Grand Strategi dan Sistem Keamanan suatu Negara
Pembahasan mengenai
strategi selalu memunculkan banyak pandangan-pandangan baru utamanya dari
pemikiran para strategists yang sudah ada sejak lama. Mulai dari Sun
Tzu dengan strategi-strateginya yang cenderung filosofis hingga Clausewitz yang
cenderung praktis.
Dalam tataran
praktis, strategi sebenarnya sangat sederhana dan tidak banyak memperhitungkan kekuatan moral.
Politik dan perang merupakan tujuan pembentukan strategi itu sendiri. Istilah
strategi kini banyak digunakan dalam dunia non militer. Salah satu definisi kontemporer untuk strategi yang
banyak dipakai adalah ilmu pengetahuan, seni atau rencana tentang usaha
menyusun, mempersenjatai dan menggunakan kekuatan militer satu bangsa untuk
memperkuat dan mengamankan kepentingan bangsa secara efektif terhadap musuh
yang betul ada, musuh yang potensial maupun musuh yang yang hanya diperkirakan[1].
Strategi dibangun
untuk memudahkan pengelolaan nasional dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu
strukturisasi dan pembentukan kerangka pikir yang komprehensif sangat
menentukan. kerangka pikir akan menuntun rasionalitas dalam membangun strategi
dan kebijakan serta program nasional agar berjalan searah.kepentingan nasional,
strategi keamanan nasional dan strategi-strategi nasional lainnya dapat
dijadikan program raya yang ditawarkan oleh pemerintah.[2]
Apabila program tersebut disetujui akan menjadi rujukan utama kebijakan atau
disebut kebijakan publik dan program nasional yang menuntut anggaran biaya.
Hasil akhir dari proses pembahasan dan negoisasi program tersebut terhadap
parlemen akan menjadi rancangan anggaran belanja nasional.
Strategi raya
adalah proses dimana tujuan dasar bangsa diwujudkan dalam dunia yang saling
bertentangan nilai-nilai dan
tujuan. Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat dilakukan
dengan baik, maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran strategi yang akan
digunakan. Strategi Raya dilaksanakan melalui bidang ilmu politik, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan, baik lintas sector maupun lintas disiplin.
Memperhatikan dimensi ruang dan waktu, pendekatan ruang dilakukan dengan
pertimbangan strategi akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya
dimana strategi dan manajemen tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan
waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang
berkembang sehingga strategi dapat bersifat temporer dan kontemporer.
Isu-isu strategi
raya biasanya meliputi pilihan primer sekunder versus tersier dalam perang, distribusi sumber daya di antara berbagai
layanan, jenis umum manufaktur persenjataan untuk kebaikan, dan aliansi
internasional terbaik yang sesuai dengan tujuan nasional. Strategi raya
biasanya diarahkan oleh kepemimpinan politik
suatu negara, dengan input dari pejabat militer paling senior. Empat fungsi
strategi raya menurut Boyd adalah[3]:
- Mendukung tujuan nasional, yang
pada tingkat tertinggi melibatkan peningkatan kebugaran, sebagai suatu
keseluruhan organik, untuk membentuk dan mengatasi lingkungan yang
senantiasa berubah;
- Memacu tekad;
- Mengakhiri konflik;
- memastikan bahwa konflik dan perdamaian tidak menyediakan benih untuk konflik
pada masa depan
Tulisan Barry
R.Posen dalam bukunya yang berjudul The
Struggle against Terorism: Grand Strategy, Strategy and Tactics menjelaskan
apa yang harus dilakukan oleh suatu negara dalam upayanya dalam memerangi terorisme.
Posen menyebutkan bahwa dalam upaya menanggulangi terorisme suatu negara
memerlukan sebuah strategi yang digunakan untuk menentukan prioritas dan
memfokuskan penggunaan sumberdaya suatu negara, sumber daya ini maksudnya ialah
uang, waktu, capital politik dan
kekuatan militer.[4]
Strategi kontra teror sangat penting dimiliki oleh suatu negara karena dengan
adanya suatu strategi yang tepat maka suatu negara akan mampu menciptakan skala
prioritas atas penggunaan sumberdaya mereka mengingat sangat terbatasnya sumber
daya yang dimiliki suatu negara dan sifat perang melawan teror yang bersifat
“perang yang menguras tenaga” (attrition
war).[5]
Berubahnya strategi
dan sistem keamanan sebuah negara
merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dihindari. Strategi dan sistem keamanan
bukanlah sesuatu hal yang statis melainkan bersifat dinamis dimana perubahan
sistem keamanan sangat dipengaruhi dari dinamika lingkungan strategis yang
terus berkembang dan terus berubah. Arus
gelombang demokratisasi, bergesernya kecenderungan konflik dari inter-state
menjadi intra-state, laju arus globalisasi yang tak terelakkan, kemajuan teknologi dan arus
informasi yang begitu cepat, pengakuan universalitas HAM serta kompleksitas ancaman yang
berkembang pasca perang dingin tentulah
menjadi faktor-faktor yang secara langung maupun tidak langsung memaksa banyak
negara untuk kembali menata ulang
strategi dan sistem keamanannya.
Pemerintah
Amerika Serikat berusaha dengan hati-hati mewujudkan kebijakan-kebijakan untuk
memerangi jaringan terorisme di wilayah Indonesia. Dimana Indonesia di mata
pemerintah Amerika Serikat merupakan mata rantai yang lemah dalam rangkaian
kampanyenya. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia harus menghadapi
resistensi dari masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim terhadap
kebijakan-kebijakan Amerika Serikat yang dinilai mendiskreditkan umat dan
kelompok-kelompok fundamental di Indonesia yang diduga terkait dengan jaringan
terorisme internasional, sehingga pemerintah Amerika Serikat melalui perwakilan
resminya terlebih dahulu harus mendekati simpul-simpul kekuatan muslim di
Indonesia seperti Ormas M dan N (dsingkat untuk menghindari perdebatan).
[1] Sayidiman Suryohadiprodjo, Si Vis
Pacem Para Bellum: Membangun Pertahanan Negara yang Modern dan Efektif,
Gramedia Pustaka, 2005, Hal 15
[2] Budiman Djoko Said. Strategi
Portofolio sebagai Basis Kalkulus Postur Kekuatan. Lihat http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/44096675.pdf, diakses 1 Mei 2012 pukul 22.00
WIB
[3] John R. Boyd, The Strategic
Game of ? and ?, 1987, Hal 59, http://www.d-n-i.net
diakses 3 Mei 2012 pukul 13.30 WIB
[4] Barry R.Posen , “The Struggle
against Terrorism:Grand Strategy, Strategy and Tactics”, International Security
Vol 26,No.3, (2001), hal 39-55
Komentar
Posting Komentar