Refleksi Pemetaan Potensi dan Kompetensi

 

                                           picture from ilmuhrd.com



Beberapa waktu belakangan, dilaksanakan uji pemetaan potensi dan kompetensi bagi pegawai negeri pemerintahan yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Nasional. Peserta dari kegiatan ini adalah seluruh jenjang jabatan, baik struktural, fungsional dan pelaksana. Sasaran dari pelaksanaan kegiatan ini adalah untuk mengetahui kompetensi manajerial, sosiokultural dan literasi digital dari masing-masing individu. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melahirkan profil talenta terbaik pegawai pemerintahan sekaligus memperkuat implementasi manajemen pegawai negeri sipil pada instansi pemerintah.

Pemerintah, berdasarkan arahan Presiden pada pidato pelantikan Oktober 2019 lalu, berfokus pada peningkatan kompetensi dan profesionalisme pegawai, khususnya PNS, dalam rangka menciptakan world class bureaucracy sebagaimana dicita-citakan akan terwujud pada tahun 2024. Salah satu strategi yang dilaksanakan adalah penyederhanaan birokrasi. Melalui penyederhanaan birokrasi, proses birokrasi prosedur, perijinan dan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah kepada para stakeholder dapat lebih cepat, tepat, mudah dan murah. Hal ini kemudian ditindaklanjuti dengan langkah strategis pengalihan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional. Selain itu terdapat beberapa kebijakan bidang manajemen SDM lainnya yang disusun dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kompetensi setiap pegawai negeri instansi pemerintahan. Salah satu hal yang dilakukan adalah pemetaan potensi dan kompetensi masing-masing individu.

Birokrasi Indonesia telah terbentuk selama kurang lebih 77 tahun sejak Indonesia merdeka, dengan pasang surut kebijakan sesuai dengan dinamika dan isu lingkungan strategis yang dihadapi pada masing-masing era.  Pada era saat ini, terlebih setelah menjalani organisasi diantara pandemic COVID-19 kurang lebih 2 tahun kebelakang, urgensi untuk melaksanakan akselerasi cara bekerja dan profesionalisme pegawai semakin meningkat. Kebutuhan untuk lebih cepat merespon tuntutan masyarakat, dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi serta menyederhakan mekanisme kerja, menjadi prioritas utama yang perlu mendapatkan solusi dengan segera. Hal ini seharusnya menjadi cita-cita dan sasaran reformasi birokrasi sejak awal program tersebut diluncurkan. Birokrasi Indonesia telah lama mendapatkan stigma negatif dari masyarakat, terhadap pelayanan maupun jatidiri pegawai yang bersangkutan. Bahkan hal tersebut menjadi obyek pembahasan akademis dengan nama studi berupa Patologi Birokrasi Indonesia. Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian serius bagi para pengambil kebijakan.

Bahwa tugas utama masing-masing instansi adalah secaa maksimal mencapai kinerja yang telah ditargetkan, namun dengan tidak melupakan aspek SDM dan Teknologi Komunikasi Informasi sebagai modal utama  penggerak organisasi. Bahwa kedua aspek tersebut dipandang sebagai investasi yang perlu mendapat support baik kebijakan maupun penganggaran, untuk selanjutnya mempengaruhi pencapaian kinerja organisasi yang bersangkutan. SDM dan IT menjadi Capex dan Opex yang tidak sekedar menjadi syarat penggungr kewajiban semata. Kedua hal tersebut perlu mewarnai setiap pengambilan kebijakan, perencanaan strategis maupun evaluasi pencapaian kinerja organisasi.

