PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM GLOBALISASI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEAMANAN NEGARA

A.   Globalisasi: Penguatan peran aktor non-Negara
Dewasa ini dunia seakan tanpa batas karena pergerakan manusia dan barang dapat dengan mudah dilakukan dari satu negara ke negara yang lain. Informasi mengenai keadaan yang terjadi di negara-negara pun dapat diakses dengan gampang oleh masyarakat multikultur. Globalisasi adalah fenomena yang nyata, dinamis dan kontekstual. Globalisasi disebut juga sebagai “global age”, sejak berakhirnya abad ke-20 dan merupakan permulaan dari millenium baru. Dalam pengertian yang paling simple, globalisasi dapat diartikan sebagai perlebaran (widening), pendalaman (deepning), dan percepatan (speeding up) dari “interconnectedness” global.
Sementara itu Robert Keohane dan Joseph Nye menggambarkan globalisasi; yang mereka sebut dengan istilah globalisme, sebagai “sebuah situasi dunia yang melibatkan jaringan-jaringan interdepedensi pada jarak yang multikontinental”, lebih jauh mereka menggambarkan ketergantungan itu dalam lima bidang: ekonomi, budaya, masyarakat, lingkungan dan militer[1].
Konsep utama globalisasi ditekankan sebagai sebuah perenggangan dari aktivitas-aktivitas sosial, politik dan ekonomi melintasi batas-batas seperti kejadian-kejadian, keputusan-keputusan dan aktivitas dalam sebuah wilayah dunia dapat menjadi signifikan bagi individu-individu dan komunitas-komunitas yang ada dilain wilayah dunia. Dengan pengertian ini, globalisasi mewujudkan hubungan trans-regional, perolehan jaringan (networks) aktivitas sosial dan memungkinan terjadinya keterkaitan masyarakat lokal dengan kejadian-kejadian di bagian-bagian dunia lainnya, atau sebaliknya. Secara singkat, globalisasi telah menciptakan penguatan peran aktor-aktor non negara yang mempengaruhi perkembangan hubungan internasional.
Aktor negara mencakup Civil Society Organization, Multi National Cooperations, Pressure Groups, Mass Media, Individu dan masih banyak lainnya. Wikileaks, dalam tulisan ini dianggap sebagai bagian dari Non-State Actors yang diciptakan oleh indivu dengan latar belakang yang menggambarkan kuatnya pengaruh globalisasi. Julian Assange seorang kewarganegaraan Australia, tahun 1991 dia dan beberapa teman yang berprofesi sebagai hacker (pengacak komputer) memecahkan dan memasuki jaringan terminal Nortel, perusahaan telekomunikasi Kanada. Akibatnya, dia tertangkap dan dinyatakan bersalah atas 25 dakwaan yang dikenakan padanya. Dia harus membayar denda sejumlah ribuan dolar kepada pemerintah Australia, namun dibebaskan dari hukuman penjara[2]. Assange diketahui pernah belajar di enam universitas. Dari tahun 2003-2006, dia mempelajari fisika dan matematika di Universitas Melbourne. Selain itu, dia juga mempelajari filosofi dan neurosains. Pada tahun 1990-an, Assange bekerja sebagai perancang program perangkat lunak yang mengatur keamana komputer di Australia dan luar negeri.[3] Di tahun 1997, dia ikut menciptakan Rubberhose deniable encryption, suatu sistem kriptografi yang dibuat untuk pekerja hak asasi manusia untuk melindungi data sensitif di lapangan dan dia juga menjadi salah satu tokoh kunci dalam gerakan pembebasan perangkat lunak. Di tahun 2006, Assange memutuskan untuk mendirikan WikiLeaks. Hal ini dilakukannya karena dia yakin bahwa pertukaran informasi akan mengakhiri pemerintahan yang tidak sah. Situs tersebut memiliki server utama di Swedia dan menerbitkan berbagai bahan dari berbagai sumber. Terkadang, dia dan beberapa rekan di WikiLeaks menyusup ke dalam sistem keamanan untuk mencari dokumen dan kemudian mempublikasikannya. WikiLeaks tidak menggaji Assange, namun dia memiliki investasi yang tidak diungkapkannya.Sekarang banyak polisi internasional bekerja sama untuk memburu Assange untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam kebocoran informasi rahasia milik negara.