Lembaran kebingungan diri di siang hari

Evolusi manusia sebagai satu-satunya makhluk Tuhan yang diberi akal dan kecerdasan intelektual memang suatu hal yang tidak dapat dibantah ataupun dibendung. Ribuan tahun sejak keberadaan manusia purba diketahui , berbagai perubahan baik dalam wujud material seperti bangunan, peralatan, hingga pakaian yang dikenakan, maupun non-material dalam bentuk nilai, norma, adat, budaya, sikap maupun ilmu pengetahuan telah berkembang dengan pesat beriringan dengan insting manusia untuk bertahan hidup. Berbagai teori diciptakan, bermacam benda ditemukan yang semuanya bertujuan untuk membantu manusia dan memudahkan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.
Namun kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban tersebut meninggalkan lubang yang tidak mungkin dapat diperbaiki. Gunung yang tinggi diratakan, rata sekali hingga sejajar dengan jalan raya di dekat pantai. Sementara itu tanah yang rata, justru digali sedalam mungkin, bahkan hingga bisa menyembunyikan gunung. Ozon yang semakin tipis kerap kali dilubangi untuk meluncurkan berbagai benda antariksa dengan alasan kelancaran komunikasi manusia di dunia. Bahkan antariksa pun dijejali berbagai peralatan canggih yang nantinya hanya akan menjadi sampah yang terombang-ambing di udara hampa.
Benar, bumi dirusak oleh makhluk hidup yang ditahbiskan sebagai makhluk dengan kecerdasan paling tinggi diantara makhluk hidup lainnya. Kemudahan- kemudahan yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri juga melahirkan penyakit baru, KEMALASAN. Semenjak ditemukannya teknologi, orang malas untuk bekerja berat. Dengan diciptakannya televisi, anak-anak enggan untuk beranjak belajar. Bahkan kebesaran Google sebagai mesin pencari seluruh informasi yang diperlukan di seluruh dunia, juga menimbulkan efek keinginan manusia untuk serba cepat dan instan dalam proses pencarian data dan informasi. Atas nama efektivitas dan efisiensi, seluruh sarana dan prasarana yang diciptakan menimbulkan kemalasan yang luar biasa bagi masyarakat di seluruh dunia. Tidak heran, jumlah obesitas makin bertambah dan variasi penyakit tidak terhitung lagi macam dan jenisnya. Hitunglah berapa banyak manusia yang hingga saat ini memiliki kegemaran membaca buku dengan tekun,  ataupun mereka yang memiliki kebiasaan menulis, sekecil dan sesederhana apapun. Bahkan saya dapat menghitung hanya dengan satu bagian tangan, frekuensi saya untuk berfikir, mencari, menemukan atau bahkan menulis, dalam satu tahun. Tidak heran, semakin banyak manusia mengharapkan segala sesuatunya datang dengan cepat dan instan, karena keenggaran manusia itu sendiri untuk “menikmati” setiap proses yang diperlukan dalam pencarian. Tidak ada kesan yang tercipta dalam setiap proses, manusia hanya dapat menghargai hasil dan terobsesi dengan hasil, tanpa memikirkan konsekuensi yang tercipta.
Namun, kita tidak dapat memalingkan muka seolah kemajuan dan perubahan itu tidak pernah ada. Kemajuan selalu tercipta, perubahan pasti terjadi. Masyarakat hanya perlu untuk menyesuaikan diri, menyaring positif dan negatif bagi dirinya sendiri.  Tidak pernah ada kata terlambat untuk memulai kembali, untuk memperbaiki diri. Biasakanlah diri kita untuk bersabar dan “menikmati” proses, apapun hasil yang dicapai. Biasakanlah diri sendiri untuk tidak terobsesi dengan hasil, yang akan menjadikan hidup kita terasa sempit, setiap hari kerjanya hanya membandingkan apa yang sudah dimiliki kita dengan orang lain dan berpikir bagaimana agar kita dapat lebih dari tetangga kita. Bermimpilah yang tinggi, kejarlah mimpi, namun jangan terjebak pada obsesi dan ambisi yang tidak menyehatkan. Serta mualilah untuk membayar kembali apa yang telah kita ambil dari bumi, dari air, tanah dan udara tempat kita berdiri. Barangkali kita hidup lama, agar tidak merasakan kerusakan bumi. Mungkin juga jika hidup kita tidak lama lagi, apakah hati tidak bergetar meninggalkan warisan kerusakan bumi kepada anak dan cucu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process