Disisi lain, pengalihan jabatan administrasi menjadi jabatan fungsional diharapkan tidak hanya berhenti pada pencapaian kuantitatif semata. Mengejar seberapa banyak jabatan administrasi eselon III, IV dan V yang tealh disederhanakan dan dialihkan semata. Lebih jauh dari hal tersebut, perlu disiapkan strategi pelaksanaan cara bekerja baru dari pengalihan jabatan yang bersangkutan. Meskipun KemenPANRB telah mengeluarkan peraturan mengenai mekanisme kerja pasca penyederhanaan birokrasi melalui PermenPANRB 7 tahun 2022, namun pada tingkat unit organisasi terkecil, masih dirasakan kebingungan bagaimana menjalankan roda administrasi pemerintahan untuk menyesuaiakan dengan aturan dimaksud. Hal ini mengingat, selama lebih dari 70 tahun birokrasi Indonesia selalui menjalankan pola kerja hirarki dan rutinitas yang sama dari waktu ke waktu. Perbaikan dan penyempurnaan yang dilakukan, dirasakan belum menyeluruh baik di tingkat bawah hingga level pimpinan tertinggi. Namun tidak dapat dipungkiri, beberapa perubahan juga telah terjadi sebagai hasil respon dari kemajuan peradaban, teknologi komunikasi dan informasi mapun tuntutan perubahan masyarakat itu sendiri. Namun jika diibaratkan sebuah proses penciptaan produk dalam suatu pabrik, maka produknya telah bermetamorfosis, alatnya telah diperbarui, namun mentalitas dan instruksi bekerja masih perlu diakselerasi perubahannya. Hal ini bisa dilakukan dengan memangkas alat kerja yang tidak perlu, memangkas waktu penyelesaian pekerjaan dan berbagai instruksi kerja lainnya, sehingga dengan sendirinya SDM yang mengoperasikan alat tersebut perlu menyesuaikan diri serta adanya dukungan manajemen terhadap kebutuhan pengembangan potensi dan kompetensi SDM tersebut.

Pemetaan potensi dan kompetensi yang telah dilaksanakan, diharapkan menjadi salah satu modal adanya perubahan kebijakan manajemen SDM secara menyeluruh pada lingkungan instansi yang bersangkutan. Hal ini dapat diindikasikan pada sekurang-kurangnya adanya perbaikan kebijakan pengelolaan SDM, perubahan struktur anggaran pengembangan SDM yang ditandai adanya pergerakn Pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan berbagai strategi lainnya yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan cara bekerja individu. Selain itu, perlu peningkatan literasi digital terhadap seluruh personil baik pada level struktural, fungsional dan pelaksana. Hal ini tidak hanya terkait pada perwujudan cara bekerja yang less paper saja, namun pada upaya menciptakan persepsi perlunya IT dalam aktivitas perkantoran birokrasi. Diharapkan individu dalam suatu instansi pemerintah tidak hanya berfokus pada kebutuhan dan kemampuan menggunakan aplikasi perkantoran digital dasar saja seperti Word, Powerpoint dan Excel, namun terhadap kebutuhan aplikasi lainnya dan cara berkerja yang perlu diwadahi dalam suatu aplikasi untuk mempermudah, mempercepat, mempermurah serta transparansi pelakasanaan kegiatan yang dapat dilaporkan sewaktu-waktu secara real time. Paperless, tidak sekedar less paper.

Hasil dari pemetaan potensi dan komeptensi dimaksud kemudian ditejemahkan menjadi kebijakan instansi untuk memetakan kebutuhan pembekalan Pendidikan, pelatihan dan sarana prasarana IT yang diperlukan oleh masing-masing individu, dimana selain ditugaskan,individu yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengembangan potensi diri dan peningkatan kompetensi dengan adanya kewajiban untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada setidaknya individu pada unit terkecil organisasi yang bersangkutan. Metode Knowing and Sharing perlu ditanamkan pda tiap individu, bahwa dalam setiap kompetisi pribadi individu untuk mengejar karirnya (secara positif) tetap diperlukan adanya kolaborasi antar individu mengingat tidak setiap hal dapat dikerjakan dan diselesaikan oleh invididu yang bersangkutan.

Semoga profesionalisme dan kompetensi pegawai pemerintahan dapat tercapai sehingga wajah birokrasi Indonesia dapat bertransormasi menjadi lebih baik sesuai perkembangan dinimika lingkungan strategis dan tuntutan masyarakat kedepan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process