Indonesia: Poros Maritim Dunia dan Tantangan Strateginya

Indonesia sebagai Negara Kepulauan, memiliki posisi strategis. Terletak diantara dua Samudra dan 2 Benua menjadikan negara Indonesia sangat diperhitungkan di mata internasional. Hal ini mempengaruhi geo politik dan geo-strategi, baik dari Indonesia maupun disisi negara-negara lainnya.
Kalimat sakti ini ter-indoktrinasi di benak kita sejak masa pendidikan dasar. Hal ini mencerminkan betapa kuat dan berpengaruh “negara maritim” ini di kancah hubungan internasional. Bahkan pada era kepemimpinan Kabinet Kerja, Presiden RI ke-7 telah mendengungkan jargon “ Indonesia sebagai poros maritim dunia” sejak kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2014 lalu. Doktrin ini dimunculkan untuk mengggantikan doktrin pemerintahan sebelumnya, “ Zero Enemy Thousand Friends”, yang menjadikan posisi Indonesia terkesan bias di tataran pergaulan internasional.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah seberapa besar masyarakat Indonesia memaknai letak strategis Indonesia tersebut, sehingga kita dapat melakukan identifikasi segi benefit maupun sisi negatifnya. Petanyaan kemudian yang muncul adalah seberapa efektif doktrin Poros Maritim ini dapat mengangkat kembali citra Indonesia dan posisi tawar yang tinggi dalam ranah hubungan  internasional, serta bagaimana strategi yang diperlukan guna menghadapi tantangan implementasi dari gagasan tersebut.
Secara ilmiah pembahasan mengenai konsep poros martim secara holistik belum banyak dlakukan. Meskipun banyak tulisan dan jurnal yang membahas tentang gagasan tersebut, namun belum dapat ditarik akar pokok dari konsep poros maritim dan identifikasi faktor penentu keberhasilannya. Oelh karenanya, para pengamat dan pengambil kebijakan mendefinisikan konsep tersebut secara parsial sesuai dengan konsentrasi dan lingkup kewenangan masing-masing. Hal ini berdampak pada penyusunan strategi dan arah kebijakan di dalam menjabarkan gagasan poros maritim tersebut, rentan menimbulkan kritik dan komentar terhadap pencapaian visi dan misi poros maritim dunia.
Realita yang terjadi adalah gagasan ini ditawarkan oleh pemerintahan Kabinet Kerja sebagai alternatif solusi dalam upayanya, baik meningkatkan kekuatan ekonomi Indonesia melalui sektor bahari maupun memperkuat posisi Indonesia didalam percaturan internasional. Secara sosio kultural dapat dipahami bahwa maritim merupakan akar kebudayaan bangsa Indonesia di dalam membangun negara ini. Hal ini dapat ditunjukkan dengan banyaknya nyanyian daerah dan nasional yang menggunakan kata “laut” di dalam liriknya, serta cerita mengenai kemampuan nenek moyang kita di dalam menjelajah lautan nusantara dan dunia.  Faktanya kontras dengan proses pembangunan Indonesia yang terkesan menyisihkan pentingnya pembangunan sektor bahari. Namun implementasi gagasan poros maritim dunia juga memiliki implikasi bahwa penjabaran konsep tersebut tidak hanya mengenai sektor perekonomian, namun juga keseluruhan sudut pandang poleksosbudhankam.
Mengutip pernyataan dari Prof Hamdani Harahap, bahwa ide poros maritim memiliki potensi hambatan dalam implementasinya jika tidak disandarkan kepada basis nilai budaya kemaritiman yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Sementara itu, dalam sebuah diskusi yang dilaksanakan oleh Lemhannas terungkap bahwa, kebijakan menjadikan Indonesia sebagai poros martim akan berkonsekuensi logis pada keharusan untuk meningkatkan sistem pertahanan negara, alokasi dana dan upaya mengubah mindset penduduk Indonesia dari darat dan udara menjadi laut. Dampaknya, pengalokasian anggaran seharusnya dititikberatkan pada pembangunan infrastruktur dan sistem pertahanan negara pada sektor bahari.