[4] Pada tahun 2008, Assange memenangkan Economist Censorship Index Award, sebuah penghargaan yang diberikan majalah "Economist" yang dikelola oleh keluarga perbankan Rothschild. Di tahun 2009, Assange dianugerahi Amnesty International Media Award atas usahanya mengekspos pembunuhan ekstra yudisial di Kenya melalui penyelidikan Tangisan Darah - Pembunuhan dan Penghilangan Ekstra Yudisial (The Cry of Blood - Extra Judicial Killings and Disappearances).[5] Pada April 2010, Assange menerima Sam Adams Annual Award, suatu penghargaan terhadap integritas dalam ilmu pengetahuan. Pada ahirnya, Wikileaks digambarkan sebagai isu yang menciptakan jaringan kepentingan global sehingga harus disikapi bersama oleh seluruh negara.
Dalam era globalisasi, wikileaks sebagai bagian dari non-state actor, mempunyai kapasitas power yang lebih besar. Konsep power dimaksud adalah kemampuan Wikileaks untuk mempengaruhi (atau dapat dikatakan saat ini, mengancam) entitas aktor negara (baca: AS) di dalam konteks hubungan internasional. Power yang dapat diartikan sebagi pengaruh, bersifat koersif, atraktif, kooperatif maupun kompetitif.
Jika disimpulkan secara umum, pendefinisian, penekanan dan inti dari globalisasi adalah sebuah proses interkoneksitas antara bidang-bidang baik ekonomi, sosial, politik, militer dan sebagainya yang melintasi batas-batas wilayah. Globalisasi juga didentikkan sebagai sesuatu yang meskipun terkadang dapat diprediksikan, tetapi tidak mungkin dapat dihindari. Gambaran globalisasi juga memperlihatkan gejala antara lain; peningkatan yang tajam dalam perdagangan internasional; investasi; arus kapital; kemajuan dalam bidang teknologi dan meningkatnya peran institusi-institusi multilateral bersamaan dengan semakin melemahnya kedaulatan negara.
B.   Dimensi-dimensi Globalisasi
Globalisasi adalah konsep yang sangat elastis dan dapat dirumuskan melalui berbagai sudut pandang. Istilah ini semakin popular penggunaannya, tidak hanya di kalangan akademisi, namun juga di kalangan politisi, praktisi ekonomi, dunia hiburan, jurnalis dan kalangan lainnya. Globalisasi diterima secara umum sebagai sebuah proses menyatunya masyarakat dunia menjadi tergabung sebagai sebuah masyarakat tunggal dunia, yaitu global society. Proses Globalisasi terjadi diberbagai elemen kehidupan, dengan bentuk dan dampak yang berbeda-beda. Dimensi-dimensi globalisasi yang cukup penting, antara lain:
Globalisasi Ekonomi, digambarkan sebagai masa ketika pasar bebas terjadi, peningkatan yang tajam dalam perdagangan internasional, investasi, arus kapital, kemajuan dalam bidang teknologi dan meningkatnya peran institusi-institusi multilateral. Dalam ekonomi global institusi-insitutsi keuangan dan kerjasama-kerjasam global lainnya melakukan aktivitasnya tanpa ikatan nasional. Bahkan kini mereka mampu mempergunakan pemerintah untuk membubarkan setiap aturan-aturan nasional dalam aktivitas mereka. Global ekonomi adalah interkoneksi, tetaapi pola hubungannya bukan zero-sum game. Sebaliknya ia lebih memberikan jalan dari win/lose menjadi win/win. Masing-masing stakeholders bisnis ekonomi global, apakah ia pembisnis, pemerintah, atau interest group, tidak lagi perlu melakukan usaha secara bersama-sama untuk memecah permasalahan-permasalahan yang bermunculan. Bisinis adalah mesin ekonomi dunia. Pemerintah adalah mesin politik.
