencegah terorisme WMD melalui kerjasama internasional.
Pada bulan Juni, Rusia menjadi tuan rumah International Kedelapan Rapat Kepala Layanan Khusus, Keamanan Lembaga, dan Penegakan Hukum Organisasi, yang FBI, CIA, DOE, dan NCTC dihadiri. Agenda 2009 mencakup pembahasan penggunaan teroris Internet, upaya counter radikalisasi, pengembangan database kontraterorisme internasional, dan pencegahan terorisme WMD melalui UNSCR 1540 dan instrumen lainnya.  Rusia terus bekerja dengan kelompok-kelompok regional untuk menangani terorisme, termasuk Uni Eropa, NATO (melalui Dewan NATO-Rusia), Organisasi Kerjasama Shanghai, dan OSCE.





[1] Ely Karmon. 2002. The Korean Journal of Defence Analysis. Vol XIV No.1
[2] Pattern of Global Terrorism-1998, US Department
[5] The HUMINT Offensive from Putin's Chekist State Anderson, Julie (2007), International Journal of Intelligence and Counter-Intelligence, 20:2, 258 – 316

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process