Refleksi Evaluasi Organisasi

 


Organisasi dibangun dan disusun untuk mewadahi kesepakatan bersama yang ingin dicapai oleh kumpulan orang, diterjemahkan dalam bentuk kegiatan dan memastikan kesepakatan tersebut on the track melalui rangkaian mekanisme kerja yang diatur. Dalam hal ini teori pembentukan organisasi oleh Fayol dan Weber menjadi salah satu yang sering menjadi referensi pembentukan organisasi. 

Secara umum, organisasi dapat dicirikan seperti: mempunyai keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati, terdapat pendelegasian koordinasi dan wewenang tugas, adanya kerjasama secara terstruktur, mempunyai sasaran dan tujuan, terdapat hierarki struktural atasan dan bawahan.  

Henry Fayol menegaskan fungsi organisasi dalam empat tingkatan: pembagian tugas, kesatuan pengarahan, tingkat jenjang organisasi dan sentralisasi. Organisasi juga digunakan untuk perencanaan yang kondusif, tepaat, tangguh, efisien, dan efektif. Sedangkan menurut Weber, organisasi, dalam hal ini diartikan dalam pendekatan birokrasi, organisasi merupakan sistem yang terdiri dari sekumpulan otoritas legal rasional, bekerja melalui sistem kekuatan dan disiplin untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini Weber berkeyakinan organisasi dengan bentuk birokrasi lebih tepat dan dominan untuk mencaai tujuan. 

Teori organisasi kemudian berkembang dan semakin menunjukkan ke arah dinamis dan fleksibel seiring dengan perkembangan lingkungan strategis. Lingkungan yang dipengaruhi oleh kedewasaan cara berpikir, perkembangan teknologi dan informasi serta pergeseran atas tuntutan yang menjadi bahan dalam mendefinisikan tujuan. Pasca Pandemi yang telah dialami seluruh dunia selama kurang lebih hampir 3 tahun belakangan semakin mendewasakan kita, terutama dalam kajian penyusunan organisasi. Dahulu format dan metode yang dipilih dalam menyusun organisasi perlu dilihat dari siapa dan apa yang menjadi tujuan, sehingga setidaknya terdapat 3 jenis organisasi yaitu publik, privat dan pemerintahan. Organisasi Publik dalam hal ini dijelaskan sebagai bentuk organisasi yang dipilih oleh kumpulan orang dengan tujuan tidak mencari keuntungan (profit) dan mengarah pada tujuan yang mengarah pada hal-hal yang lebih bersifat sosial kemasyarakatan. Organisasi privat secara mudah dapat diartikan bentuk organisasi yang dipilih oleh sekumpulan orang dengan minat mencari keuntungan dan tujuantujuan lain yang seringkali diukur pada aspek finansial. Sedangkan organisasi pemerintahan adalah bentuk organisasi yang dipilih oleh pemerintah sebagai regulator untuk menjembatani dan mengakomodir seluruh kepentingan baik privat maupun publik, mengarahkannya kepada tujuan yang menjadi konsensus bersama dalam skala yang lebih besar (nasional).  

Bahwa saat ini terjadi disrupsi, sebuah infiltrasi dan atau kolaborasi antara apa yang disepakati oleh baik organisasi publik maupun privat. Organisasi pemerintah pun mencoba mencari bentuk diantara keduanya tanpa mengurangi legitimasi kewenangan mengatur diantara masyarakat, dengan mencari keunggulan sebagai bentuk adaptasi dan mengidentifikasi kelemahan sebagai bentuk evaluasi. Pada akhirnya, apakah organisasi publik, privat maupun pemerintahan akan mencoba mencari bentuk dan struktur ideal masing-masing dengan tanpa mengurangi produktivitas, performa dan efisiensi. 