Globalisasi sosio-budaya, juga merupakan dimensi menarik yang terjadi dalam globalisasi. Masyarakat dunia menyata sebagai satu masyarakat global (global society), kewarganegaraan tidak lagi mengikat, semangat kebersamaan tidak lagi dapat dikotak-kotakan hanya berdasarkan wilayah negara, tetapi lebih jauh ada kebersamaan yang tercipta secara global dengan ikatan hal-hal yang bersifat lebih universal, seperti demokrasi, HAM atau kemanusiaan dan lingkungan hidup.Menyatunya masyarakat dunia otomatis juga melebutkan budaya yang mengkotak-kotakannya. Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi dan media, mempercepat proses integrasi atau penyebaran nilai-nilai, ide-ide, yang ada dan pada akhirnya “memaksa” terciptanya budaya global. Dalam kondisi ini, negara-negara dengan teknologi canggih adalah pihak yang menang. Sebaliknya negara-negara yang lemah secara ekonomi dan teknologi menjadi sangat mudah terbawa budaya negara maju yang dijadikan budaya global.
Globalisasi Militer jelas terlihat selama abad yang lalu hingga kini antara lain melalui bentuk: imperialisme dan persaingan geopolitik kekuatan-kekuatan besar; perkembangan sistem aliansi internasional dan struktur keamanan internasional, munculnya perdagangan senjata dunia bersamaan dengan difusi teknologi militer diseluruh dunia; dan institusionalisasi rezim global dengan hak hukum atas hubungan militer dan keamanan. Globalisasi militer dapat juga dipahami secara kasar sebagai sebuah proses yang menciptakan perkembangan secara ekstensif dan instensif dari hubungan militer diantara unit-unit politik yang ada dalam sistem dunia (dalam hal ini hubungan militer dan kekuatan militer dianggap sebagai bentuk organisasi kekerasan). Dengan pengertian tersebut, globalisasi militer memperluas jaringan hubungan dan keterikatan militer di dunia. Termasuk juga perluasan inovasi teknologi militer yang ujungnya menyusun kembali dunia kepada sebuah single geostrategic space (wilayah geostrategi tunggal).
Seorang peneliti, Aart Scholte, menyatakan terdapat lima macam fenomena dari konsep dasar globalisasi, yakni globalisasi sebagai sebuah internasionalisasi, sebagai sebuah liberalisasi, sebagai universalisasi, sebagai westernisasi dan sebagai deteritorialisasi. Karena itu luluhnya batas-batas negara seringkali dicirikan dengan adanya perdagangan bebas, persaingan bebas serta masuknya pengaruh budaya Barat.
Atas dasar inilah mengapa pembagian globalisasi kedalam berbagai dimensi dapat saja menjadi tidak sesuai, karena perubahan dalam dimensi-dimensi globalisasi kadang kala tidak terjadi secara terpisah. Masing-masing dimensi juga sering menunjukkan efek-efek yang berkaitan satu sama lain. Meskipun demikian globalisasi menggambarkan dunia dengan multiple channels diantara masyarakat dunia dengan aktor yang tidak hanya negara dan juga isu-isu yang beragam, serta tersusun dalam interdependen yang kompleks diantara negara-negara.
C.   Globalisasi dan Security
Meskipun globalisasi menyisakan ambigiusitas dan perdebatan terminologi, globalisasi disepakati merupakan alat yang berguna secara konseptual, dalam konteks untuk kemajuan intensifikasi dari interaksi transnasional dalam banyak bidang. Sebaliknya Globalisasi juga dapat dikatakan sebagai sejumlah isu dan permasalahan yang awalnya merupakan wilayah nasional, secara natural dikenal dan menjadi isu global, dikarenakan adanya peningkatan kapabilitas untuk memindahkan persoalan dan melintasi batas wilayah.