Secara singkat, kebijakan umum pembangunan nasional di sektor maritim pada pemerintahan Kabinet Kerja dapat diuraikan sebagai berikut. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional, terdapat misi yang berhubungan dengan sektor bahari yaitu (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan; dan (2) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional. Guna mewujudkan misi tersebut, dicanangkan agenda prioritas bidang maritim berupa “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Sasaran yang ingin diwujudkan adalah menguatnya keamanan laut dan daerah perbatasan dalam rangka menjamin kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Ekslusif. Arah kebijakan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran adalah sebagai berikut:
a)  Meningkatkan pengawasan dan penjagaan, serta penegakan hukum di laut dan daerah perbatasan;
b)      Meningkatkan sarana dan prasarana pengamanan daerah perbatasan;
c)       Meningkatkan sinergitas antar institusi pengamanan laut;
d)      Menyelesaikan penetapan garis batas wilayah perairan Indonesia dan ZEE;
e)   Melakukan pengaturan, penetapan dan pengendalian ALKI dan menghubungkan dengan alur pelayaran dan titik-titik perdagangan strategis nasional;
f)    Mengembangkan dan menetapkan Tata Kelola dan Kelembagaan Kelautan untuk mendukung perwujudan negara maritim;
g)      Meningkatkan keamanan laut dan pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan terpadu.

Pembangunan dengan arah kebijakan tersebut dilaksanakan dengan strategi pembangunan sebagai berikut:
a)      Meningkatkan operasi pengamanan dan keselamatan di laut dan wilayah perbatasan;
b)      Menambah dan meningkatkan pos pengamanan perbatasan darat dan pulau terluar;
c)       Memperkuat kelembagaan keamanan laut;
d)      Intensifikasi dan ekstensifikasi operasi bersama;
e)  Menyelesaikan penataan batas maritim (laut teritorial, zona tambahan dan zona ekonomi eksklusif) dengan 9 negara tetangga;
f)       Menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200 mil laut;
g)      Melaporkan data geografis sumber daya kelautan ke PBB dan penamaan pulau;
h)     Menyempurnakan sistem penataan ruang nasional dengan memasukan wilayah laut sebagai satu kesatuan dalam rencana penataan ruang nasional/regional.
i) Menyusun Rencana Aksi Pembangunan Kelautan dan Maritim untuk penguasaan dan pengelolaan sumber daya kelautan dan maritim bagi kesejahteraan rakyat;
j)   Mengembangkan sistem koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pembangunan kelautan dan maritim;
k) Pembentukan Badan Keamanan Laut untuk meningkatkan koordinasi dan penegakan pengawasan wilayah laut;
l)      Peningkatan sarana prasarana, cakupan pengawasan, dan peningkatan kelembagaan pengawasan sumber daya kelautan;
m)  Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan sumber daya kelautan; dan;
n)  Mengintensifkan penegakan hukum dan pengendalian Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing serta kegiatan yang merusak di laut.

Dari pemaparan tersebut, terlihat titik berat pelaksanaan agenda pembangunan ditekankan pada aspek diplomasi dan penguatan sistem pertahanan dan keamanan terutama di daerah perbatasan guna menjamin kedaulatan negara. Konsekuensinya adalah perubahan gaya diplomasi yang seharusnya dapat lebih agresif dalam menghadapi masalah perbatasan NKRI dengan negara tetangga dan kemampuan untuk dapat cepat tanggap terhadap dinamika internasional yang terjadi serta perlunya rekonstruksi sistem keamanan nasional yang selaras dengan kebijakan poros maritim. Oleh karenanya, postur pertahanan memegang peran yang sangat penting dalam mengawal tujuan nasional.
