1018- Demo sebagai perwujudan demokrasi


Segera setelah kejatuhan era Suharto, Indonesia memasuki babak baru masa Reformasi yang gaungnya didengungkan oleh para aktivis mahasiswa. Bahkan buntut dari penggulingan ini adalah meninggalnya 4 mahasiswa Trisakti (yang terkenal dengan Tragedi Semanggi), ratusan luka-luka dan tidak terhitung mereka yang hilang.
Hingga kini, beberapa LSM dan keluarga korban masih sibuk menuntut upaya pengusutan yang dialamatkan kepada aparat kepolisian dan militer. Bahkan baru-baru ini, para anggota Dewan di Senayan, sepakat untuk membentuk Panja orang hilang, meskipun sepak terjangnya untuk sementara tertutup oleh kasus Nazarudin cs yang melibatkan Presiden sebagai Dewan Pembina Partai Demokrat.
Perubahan era dari Orde Baru menuju Reformasi, telah meimbulkan berbagai implikasi yang mencitrakan wajah baru Indonesia, yang dulu sangat disegani pada masa Soekarno bahkan sepat dijuluki “Macan Asia” pada era Soeharto. Reformasi yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai kebangkitan atas kebebasan bersuara, pada kenyataannya justru menghasilan efek samping yang negatif. Indonesia kini tidak lagi dijuluki sebagai Macan Asia karena julukan itu bergeser pada Negara China, yang mungkin sekarang lebih tepat dijuluki sebagai “Macan dari Asia yang Mendunia”. Berbagai permasalahan kini menghinggapi negara yang dahulu dikenal agraris, hingga grup band Koes Plus menciptakan lagu Kolam Susu yang menceritakan keberuntungan manusia tinggal di Indonesia dimana apapun dapat tumbuh dan memberikan kesejahteraan. Tragedi Bom Bali yang diikuti dengan serangkaian kejadian lainnya, memakan korban hingga ratusan orang, melumpuhkan gerak pembangunan nasional. Praktis setelah itu, ekonomi nasional terhenti, padahal Indonesia, seperti halnya Negara lain sedang berbenah diri dan bergerak keluar dari krisis dunia tahun 1998 dimana nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS sempat menembus hingga angka Rp 15.000,- untuk 1 US$, bahkan Indonesia sempat dicap sebagai sarang teroris. Pandora ini kemudian berlanjut hingga  bencana Tsunami Aceh, Lumpur Lapindo, Letusan Merapi, dan lain sebagainya. Ekonomi negeri ini benar-benar telah dicoba, namun pada waktu itu sempat ada tokoh yang berprestasi mempertahankan agar tidak jatuh terlampau jauh. Beratar belakang dosen, Sri Mulyani Indrawati sukses mengantarkan Indonesia bertahan dari berbagai ujian ekonomi melalui perannya sebagai Menteri Keuangan (hingga 2 periode). Desakan politik dimana Sri Mulyani tidak pernah terjun di dalamnya berhasil melengserkan perannya sebagai Menteri Keuangan pada pertengahan periode kedua ia menjabat. Namun Indonesia tetap bias berbangga, Sri Mulyani Indrawati yang pernah mendapatkan prestasi sebagai salah satu ekonom yang berpengaruh di dunia, kini naik pangkat menjadi Managing Director  Bank Dunia untuk kawasan Asia.
Kembali pada permasalah Indonesia, reformasi juga mengantarkan Indonesia menuju ke arah implementasi demokrasi, bahkan belakangan Indonesia dijadikan salah satu best practices implementasi demokrasi dunia. Demokrasi yang sarat dengan pembentukan kebijakan yang berbasis masyarakat dan kebebasan menyatakan pendapat, memberikan warna baru terhadap penyelenggaraan kepemerintahan. “DEMO” menjadi bagian yang kebanyakan orang tidak bias dilepaskan dari demokrasi. Di setiap harian cetak dan media televise serta radio, kejadian demo tidak pernah luput diberitakan sehingga mengesankan sehari tanpa demo Indonesia berarti tidak sedang beraktivitas.