Salah satu konsekuensi dari peningkatan saling ketergantungan atau interdependen adalah : “mutual vulnerability”. Keputusan yang diambil oleh satu negara seringkali menjadi memberikan konsekuensi dimana-mana. Globalisasi telah mengekspansi manusia, mendorong mereka untuk mencari kesempatan di luar komunitas dan batas wilayah mereka. Globalisasi menciptakan peredaran ide-ide yang terlalu banyak melalui teknologi dan komunikasi melalui mekanisme seperti internet, telekomunikasi internasional dan travel networks.
Penerimaan globalisasi tidak selalu diterima dengan baik. Hal ini disebabkan adanya beberapa indentifikasi negatif sebagai dampak globalisasi. Dalam penyebaran budaya misalnya, pada sosio-kultur bangsa tertentu tidak mudah untuk menerima penyeberaran nilai-nilai baru. Demikian pula integrasi ekonomi dan teknologi seringkali diikuti oleh fragmentasi dan disintegrasi politik yang semakin meningkat, misalnya disintegrasi negara akibat konflik etnik atau munculnya negara-negara baru. Pada saat yang sama juga muncul pemisahan yang tajam antara pihak yang kalah dan menang dalam globalisasi, baik itu antara negara maupun intra negara.
Bagaimanapun, dampak globalisasi memang tidak selalu dianggap positif, baik bagi pihak yang merasa kalah maupun menang. Globalisasi telah menciptakan ketidakseimbangan global, regional dan internal. Globalisasi selalu menyoroti persoalan-persoalan global yang diluar kapasitas setiap negara untuk memecahkannya. Persoalan-persoalan ini termasuk ekonomi, politik, finansial, ekologi, kesehatan, kriminalitas, masalah terorisme, dan pelarangan senjata konvensional dan senjata penghancur massa. Globalisasi telah menghasilkan ancaman keamanan terhadap komunitas dan individu yang mempunyai karakter terbuka.
Munculnya Wikileaks sebagai sebuah wacana penguatan peran non-state actor secara global dengan prioriasnya terhadap keterbukaan informasi, bahkan intelijen, tentunya menciptakan ancaman yang serius terhadap kondisi internal setiap negara. Ketika kedaulatan negara semakin kehilangan posisinya seiring dengan hilangnya batas negara (borderless), terlebih  data -data mengenai intelijensi negara dan strategi serta kebijkan yang bersifat rahasia tentunya menjadi persoalan baru bagi keamanan nasional. Pada akhirnya, pihak Amerika Serikat, baik sebagi “korban” maupun hegemonic power berusaha menciptakan interdependensi terhadap isu krusial Wikileaks dan upaya penekanan, bahkan mengusulkan agar Wikileaks dimasukkan ke dalam “candidate list” dengan melandaskan diri pada Espionage Act, termasuk Antiterorism and Effective Dealth Penalty Act.[6] Wikileaks dianggap telah memberikan “menu” bagi teroris dengan menyebarkan kawat diplomatic yang menerangkan mengenai obyek-obyek vital yang dimiliki oleh AS dan dikembangkan guna kepentingan mereka.[7]
Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah bagaimanakah Globalisasi berperan dalam penciptaan sekaligus upaya penekanan terhadap Wikileaks dengan asumsi, Wikileaks menciptakan ancaman bagi keamanan negara?
D.   Peran Globalisasi dalam Ancaman keamanan Negara
Berakhirnya Perang Dingin dan berkembangnya fenomena globalisasi, mendorong perubahan terhadap konsentrasi keamanan negara. Secara tradisional, keamanan didefinisikan dari perspektif geo-politik, dengan menekankan pada aspek-aspek seperti strategi penangkalan (detterence), perimbangan kekuatan (balance of power), dan strategi militer. Pemahaman keamanan secara tradisional ini, menjadi tidak penting seiring dengan berkembangnya multi isu, multi aktor, dan perubahan sistem internasional sebagai gambaran globalisasi. Negara dituntut ekstra sensitif dalam menjamin keamanan negaranya dalam fenomena globalisasi.