Strategi keamanan nasional adalah subyek yang luas mencakup sinergi kekuatan tempur, terkadang dipenuhi intrik, samar dan berubah pola. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan. Sedangkan Grand Strategy ( Strategi Raya) adalah strategi yang mencakup strategi militer dan strategi non-militer sebagai usaha dalam pencapaian tujuan perang. Strategi raya adalah proses dimana tujuan dasar bangsa diwujudkan dalam dunia yang saling bertentangan nilai-nilai dan tujuan (Making Strategy : An Introduction to National Security Processes and Problems / by Dennis M.Drew, DonaldM. Snow. 1998. Air University Press: Alabama). Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat dilakukan dengan baik, maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran strategi yang akan digunakan. Strategi Raya dilaksanakan melalui bidang ilmu politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, baik lintas sector maupun lintas disiplin. Memperhatikan dimensi ruang dan waktu, pendekatan ruang dilakukan dengan pertimbangan strategi akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya dimana strategi dan manajemen tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang berkembang sehingga strategi dapat bersifat temporer dan kontemporer.
Definisi standar dari Strategi Raya melibatkan kesesuaian antara kepentingan nasional dengan kebutuhan sumber kekuatan untuk mencapai tujuan. Hal ini tekait artikulasi kepentingan nasional sebuah negara, prioritas serta formulasi strategi yang melindungi dan memperluas kepentingan nasional, biasanya melibatkan kekuatan militer. Namun pengertian Strategi Raya berbeda dengan Strategi Militer, karena Grand Strategy tidak membahas perlawanan dalam sebuah perang maupun invasi militer, karena pembahasan Grand Strategy jauh lebih besar dibanding hanya memenangkan peperangan. Grand Strategy adalah teori negara tentang bagaimana negara dalam lingkungan keamanan internasional yang anarkhi dapat menciptakan keamanan bagi dirinya sendiri. Untuk menentukan Grand Strategy, negara akan mendefinisikan kepentingan dan tujuan mereka, mengidentifikasi ancaman yang dapat mengganggu kepentingan dan tujuannya serta memutuskan respon baik militer, ekonomi maupun diplomasinya untuk melindungi kepentingan nasionalnya. Pemerintahan Kabinet Kerja pimpinan Presiden Jokowi seharusnya tentu telah melakukan kajian mendalam untuk tidak hanya mewujudkan tujuan nasional, namun juga sekaligus tetap kelindungi keamanan dan kedaulatan bangsa di dalam lingkungan keamanan internasional yang anarkhi. Poros Maritim tidak hanya menjadi jargon, namun telah menjadi pilihan dari grand strategi yang akan dijalankan guna kedua tujuan tersebut. Tidak hanya mengidentifikasi tujuan, Presiden Jokowi telah mendefinisikan ancaman bagi pencapaian kepentingan dan tujuan nasional bagi negara Indonesia, salah satunya dengan menitikberatan pada permasalahan perbatasan.
Pokok permasalahan yang dihadapi oleh strategi keamanan nasional adalah serangkaian ancaman militer yang harus dihadapi oleh negara. Oleh karenanya proses perumusan dan implementasi dari sebuah strategi secara luas berhadapan dengan manajemen resiko dan bagaimana meminimalkan resiko tersebut. Oleh karenanya masing-masing instrumen negara harus mendefinisikan kelemahan dan kekuatan masing2-masing serta peluang dan tantangan yang ada di depan mata. Dalam pengertian yang umum, instrumen negara dapat dibedakan dalam tiga klasifikasi,yaitu militer, ekonomi dan diplomatik. Instrumen milliter berkenaan dengan kekuatan angkatan perang negara yang dikerahkan untuk mencapai tujuan nasional. Instrumen ekonomi terkait dengan penggunaan sumber daya material negara untuk mencapai tujuan akhir. Sedangkan diplomatik berkenaan dengan cara posisi politik internasional dan kemampuan diplomatik dalam menunjang pencapaian tujuan. Setiap instrumen dipakai untuk tujuan yang sama, untuk menghasilkan keluaran yang mendukung kepentingan nasional. Namun perlu disadari bahwa poros maritim tidak hanya pekerjaan sektoral dan parsial, namun merupakan sebuah aktivitas yang interdependensi dan berkesinambungan.
Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi setiap penyusunan strategi yaitu Clausewitzian Trio, politik domestik dan internasional, ekonomi dan teknologi. Pembahasan pada kolom ini akan menitikberatkan pada faktor ekonomi dan politik, baik domestik dan internasional. Faktor ekonomi memberikan dampak yang besar bagi proses perumusan strategi. Hal ini dapat dilihat dari dua perspektif yaitu dengan menguji problem keterbatasan sumebr ekonomi pada level strategi militer dan pada level operasional strategi. Sejalan dengan pertumbuhan kekuatan militer, maka laju pertumbuhan ekonomi dan industri yang mengikutinya sangat diperlukan bagi modernisasi kekuatan militer. Dengan kata lain, guna melihat pengaruh ekonomi, maka dapat dilihat pada perbandingan porsi belanja militer dan non-militer. Jika permintaan belanja pembangunan  meningkat maka hal ini mengancam sumber daya anggaran pada sector militer.
Peperangan pada masa modern mengeluarkan biaya yang lebih mahal, bahkan pada sector pengembangan senjata. Mengutip pada pernyataan Arif Havas Oegroseno (Deputi Kedaulatan Maritim, Kemenko Maritim), Indonesia sudah seyogyanya melihat kembali doktrin dan postur pertahanannya dalam menghadapi dinamika lingkungan strategi yang baru. Lingkungan strategis saat ini, dalam pandangannya, terjadi perputaran roda yang sangat signifikan, dimana negara-negara yang dipersepsikan kuat dari sektor militer dan ekonomi sedang mengalami pelambatan dan penurunan. Sebagai contoh AS, resiko sebagai negara superpower berakibat pada belanja militernya yang membengkak dalam keikutsertaannya pada setiap konflik yang terjadi tidak hanya di dalam negeri namun juga di luar negeri, terlebih di negara yang menjadi obyek interestnya. Hal ini menjadikan ongkos peperangan yang harus ditanggung berpengaruh terhadap ekonomi AS. Di sisi lain, negara-negara di kawasan Timur Tengah sedang menghadapi chaos akibat kudeta yang dilancarkan kepada pimpinan negara masing-masing. Diantara penurunan dan kerugian negara-negara kawasan tersebut, terdapat satu negara yang justru tumbuh naik dan terus menanjak, baik dari segi ekonomi maupun belanja militernya. Pendapatan per kapita negara China hampir mendekati Amerika Serikat pada angka 10,3 Triliun US$ (AS  18,4T US$), begitu pula dengan belanja militernya yang mencapai 1/5 dari belanja militer AS yang diestimasikan sebanyak US$ 577 juta.
