Menilik Strategi Implementasi Reformasi Birokrasi

Dalam waktu dekat, seluruh instansi pemerintah, pusat dan daerah, yang jumlahnya banyak (sekitar 90an Kementerian/ Lembaga, 34 Provinsi dan 514), akan menghadapi “UTS”, yang soalnya diberikan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Ujian ini merupakan ujian ketiga terbesar di Indonesia, setelah UAN (dari tingkat SD, SMP dan SMA/K) dan SPMB. Nama ujian ini adalah Evaluasi Implementasi Reformasi Birokrasi.



Sudah lebih dari 10 tahun Reformasi Birokrasi menjadi jagoan yang diandalkan dalam upaya merubah citra instansi pemerintah dan birokrasi, terbukti dengan selalu menjadi prioritas nasional setidaknya 3 RPJMN terakhir. Dan kini memasuki babak final dari RPJP 2005- 2025, timbul evaluasi kecil dari diri masing-masing, sudah seperti apakah wajah birokrasi saat ini.

Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 26 Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi Tahun 2020-2024, menjadi rujukan dasar implementasi dan penilaian atas implementasi reformasi birokrasi, baik di tingkat instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Gegap gempita pelaksanaan reformasi birokrasi dilaksanakan dengan berbagai varian oleh seluruh instansi pemerintah, utamanya terlihat pada mereka yang melaksanakan fungsi pelayanan public dan perijinan. Seluruh instansi tersebut berlomba memberikan pelayanan terbaik bagi customer mereka, baik dari sisi penyederhanaan mekanisme pelayanan, perbaikan layout ruang pelayanan bahkan pemanfaatan aplikasi teknologi dan informasi dalam menunjang kecepatan layanan. Ini yang ditunjukkan dari sudut pandang front office instansi.

Dari sudut pandang back office, perubahan yang ditunjukkan tidak terlihat secara langsung, namun terdapat beberapa kesamaan. Instansi-instansi pemerintah yang bersangkutan merespon reformasi birokrasi dengan membentuk unit reformasi birokrasi, yang tugas dan fungsinya melaksanakan perencanaan hingga pelaporan reformasi briokrasi, sehingga terdapat eskalasi perbaikan implementasi reformasi birokrasi, sehingga nilai reformasi birokrasinya meningkat. Hal ini yang menjadi topik pembahasan artikel ini. Mengenai bagaimana seharusnya kita merespon reformasi birokrasi tersebut.

Dalam hal ini, saya meyakini bahwa reformasi birokrasi seharusnya sebagai sebuah movement, bukan tujuan ataupun pencapaian instansi. Karena sebagai movement, maka respon dengan membentuk unit organisasi menjadikan bias atas marwah reformasi birokrasi itu sendiri. Reformasi birokrasi utamanya berfokus pada perbaikan dan penguatan atas 3 pilar, yaitu organisasi, tatalaksana dan SDM. Ketiga pilar ini yang dipandang perlu dilakukan upaya pembenahan, sehingga diharapkan akan tercipta birokrat dan birokrasi yang Melayani, Agile, Akuntabel, dan Profesional. Melayani menjadi basis pelaksanaan pekerjaan yang harus diprioritaskan. Birokrasi dahulu terkenal dengan jargon yang “Melayani sebagaimana Raja melayani rakyatnya”, artinya meskipun instansi pemerintah pada prinasipnya memberikan pelayanan, namun masyarakat justru merasa harus mengemis atas pealayanan yang dibutuhkan itu sendiri. Kemudian dengan konnsep yang bahkan sampai diejawantahkan menjadi iklan nasional, “kalau bisa sulit, kenapa harus dipermudah”. Sekian banyak nada miring dan persepsi negative yang disematkan kepada instansi pemerintah dan para aparat yang bekerja di dalam system birokrasi tersebut.

Maka program reformasi birokrasi diciptakan untuk mempermak dan memoles wajah birokrasi menjadi lebih baik, professional sekaligus humanis, fleksibel dan responsive. Hal ini kemudian menjadi kurang optimal bila reformasi birokrasi diwujudkan dalam bentuk organisasi, tentu dengan indicator kinerja yang mudah kita ketahui arahnya, nilai reformasi birokrasi itu sendiri. Kemudian unit ini berfokus pada detail pertanyaan pada Lembar Kerja Evaluasi (LKE) sebagai instrument penilaian reformasi birokrasi. Unit ini merunmuskan kegiatan yang tidak lain merupakan jawaban atas pertanyaan dimaksud, dengan bukti dukung berupa dokumen berlembar-lembar, yang dibahas pada rapat yang berjilid-jilid, bahkan hingga larut malam.