Dengan segala dampak menguntungan dan merugikan dari globalisasi, yang terproses dalam dimensi yang beragam pula, menuntut negara untuk lebih memperhatikan keamanan dari perpektif non-konvensional. Dimana aspek-aspek ideologi, ekonomi, budaya, sosial-politik, teknologi, militer, pertahanan negara, dan seterusnya, sebagai dimensi yang mampu menciptakan ancaman.
Proses globalisasi menciptakan integrasi masyarakat dan segenap dimensi kehidupannya menjadi sebuah masyarakat global. Kemajuan teknologi, memberikan akses yang cepat dan mudah dalam penyebaran nilai-nilai dan ide-ide, termasuk akses untuk memaksakan isu tertentu. Munculnya perusahaan-perusahan multinasional, serta semakin banyaknya rezim internasional, membuat batas-batas negara semakin tidak terlihat. Gambaran singkat situasi yang diciptakan globalisasi ini menumbuhkan ancaman baru yang harus diantisipasi oleh negara. Dimensi-dimensi tersebut sekaligus memberikan kewajiban besar bagi elit-elit negara untuk menjaga kesimbangan antara tuntutan globalisasi kejadian lokal (globalizing local dynamics) dan lokalisasi peristiwa global (localizing global dynamics).
Dalam kasus Wikileaks, terdapat dua fenomena yang dapat diamati. Yang pertama, kebangkitan peran non state-actor di dalam konteks hubungan internasional. Globalisasi telah memungkinkan pertukaran informasi yang cepat, bahkan informasi mengenai data intelijen dan kawat diplomatik sebuah negara. Wikileaks berusaha mengungkap isu yang ada di dalam informasi tersebut dan memaksa warga dunia untuk menyikapi dengan kritis, utamanya atas agenda Amerika Serikat yang selama ini dan yang akan dijalankan kedepan. Kenyataan pengungkapan informasi rahasia tersebut telah mengikis kedaulatan negara. Di sisi lain, akibat pengungkapan data dan fakta yang disajikan Wikileaks, Amerika Serikat, sebagi pihak yang merasa paling dirugikan juga telah memaksakan Wikileaks menjadi isu yang krusial dan butuh penanganan (penekanan) dengan segera, karena menyangkut keamanan dan kedaulatan negara. Hal ini diperkuat dengan pewacanaan Wikileaks sebagai sebuah organisasi teroris. Menjadi kontras, mengingat AS sebagai hegemonic selama ini berupaya menyebarkan konsep liberalism di seluruh penjuru dunia, bahwa setiap manusia dinegara manapun ia berada berhak untuk menggunakan berbagai sarana yang tersedia untuk mencapai tujuan, termasuk adanya hak kebebasan memperoleh dan mempublikasi informasi.
Setidaknya ada beberapa poin yang bisa kita ambil dari kejadian ini, yakni:
1.    Globalisasi (maupun liberalisasi/westernisasi) telah menciptakan era kebebasan informasi. Dualisme dari kebebasan ini, kita dapat dengan mudah mencari informasi, disisi lain informasi tentang kita pun akan mudah didapatkan, terlebih bagi yang aktif di social network.
2.    Melihat perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ada, dan juga fenomena Wikileaks, menyadarkan manusia bahwa di dalam hubungan internasional juga diwarnai dengan konspirasi (meskipun tidak akan dibahas dalam makalah ini). Informasi Wikileaks menunjukkan ternyata Arab Saudi memohon kepada Amerika untuk menyerang Iran.