Hal ini menjadi menarik untuk disandingkan stratgi poros maritim yang akan dijanalkan oleh pemerintahan Jokowi, mengingat di sisi kemampuan militer, angkatan laut negara China mengalami kemajuan pesat dalam dekade terakhir. Kemajuan ini patut direspon oleh pemerintahan Indonesia agar dapar mengambil langkah yang tepat dalam penanganan sektor bahari, mengingat ¾ luas wilayah Indonesia adalah laut. Konsekuensinya matra  laut harus menjadi obyek unggulan bagi pemerintah di dalam melakukan peremajaan alutsistanya. Sebagai gambaran, merujuk data dari Global Fire Power yang mengambil data resmi dari TNI serta data dari CIA.gov dan CIA Fact Book, kekuatan alutsista Indonesia adalah sebagai berikut:



Angkatan Darat:
 Tank: 468
Kendaraan Lapis Baja: 1089
Meriam Artileri: 37
Artileri Tarik: 80
Sistem Roket: 86




Angkatan Udara
Jumlah Pesawat Keseluruhan: 405 unit
Pesawat tempur: 30 unit
Pesawat penyerang: 52 unit
Pesawat pengangkut logistik: 187 unit
Helikopter: 148 unit
Helikopter penyerang: 5 unit

Angkatan Laut:
Jumlah kapal keseluruhan: 171 unit
Kapal fregat: 6 unit
Kapal korvet: 26 unit
Kapal selam: 2 unit
Kapal patroli: 21 unit
Kapal penyapu ranjau: 12 unit




Global Fire Power menempatkan kekuatan militer Indonesia di peringkat ketujuh negara-negara se-Asia Pasifik. Sebagai perbandingan, Singapura sebagai negara terdekat Indonesia memiliki 5 kapal selam, 6 kapal kelas frigates dan corvettes, serta 11 kapal reaksi cepat untuk melindungi wilayah lautnya yang hanya 10 km2. Disisi lain, China memiliki armada kapal selam dengan teknologi terkini sebanyak 41 armada, lebih banyak dua kali lipat dari Amerika Serikat dan sering melakukan provokasi kepada negara-negara lain di Laut China Selatan. Selain itu, perlu dipertimbangkan beberapa masalah seperti banyaknya alutsista yang sudah usang atau non-operasional serta banyaknya kapal-kapal yang berumur lebih dari 50 tahun dengan berbagai masalah turunan seperti masalah pemeliharaan, persenjataan kuno dan kekurangan suku cadang.
Timpangnya kekuatan dan berbagai kendala yang dihadapi, menjadi tantangan bagi pemerintahan saat ini untuk melakukan pembaharuan alustita dan berbagai komponen tempur lainnya sehinggatercapai minimum essential forces  untuk menjaga wilayah laut Indonesia. Faktor lain yangikut menjadi tolak ukur dalam postur pertahanan negara kita adalah dukungan anggaran yang memadai. Berbicara mengenai Minimum Essential Forces, hendaknya sasaran indikator ini direvisi kembali. Negara memerlukan kekuatan militer yang optimal guna menjamin kedaualatan wilayahnya di tengah perang hegemoni dan provokasi negara-negara dengan kekuatan militer yang memadai. Hal ini juga turut mempengaruhi cara pandang pertahanan Indonesia terhadap gagasan poros maritim yang menjadikan pertahanan sebagai daya tawar yang mampu mempengaruhi negara lain. Guna melindungi kepentingan dan tujuan nasional, negara tidak hanya dituntut untuk memiliki bargaining position di ranah hubungan national, namun diperlukan pula upaya daya tangkal (deterrence power) atas ancaman maupun provokasi militer yang datang dari negara lain.

Berdasarkan pandangan tersebut, disertai dengan bukti di lapangan, menunjukkan bahwa Indonesia harus lebih “aware” atas dinamika lingkungan strategis yang terjadi di dunia saat ini. Postur pertahanan Indonesia juga belum dirasakan dapat memberikan kontribusi positif bagi pelaksanaan gagasan poros maritim dunia yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Disisi militer, perubahan cara pandang pertahanan dan peningkatan alutsista perlu segera dilakukan, dengan mengedepankan pertumbuhan industri pertahanan dalam negeri agar kita tidak bergantung dengan teknologi mililter negara lain yang memungkinkan adanya penyalahgunaan guna kepentingan negara lain. Di sisi ekonomi, pembangunan harus lebih “ramah” terhadap infratruktur bidang bahari dan peningkatan peluang komoditas bidang kelautan dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip yang mendukung keberlangsungan SDA hayati yang ada di dalam laut (sustainable develepment). Terakhir di sisi diplomasi, pemerintah harus lebih responsif terhadap dinamika internasional agar dapat mengambil manfaat bagi kepentingan nasional dan memperkecil peluang kerugian dalam upaya mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia. diatas semuanya, masyarakat Indonesia perluperperan aktif dan berkontribusi bagi pembangunan bangsanya guna mencapai peningkatan kesejahteraan individu-individu yang tinggal di dalamnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process