Kekuatan Framing Berita dalam Pembentukan Opini Publik

Permainan grafis dan kata-kata suatu berita dengan topik sama dapat bermakna beda. Berita tentang  AS yang menjatuhkan pesawat Iran dianggap tindakan benar sedangkan Soviet yang menjatuhkan jet Korea digambarkan sebagai kegegabahan. Padahal dalam kedua kasus tersebut, militer secara resmi mengidentifikasi pesawat penumpang sebagai target musuh yang membahayakan sehingga penembakan itu dibenarkan dalam keadaan tersebut. Terdapat kekontrasan framing media dalam memberitakan dua kejadian yang sama tersebut. Framing ini menyulitkan pemirsa awam untuk menginterpretasikan secara bebas tanpa terdoktrin atau mengalami penggiringan opini dalam memandang dua kejadian tersebut. Hal ini tidak lepas dari dominasi media terhadap pemberitaan dua kejadian tersebut. Framing menjadi penting karena terkait dengan kebijakan dan politik dalam negeri Amerika yang sangat dipengaruhi opini publik. Dalam hal ini framing media berfungsi untuk mengarahkan opini publik tersebut. Kejadian penembakan pesawat KAL oleh militer Soviet juga digunakan Amerika untuk makin melabeli Soviet sebagai “Empire State”, karena pada saat itu masih terjadi Perang Dingin antara Amerika dan Soviet. Kejadian ini digunakan Amerika untuk mendapatkan legitimasi publik, baik dalam negeri maupun internasional. Dalam kasus KAL, media Amerika secara terus-menerus menayangkan berita tersebut. Tujuannya untuk menstimulasi dan mempropaganda pemirsa. Menciptakan hiperrealiti yang pada akhirnya mengaburkan kenyataan yang sebenarnya. Cara ini juga dipakai dalam kasus Iranian Air, namun dengan frame yang sangat kontras karena memang tujuan akhirnya berbeda. Dalam artikel ini, Entman yang menggunakan berbagai teknik kualitatif dan kuantitatif untuk menunjukkan bagaimana media AS membingkai dua kejadian penembakan pesawat. Yang satu digambarkan sebagai tindakan yang disengaja (KAL) dan satunya kecelakaan tragis (Iranian Air), tergantung siapa yang melakukan penembakan dan siapa yang menerbangkan pesawat.
             Konsep framing Entman (Entman, 1993) sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu lain. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan oleh pembuat teks. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Dalam praktiknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana- penempatan yang mencolok, pengulangan, pemakaian grafis yang mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan hendak dibawa kemana berita tersebut.
            Media massa pada dasarnya adalah media diskusi publik tentang suatu masalah yang melibatkan tiga pihak (Eriyanto, 2002): wartawan, sumber berita dan khalayak. Ketiga pihak itu mendasarkan keterlibatannya pada peran sosial masing-masing dan hubungan di antara mereka terbentuk melalui operasionalisasi teks yang mereka konstruksi.Masing-masing pihak menyajikan perspektif untuk memberikan pemaknaan terhadap suatu persoalan agar diterima oleh khalayak. Media massa dilihat sebagai forum bertemunya pihak-pihak dengan kepentingan, latar belakang dan sudut pandang yang berbeda pula. Dalam prosesframing pada akhirnya akan membawa efek. Karena sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai berbeda oleh media, bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas sosial yang kompleks penuh dimensi dan tidak beraturan, disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu.
            Berdasarkan penyederhanaan atas kompleksnya realitas yang disajikan media, menimbulkan efek framing, yaitu: Pertama, framing yang dilakukan media akan menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek yang lain. Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas, akibatnya ada aspek lain yang tidak mendapat perhatian yang memadai. Kedua, framing yang dilakukan oleh media akan menampilkan sisi tertentu dan melupakan sisi yang lain. Dengan menampilkan sisi tertentu dalam berita ada sisi lain yang terlupakan, menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapat liputan dalam berita. Ketiga, framing yang dilakukan media akan menampilkan aktor tertentu dan menyembunyikan aktor yang lain. Efek yang segera terlihat dalam pemberitaan yang memfokuskan pada satu pihak, menyebabkan pihak lain yang mungkin relevan dalam pemberitaan menjadi tersembunyi. Analisis framing dapat digambarkan sebagai analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian ini melalui proses yang disebut konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu.
            Framing ini disebut juga sebagai second level of agenda-setting. Ghanem (1997: 3) menyatakan bahwa dengan framing, agenda-setting tidak lagi hanya menanyakan ‘what to think about’, namun juga ‘how to think about’. Kekuatan media dalam mempengaruhi opini publik dijelaskan dalam konsep need for orientation (McCombs, Maxwell & Reynolds: 2002). Konsep ini menyediakan penjelasan teoritis untuk keragaman di dalam proses agenda-setting, melampau kategori isu obtrusive (isu yang dialami langsung) dan unobtrusive (tidak dialami langsung) oleh khalayak. Secara konseptual, need for orientation diefinisikan dalam dua konsep, yaitu relevansi dan ketidakmenentuan; yang peran masing-masing terjadi secara berurutan. Relevansi adalah yang pertama kali menentukan apakah media akan mempengaruhi agenda atau tidak. Bila individu merasa media dianggap memiliki tingkat relevansi yang tinggi terhadap informasi yang dibutuhkan individu, besar kemungkinan media akan berpengaruh kuat terhadap individu tadi. Sedangkan pada tahap kedua, ketidakmenentuan menunjukkan apakah individu sudah memiliki/menentukan terhadap isu yang menjadi agenda media. Dalam konteks pemilihan umum, ketidakmenentuan ini bisa diligat pada posisinya sebagai decided/undecided voters. Meda akan sangat berpengaruh terhadap individu yang memiliki tingkat relevansi dan ketidak menentuan yang tinggi.
            Proses framing mempunyai implikasi penting dalam bidang politik. Framing sering digunakan pemerintah untuk merekayasa opini publik. Dengan framing tertentu terhadap suatu isu politik, pemerintah dapat mengklaim bahwa opini publik yang tercipta mendukung kebijakan mereka atau setuju dengan pendapat mereka. Proses framing merupakan bentuk kerja sama antara pemerintah dan media (pendukungnya) yang tujuannya untuk merebut legitimasi publik. Hal ini dikarenakan dalam framing, media bisa membentuk perspektif tertentu, atau “memutar” (spin), terhadap peristiwa yang disajikannya. Pada gilirannya, ini akan berpengaruh terhadap opini publik terhadap peristiwa tadi.
           
Reverensi
Entman, Robert N. "Framing: Toward Clarification of a Fractured Pradigm", Journal of Communication, Vol 43, No. 4, 1993.

Eriyanto. Analisis Framing. Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS. 2002

McCombs, Maxwell & Reynolds, Amy, “News Influence on Our Pictures of the World” dalam Bryant, Jennings & Zillman, Dolf (2002) Media Effects: Advances in Theory and Research. New Jersey, London: Lawrance Erlbaum Associates.

Wanta, W & Ghanem, S, “Effects of Agenda Setting” dalam Preiss, R.W et. Al (Eds.)  Mass Media Effects Research: Advanced Through Meta-Analysis. Mahwah, NJ, London: Erlbaum. 2007

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process