3.    Yang paling penting, dengan bebasnya informasi dan juga akses informasi, warga dunia tidak takut menyuarakan kebenaran. Mereka dengan mudah tersadar dan mengikuti fitrahnya sebagai manusia yang mengusung kebebasan dalam usahanya mencapai tujuan. Negara akan semakin sulit memberikan batasan-batasan dalam perilaku yang diciptakan oleh warganya, akibat inspirasinya yang didapat dari informasi.
Era globalisasi secara langsung maupun tidak langsung telah mempengaruhi signifikansi geopolitik dalam interaksi antaraktor dalam hubungan internasional. Globalisasi seolah-olah menciptakan sebuah aturan yang memaksa aktor-aktor didalamnya untuk menemukan suatu strategi yang tepat bagaimana mereka mengatur dirinya dan bersikap terhadap aktor lain dengan tidak hanya, bahkan dengan tidak menggunakan instrumen-instrumen konvensional, yaitu militer dan power politics.
Dalam globalisasi, suatu negara juga harus mengikuti aturan-aturan yang ada. Negara-negara harus memilki mekanisme yang mendorong terciptanya efektifitas dan efesiensi agar dapat bertahan dalam era ini. Bahkan negara-negara tersebut pada tahap tertentu mau tidak mau harus mengorbankan kedaulatannya. Globalisasi memang telah menciptakan sebuah keterikatan diantara negara-negara sekaligus menciptakan ancaman baru dan rasa tidak aman bagi negara. Rasa tidak aman (insecurity) negara tersebut merefleksikan sebuah kombinasi antara ancaman-ancaman (threats) dan kerawanan (vulnerabilitties) yang lahir dari fenomena globalisasi.
Beberapa dimensi penting dalam globalisasi yang dapat memberikan ancaman terhadap keamanan dan kedaulatan negara, sebagai berikut: Globalisasi Ekonomi, menciptakan ancaman dengan menipisnya kemampuan negara dalam hak-hak nasional ekonomi. Hal ini disebabkan adanya ekonomi global yang memunculkan insitusi-institusi dan lembaga ekonomi internasional seperti IMF, Bank dunia dan sebagainya), yang membuat negara-negara bergantung. Persoalaannya adalah insitusi internasional tersebut seringkali memiliki regulasi dalam prasayarat bantuannya, seperti memaksa negara untuk menerapkan atau melakukan nilai-nilai tertentu, ide-ide, serta isu tertentu. Selain itu, institusi tersebut juga sering menjadi alat mencapai kepentingan negara-negara yang menjadi donatur terbesar atau yang mempunyai power dalam institusi internasional tersebut. Hal ini tentunya, menjadi ancaman dan dilema tersendiri bagi keamanan negara, dimana disatu sisi negara tidak mampu menolak globalisasi ekonomi, bahkan menggantungkan hidupnya pada institusi-institusi ekonomi internasional, dan pada sisi yang lain, negara harus bersiap-siap menghadapi intervensi asing terhadap negaranya yang masuk melalui kebijakan institusi-institusi ekonomi tersebut.
Globalisasi Ideologi, menciptakan ancaman ketika globalisme memberikan peluang bagi terjadinya perang ideologi. Globalisasi membuka sekat diantara identitas budaya, keyakinan serta nilai-nilai bangsa tertentu membuat batas wilayah tidak lagi mampu membatasi pengaruh yang masuk kedalam negara. Negara harus menghadapi datangnya ideologi asing. Dalam hal ini, globalisme menjadi ancaman terhadap negara, saat ia mampu mempengaruhi masyrakat untuk memusuhi negaranya, mengurangi loyalitas terhadap negara, bahkan melemahkan semangat nasionalsime masyarakat negara tertentu.
Globalisasi Sosial, bentuk ancamannya adalah dengan majunya teknologi yang merupakan rangkaian dalam globalisasi yang tidak dapat dibendung. Teknologi canggih membuat proses integrasi sosial menjadi sangat cepat bahkan tidak terkendalikan. Informasi mengalir tanpa batas, penyebaran budaya juga dengan mudah memasuki negara. Persoalannya adalah munculnya ancaman terhadap identitas lokal, akibat pengaruh asing yang sulit dibendung. Dalam situasi ini negara dengan kemapuan teknologi tinggi tentu akan lebih mudah memberikan pengaruhnya.
