Mewujudkan Tata Kelola Pemerintah Yang Baik di Indonesia

Negara didefinisikan oleh Roger H. Soltau sebagai alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat. Sasaran utama dari pembentukan negara adalah untuk mencapai kesejahteraan masyarakatnya. Untuk itu, diperlukan adanya tata kelola (konsep) negara yang baik atau sering dikenal dengan istilah Good Governance.
United National Development Program (UNDP,1997) mendefinisikan governance sebagai “penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan mencakup seluruh mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingan mereka, menggunakan hak hukum, mematuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan diantara mereka”. Governance dikatakan memiliki sifat-sifat yang good, apabila memiliki ciri-ciri atau indikator tertentu. Prinsip good governance itu sendiri menurut LAN terbagi atas 9 bagian ialah partisipasi, penegakan hukum, transparansi, responsive, konsensus, kesetaraan dan keadilan, efektivitas dan efisien, akuntabilitas dan yang terakhir visi starategi.
Masyarakat sebagai principal merupakan aktor utama yang memberikan mandat kepada agen untuk mewujudkan tujuan bersama. Implikasi tersebut menyebabkan peran pemerintah sebagai agen pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Tuntutan lebih besar terjadi pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu sendiri. Untuk itu, unsur akuntabilitas atau pertanggungjawaban jabatan dalam prinsip good governance menunjang pencapaian dari keberhasilan good governance pada suatu negara.
Dinamika perubahan sistem dalam tatanan birokrasi semakin hari semakin berkembang, termasuk cara untuk meminimalisir praktek penyimpangan yang telah menjamur dilingkungan birokrasi. Salah satunya perkembangan sistem pertanggungjawaban atau akuntabilitas yang tepat, jelas dan nyata, sehingga pemerintah dan pembangunan berlangsung secara berhasil guna, berdaya guna, bersih, bertanggung jawab, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Akuntabilitas ditujukan untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan berhubungan dengan pelayanan apa, untuk apa,  oleh siapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Dengan demikian pertanyaan yang memerlukan jawaban tersebut antara lain: apa yang harus dipertanggungjawabkan, mengapa pertanggungjawaban harus diserahkan, kepada siapa pertanggungjawaban diserahkan, siapa yang bertanggung jawab terhadap berbagai bagian kegiatan dalam masyarakat, apakah pertanggungjawaban berjalan seiring dengan kewenangan, dan sebagainya.
Upaya pemerintah untuk terus meningkatkan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah salah satunya tercermin dari berbagai aturan hukum yang dikeluarkan. Hal ini dimulai dari diterbitkannya Inpres No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang menginstruksikan setiap akhir tahun seluruh instansi pemerintah (dari eselon II ke atas) wajib menerbitkan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAK).

Selanjutnya, Undang-undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN menguraikan mengenai azas akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara dan pengelolaan pemerintahan. Kemudian berturut-turut dikuatkan dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Review Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process