Hal ini yang menyebabkan adanya pertanyaan besar mengenai kapan sebaiknya organisasi mengevaluasi dirinya sendiri untuk kemudian menyesuaikan dengan dinamika dan tuntutan yang dihadapi atau bahkan hingga perlu untuk mendefinisikan ulang apa yang dipercaya dan disepakati sebagai sebuah tujuan atau cita-cita. Lantas kapan sebaiknya organisasi bertransformasi? Apakah dalam waktu satu tahun, satu windu, satu dekade atau bahkan satu abad. Indikatornya ditentukan oleh apa yang dihadapi oleh organisasi itu sendiri baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, perlu diidentifikasi apakah koordinasi dan komunikasi diantara anggota organisasi baik secara vertikal, horizontal bahkan diagonal dapat dengan mudah dilakukan untuk menghasilkan performa, efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan. Selain itu perlu dipetakan elemen- elemen kekakuan yang menyebabkan organisasi tidak cukup responsif baik secara internal maupun eksternal. Persepsi anggota organisasi atas tujuan bersama juga menjadi salah satu faktor pertimbangan lainnya. Persepsi terlalu mudah mencapai atau bahkan terlalu sulit mencapai tujuan akan menjadi hambatan bagi organisasi itu sendiri dalam bekerja. Secara eksternal, dinamika yang terjadi di sekitar organisasi tersebut perlu direspon oleh organisasi. Hal ini terkait dengan alasan mendasar terkait eksistensi organisasi itu sendiri. Kecepatan untuk merespon kondisi internal dan dinamika eksternal menjadi salah satu penentu kebijakan mengenai bagaimana organisasi perlu di"organisasi”kan kembali. 

Mempertimbangkan hal tersebut, sebaiknya terdapat batasan menganai kapan akan dilakukan tindakan koreksi atau treatment lain yang lebih besar. Hal ini mengingat bahwa akan terjadi keraguan apabila organisasi terus bergerak dan seringkali melakukan tindakan koreksi. Ini akan menimbulkan persepsi "ketidak-matangan"organisasi tersebut. Secara tidak langsung akan berdampak pada keyakinan pihak internal maupun eksternal atas pencapaian tujuan organisasi dimaksud.  

Saat ini dunia sedang menyesuaikan diri dalam masa "penyembuhan”setelah secara bersama-sama dihajar pandemi COVID-19. Pada awal penyakit ini datang, kita tidak siap dan tidak memiliki pengetahuan tentang apa dan bagaimana hal ini berpengaruh dalam aktivitas kehidupan kita, terutama aktivitas organisasi. Kini setelah hampir 3 tahun "terjangkiti”, telah banyak penyesuaian dan perubahan cara kita dalam bekerja. Istilah seperti WFO/WFH, Meeting Online dan Zoom mewarnai aktivitas manajemen dan menjadi populer diseluruh level masyarakat. Pada saat itu organisasi telah mengakselerasi perubahan, pada aspek CaRA BeKERJA. Lantas apakah perlu penyesuaian atau perubahan lainnya yang perlu dilakukan? Apakah dari aspek Kelembagaan perlu restrukturisasi? Apakah dari Aspek SDM perlu rekonstruksi? Atau justru apakah sasaran dan tujuan organisasi perlu direvisi? Hal ini bergantung dari cara kita melakukan evaluasi atas organisasi, baik "dari dan untuk" internal maupun eksternal. Perlu adanya instrumen yang ringkas, sederhana dan jelas, sebagai alat untuk melakukan evaluasi organisasi. Dalam hal ini, self assesment yang bersifat subjektif dan terkonsentrasi bukanlah pilihan terbaik, subjektivitas self assesment yang terkonsentrasi pada beberapa individu saja menyebabkan adanya bias atas penilaian organisasi. Namun bukan keputusan yang bijak untuk melibatkan seluruh anggota organisasi di dalam penilaian. Organisasi dengan anggota 10 hingga 100 orang mungkin akan relevan, namun bagaimana dengan organisasi dengan jumlah anggota lebih dari 1.000, 10.000 atau bahkan ratusan ribu? Hal inilah yang menyebabkan perlunya pemilihan sample dengan tepat.   

Banyak instrumen penilaian organisasi yang dapat dijadikan referensi atau bahkan dimanfaatkan dalam penilaian organisasi itu sendiri. Hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan instrumen penilaian tersebut adalah apakah instrumen tersebut membantu dalam:
meningkatkan kapasitas organisasi, memvalidasi atas apa yang akan direncanakan, sedang dikerjakan dan telah dihasilkan dari organisasi, mendiagnosa masalah dan tindakan intervensi, meningkatkan keterikatan dan pengalaman dari anggota organisasi itu sendiri, memungkinkan keterlibatan eksternal dan stakeholder dalam menilai dan menghasilkan rekomendasi strategis sebagai perencanaan organisasi mendatang. Yang mana yang terbaik adalah yang sesuai dengan harapan dan kondisi yang diinginkan atas perbaikan organisasi itu sendiri. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process