Globalisasi militer, pada akhirnya menciptakan pertanyaan mengenai arti dan pelaksanaan kedaulatan serta otonomi sebuah negara. Kerjasama-kerjasama militer yang dilakukan, secara tidak langsung mengancam kedaulatan dan otonomi/ kekebasan negara dalam aspek pengambilan keputusan, secara institusional dan struktural. Dalam hal pengambilan keputusan misalnya organisasi-organisasi militer internasional seringkali membatasi otoritas negara untuk mengambil keputusan keamanan, dan seringkali justru memaksakan keputusan sepihak dari negara yang mempunyai power dalam organisasi tersebut. Globalisasi militer juga menjadi dilema bagi keamanan nasional dalam melakukan pertahanan nasional atau bergabung melakukan cooperative security. Karena banyaknya benturan kepentingan nasional dengan kepentingan kelompok. Lebih jauh globalisasi militer menciptakan dilema keamanan dengan maraknya perdagangan senjata di seluruh dunia.
Fenomena Wikileaks lebih menunjukkan adanya globalisasi ide sehingga dapat mempengaruhi sistem sosial dan budaya suatu negara. Kemajuan teknologi membuat proses integrasi sosial menjadi sangat cepat. Informasi mengalir tanpa batas, penyebaran budaya juga dengan mudah memasuki negara, pemaksaan isu menjadi sebuah masalah global dapat mudah dibentuk. Amerika Serikat pun memanfaatkan globalisasi untuk menciptakan dilema keamanan atas pengungkapan data intelijen dan kawat diplomatik. Dalam situasi tersebut, kemampuan teknologi dan komunikasi dalam mengembangkan diri, menjadi seperti dua sisi mata uang yang memberikan pengaruh positif maupun negatif, tergantung pada kepentingan yang dilekatkan.
E.    Kesimpulan
Era globalisasi tidak terelakkan lagi telah menjadi bagian dari seluruh negara dimana persaingan bebas dan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi telah turut memajukan ide-ide dan struktur sosial budaya yang terbentuk di dalam masyarakat. Kemajuan yang di alami tentu saja memiliki dampak positif dan negarif. Kemajuan teknologi dalam globalisasi sangat luas, mulai dari kemajuan dalam bidang transportasi, komunikasi, teknologi militer, teknologi peralatan canggih, teknologi informasi, semua hal ini saling berpengaruh. Dampak positif bagi perkembangan globalisasi dan pengaruhnya dapat dilihat dengan adanya kemajuan yang terjadi pada bidang teknologi seperti pada bidang transportasi, komunikasi, informasi, teknologi militer, yang mempengaruhi proses dan akses yang cepat dan efisien dalam memperoleh informasi, perkembangan keamanan menjadi maju karena perkembangan teknologi militer, negara yang kuat semakin maju, perdangan semakin lancar karena akses pun lancar dan mudah, pendidikan semakin maju karena proses penyerapan informasi semakin mudah dan cepat.
Namun dibalik dampak positif yang ada, globalisasi dan kemajuan teknologi yang dicapai juga memiliki pengaruh yang negatif, seperti menciptakan peredaran ide-ide yang terlalu banyak melalui teknologi dan komunikasi melalui mekanisme seperti internet, telekomunikasi internasional dan travel networks yang terkadang gampang disalah gunakan sekelompok individu untuk menyebarkan ideologinya melalui media internet, sehingga pergerakan ancaman terhadap keamanan sangat rentan. Contoh lainnya adalah dalam Globalisasi Sosial, bentuk ancamannya adalah dengan majunya teknologi yang merupakan rangkaian dalam globalisasi yang tidak dapat dibendung. Teknologi canggih membuat proses integrasi sosial menjadi sangat cepat bahkan tidak terkendalikan. Informasi mengalir tanpa batas, penyebaran budaya juga dengan mudah memasuki negara. Persoalannya adalah munculnya ancaman terhadap identitas lokal, akibat pengaruh asing yang sulit dibendung. Dalam situasi ini negara dengan kemampuan teknologi tinggi tentu akan lebih mudah memberikan pengaruhnya.