Demo sejatinya adalah perilaku yang ditujukan kepada pemerintah yang menunjukkan kekecewaan, ketidakpuasan ataupun menggambarkan tuntutan oleh masyarakat baik karena implementasi kebijakan maupun di dalam perumusan kebijakan itu sendiri. Setiap hari paling tidak ada satu kejadian demo pada satu provinsi. Jika paling tidak ada 1 unjuk rasa di sepuluh provinsi, dengan hari kerja setiap bulannya 20 hari maka dalam satu tahun terdapat 2400 kali demo di Indonesia dan mungkin pada kenyataannya jumlahnya berkali lipat lebih dari perkiraan. Permasalahannya jumlah aksi unjuk rasa atau dikenal sebagai demo yang demikian banyak, apakah bermanfaat bagi kelancaran pembangunan nasional atau setidaknya masih bisakah demo disebut sebagai citra demokrasi bila intensitasnya berlangsung diatas jumlah kewajaran dan seringkali berujung pada tindakan anarkhis dan subyek yang dituju kini tidak lagi hanya pemerintah melainkan bisa siapa saja yang menurut pendemo tidak sejalan dengan pemikirannya. Seperti diketahui dahulu pada saat upaya penggulingan Soeharto, aksi demo yang dilakukan mahasiswa berbuah menjadi aksi kekerasan dan penjarahan, baik itu dilakukan oleh mahasiswa itu sendiri maupun menjadi stimulus bagi masyarakat setempat untuk memulai aksi yang lebih dari sekedar berunjuk rasa dan merugikan kepentingan umum bahkan menjurus kearah kejahatan.
Bahkan di luar negeri, aksi unjuk rasa yang dilakukan tidak jarang berbuntut pada kekerasan seperti halnya yang terjaid di Tottenham City, London belakangan ini. Aksi yang dilakukan sebabagi bentuk kekecewaan warga di daerah miskin terhadap aparat kepolisian yang menembak warganya akhirnya berujung pada kerusuhan seisi kota. Selain itu masih banyak contoh bahkan di Negara-negara maju lainnya dimana aksi unjuk rasa jumlahnya semakin banyak, dengan partisipan yang banyak pula dan sering menjurus kearah kriminalisasi.
Diskusi yang diutarakan kali ini tidak bermaksud mengkritisi aksi unjuk ras yang mengarah pada tindak kekerasan, namun lebih meninjau demo itu sendiri, baik dilakukan oleh siapapun dan diarahkan kemanapun. Meskipun demo dianggap sebagai penyeimbang penyelenggaraan kepemerintahan karena posisinya sebagai korektor kebijakan, namun hendaknya hal ini perlu ditanggapi lebih serius. Yang diperlukan adalah usaha untuk menggiring pemikiran bahwa semakin sedikit pelaksanaan demo maka arus pembangunan nasional semakin dapat berjalan dengan baik, konsekuensinya adalah dengan memperbaiki kebijakan dan pelaksanaannya guna memastikan kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi selain itu memastikan setiap warga Negara mendapatkan kesempatan yang sama dalam bidang yang menjadi keminatannya. Pada dasarnya aksi unjuk rasa atau demo dilakukan oleh masyarakat akibat pemerintah tidak dapat memberikan kepastian pemenuhan kebutuhannya serta merasa dipojokkan atas kebijakan pemerintah yang dikeluarkan. Oleh karenanya dalam membantu mewujudkan terselenggaranya tata pemerintahan yang baik guna mendorong kelancaran pembangunan nasional, pengambilan kebijakan hendaknya lebih memberikan partisipasi aktif masyarakat untuk turut serta. Selain itu, pengoptimalan kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintah dalam sebagai wadah aspirasi masyarakat hendaknya dapat segera dilaksanakan. Hal ini dilakukan untuk dapat lebih menjamin bahwa aspirasi masyarakat dapat benar-benar didengar dan dijadikan pertimbangan dalam pembentukan kebijakan tanpa harus turun ke jalan. Indonesia terkenal dengan semangat gotong royong dan musyawarah mufakat dalam menentukan langkah. Maka tradisi dan semangat yang telah tertanam sejak nenek moyang dapat dimunculkan kembali demi kepentingan bersama sehingga demokrasi yang ada di Indonesia dapat berubah dari kebebasan yang tidak berarah menjadi benar-benar mengimplementasikan kekebasan bertanggungjawab berdasar prinsip kekeluargaan. Meminimalkan unjuk rasa diwujudkan dalam bentuk perilaku demo di jalanan dapat memperbaiki citra masyarakat kita yang santun, terdidik dan ramah.  Tidak bermaksud untuk mengecilkan atau menyepelekan aksi demo yang telah, sedang dan akan terjadi di jalanan. Kesuksesan reformasi adalah ketika masing-masing individu dapat menjadi lebih bertanggung jawab atas ucapan dan tindakan yang tidak hanya berguna bagi diri sendiri dan sesama, namun juga dimaksudkan untuk kepentingan bangsa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Politik Domestik dan Pembentukan Strategi Kontraterorisme

Tehnik Pengambilan Sample dalam Penelitian

Grand Strategy Making Process