Pada akhirnya muncul sebuah hipotesa, instansi pemerintah memperlakukan reformai birokrasi selayaknya sebagai pemenuhan dokumen, yang berorientasi pada terjemahan secara kaku dari LKE dimaksud. Bahkan tidak jarang, upaya pelaksanaan rencana kerja dimksud, menimbulkan tumpeng tindih dan ketidakjelasan hirarki pelaporan sebagaimana khas tipikal organisasi yang perlu di-sehatkan, perlu melakukan identifikasi dalam mempertajam pembagian tugas, fungsi dan kewenangan, karena tipikal organisasi yang baik adalah yang pekerjaan dibagi habis sampai unit terkecil dan jelas siapa yang melakukan apa.

Saya menangkap hal ini karena reformasi birokrasi terlalu kaku ditafsirkan dan diwujudkan dalam bentuk suatu organisasi reformasi birokrasi. Karena sekali lagi, bagi saya, reformasi birokrasi adalah sebuah movement, wajah organisasi yang baru adalah tujuan akhirnya, wajah yang lebih melayani, lebih agile dan lebih professional. Karenanya diperlukan terjemahan bebas dalam penciptaan sebuah gerakan reformasi birokrasi, yang tidak hanya terbatas pada apa yang disebutkan dalam LKE itu sendiri. Dokumen itu seharusnya menjadi guidance awal, untuk setiap instansi menterjemahkan dengan instuisi mereka sendiri, sehingga reformasi birokrasi dapat mewujud berbgai rupa di masing-masing instansi. Tujuannya satu, masyarakat lah yang menang.

Saya bermimpi bahwa pelayanan birokrasi dapat lebih difokuskan pada hari libur kerja, karena pada hari itulah masyarakat dapat lebih punya waktu, tidak merasa bersalah dan tidak mencurangi kewajiban bekerja mereka untuk mengurus suatu layanan tertentu. Saya berkhayal kita cukup punya satu kartu identitas dri yang terhubung dengan dapat kependudukan, riwayat transortasi dan lalu lintas, jaminan kesehatan dan sosial, yang dapat juga berwujud menjadi dompet digital kita, dengan perlakukan keamanan yang tinggi, dan yang paling penting mudah pengurusannya apabila terjadi kerusakan atau kehilangan.

Pada saat ini, saya sangat yakin, dompet semua orang setipis apapun tetap tebal adanya, ketika dirunut, ketebalan itu disebabkan oleh jumlah kartu identitas yang tidak sedikit jumlahnya, mengalahkan jumlah lembar uang yang menghuni ruang yang sama di dompet tersebut (kecuali bahwa Sebagian besar orang telah beralih kepada uang digital). Ini belum ditambah dengan kartu identitas keanggotaan kita pada minimarket tertentu, fitness center tertentu, dan atau layanan jasa lainnya. Secara makro dapat dibayangkan, kita mempunyai kanal yang bermacam-macam, menghabiskan storage yang bertingkat-tingkat, investasi yang sangat mahal, hanya untuk mengidentifikasi satu jenis data.

Contoh permasalahan sederhana itu, seharusnya dapat dipecahkan dengan metode kekiniaan, bebas batasan dan menimbulkan kolaborasi antar instansi, sehingga reformasi birokrasi tidak hanya milik instansi tertentu, kekhasan yang dimiliki sebagian kecil organisasi public dan terpisah dari realitas koordinasi dan kolaborasi. Jika jargon youtuber saja “sudah bukan jamannya kompetisi, tapi kolaborasi”, maka akan semakin indah melihat implementasinya pada instansi pemerintah. Prestasi dinilai dari seberapa banyak ISO diajukan dan diimplementasikan, seberapa banyak kanal dan ruang pelayanan disediakan dan seberapa banyak testimoni kepuasan layanan diberikan.

Bahwa reformasi birokrasi sebuah movement, bukan pencapaian, sehingga pada minggu-minggu ini tidak seharusnya seluruh instansi pemerintah disibukkan dengan persiapan “ujian”, mereview dokumen, mengecek kesiapan dan menyusun strategi perbaikan dengan tenggat waktu yang sangat sempit. Reformasi birokrasi siap dengan sendirinya, karena ia adalah sebuah gagasan dan gerakan yang dapat ditafsirkan menjadi segala rupa untuk kepentingan kemajuan organisasi dan memenangkan customer dan stakeholder. Namun berbicara mengenai kebebasan berekspresi dari birokrasi layaknya buah simalakama, terlalu ekspresif akan menjadi bahan cibiran, tidak berbeda pun tetap menjadi cibiran.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process