Contoh nyata dari pesatnya perkembangan kemajuan teknologi dan informasi akibat globalisasi adalah Wikileaks. Wikileaks dianggap dapat mengakibatkan perubahan struktur sosial dan budaya warga dunia dengan memberikan informasi-informasi yang selama ini tertutup, bahkan dikhawatirkan dapat mengganggu tatanan hubungan internasional. Informasi mengenai intelijen dan kawat diplomatik tersebut mengakibatkan Amerika Serikat.
Tata hubungan internasional dan diplomasi akan berubah menjadi lebih rumit untuk mencapai berbagai kesepakatan politik, ekonomi, perdagangan, keuangan, dan lainnya. WikiLeaks memberikan dimensi baru dalam diplomasi di Asia Timur, terutama upaya untuk meredam dan mencegah pertikaian dua Korea menjadi perang terbuka. Dalam dokumen bocor Pemerintah AS banyak pandangan pribadi diplomat AS menggambarkan posisi pemimpin dunia yang akan menciptakan apa yang kita sebut ”diplomasi penghinaan”.  Selain itu pengungkapan infrastruktur vital AS secara terang-terangan membuat AS merasa keamanan-nya terancam. Hal ini dikarenakan trauma AS terhadap tragedy 9/11 dan kenyataan bahwa negara tersebut masih merupakan target utama penyerangan oleh kelompok terorisme. Oleh karenanya, AS berusaha menjadikan fenomena kebocoran data intelijen menjadi isu keamanan global guna menekan Wikileaks dan menghalau non-state actor lain yang akan mengikuti jejaknya. Kehadiran WikiLeaks menjadi revolusi teknologi yang sangat progresif dalam perpolitikan internasional. WikiLeaks menjadi senjata penguak dokumen-dokumen diplomasi dan intelijen, bahkan dengan tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi. Jika sebelumnya senjata nuklir adalah satu-satunya alat yang mampu menjaga stabilitas politik internasional sebagai alat pembentuk persepsi psikologis pihak lawan, kini bisa jadi WikiLeaks menjadi pengganggu stabilitas global.
Pewacanaan Wikileaks sebagai organisasi teror bisa jadi merupakan langkah yang rasional bagi AS atas dasar perlindungan keamanan nasional dan memelihara kedaulatan serta kepentingan negara tersebut.
Daftar Referensi
·         Archer, Clive. International Organizations. London: Routledge, 2000.
  • Baylis, John and Steve Smith. 2001. The Globalization of World Politics: An Introduction to International Relations 2nd edition. Oxford: Oxford University Press.
·         Bealey, Frank and Michael Sheehan and Richard A. Chapman. 1999. Elements in Political Science. Edinburgh: Edinburgh University Press.
  • Griffiths, Martin and Terry O’Callaghan. 2002. International Relations: The Key Concepts. London and New York: Routledge.
William, Paul. 2008. Security Studies: An Introduction. London&New York, Routledge


[1] Keohane, Robert O. and Nye, Joseph S., Power and Interdependence, 3rd Edition
[2] http://www.bbc.co.uk/news/world-11047811
[3] http://bigpeace.com/driehl/2010/12/01/who-is-julian-assange/
[4] http://www.theage.com.au/technology/technology-news/the-secret-life-of-wikileaks-founder-julian-assange-20100521-w1um.html
[5] http://www.atlanticfreepress.com/component/comprofiler/userprofile/juliana.html
[6] http://news.cnet.com/8301-13578_3-20023941-38.html
[7] http://csmonitor.com/layout/set/print/content/view/print/347866

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process