Amerika Serikat dan Serangan 11 September 2001
Tragedi
11 September membawa implikasi fundamental terhadap situasi dan percaturan politik
internasional. Bagi Amerika Serikat, peristiwa tersebut merupakan pukulan telak
bagi supremasi adidaya, yang menuntut respon dalam bentuk “perang terhadap
terorisme’.[1] Hal
ini menyebar kepada negara-negara lainya, menyadarkan mereka bahwa ancaman serius
terhadap kemanusiaan kini dalam bentuk yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya. Tragedi World Trade Center (WTC) dan respon AS terhadap terorisme merupakan
awal dari terbangunnya sebuah tatanan politik dunia yang ditandai oleh
meningkatnya ancaman non-tradisional dan hegemonisme AS sebagai adidaya
tunggal. Peristiwa tersebut menjadi alasan dan keharusan baru bagi penguatan
eksistensi dan peran global AS dalam pentas politik internasional dengan lebih
dominan. Serangan teroris 11 September memperkuat keyakinan para pemimpin AS
bahwa kepentingan keamanan negara itu tidak dapat dilepaskan dari situasi
keamanan global, yang pada gilirannya menuntut penguatan posisi hegemoni AS dan
keterlibatan luas dalam percaturan politik internasional. Penguatan itu terlihat
dalam dua aspek, yakni respon AS terhadap terorisme pada tataran umum, dan
invasi ke Afghanistan dan Irak pada tataran khusus.[2]
Terlebih, pasca Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, Amerika Serikat hadir
sebagai satu-satunya kekuatan di duniayang menyebabkan negara-negara tersebut
harus mengikuti kebijakan yang dikeluarkan oleh negara superpower tersebut.
Strategi
nasional suatu negara merupakan bagian terpenting dalam mencapai tujuan negara
dan kepentingan nasionalnya. Beberapa negara memberikan perhatian khusus
terhadap strategi dalam bidang-bidang tertentu untuk dapat mencapai
kepentingannya. Strategi adalah seluruh keputusan kondisional yang menetapkan
tindakan-tindakan yang akan diambil dan harus dijalankan guna menghadapi setiap
keadaan yang mungkin terjadi di masa depan.[3]
Merumuskan strategi berarti memperhitungkan suatu kemungkinan yang akan
dihadapi, baik yang sedang terjadi ataupun untuk mengantisipasi kemungkinan
yang terjadi di masa depan, dan menetapkan tindakan apa yang akan diambil untuk
menghadapi kemungkinan tersebut.
Pemerintah
menentukan urutan prioritas kepentingan yang akan dilaksanakan untuk
merealisasikan tujuan yang hendak dicapai. Implementasinya dilakukan dengan
membuat kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah yang dirumuskan dalam
strategi negara sebagai prioritas. Robert J. Art dalam bukunya A Grand Strategy for America menjelaskan
langkah-langkah dalam strategi nasional untuk mencapai kepentingan nasional
suatu negara. Suatu strategi merupakan petunjuk bagi para pemimpin tentang apa
yang menjadi tujuan utama yang hendak dicapai dan bagaimana menggunakan
kemampuan dan kekuatan untuk mancapai tujuan-tujuan tersebut. [4]
Sebagai sebuah negara besar, Amerika Serikat (AS) akan berusaha untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan nasionalnya. Dengan menempatkan keamanan dan pertahanan
negara sebagai prioritas utama dari kebijakan pemerintah AS, berarti AS telah
memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, baik berupa ancaman
secara terbuka (perang) maupun serangan-serangan oleh para teroris seperti yang
terjadi pada 9/11.
Serangan
11 September 2001 lalu memberikan efek yang luar biasa tidak hanya bagi Amerika
Serikat (AS), tetapi juga terhadap perkembangan keamanan secara global.
Tantangan keamanan dunia pasca Perang Dingin yang selalu ditekankan selama ini
adalah munculnya AS sebagai negara dengan kekuatan unipolar. Hegemoni ini
terlihat sejak perang dingin berakhir. Sebuah pelajaran yang luar biasa besar
dari peristiwa 9/11 adalah bahwa negara lemah (weak states) seperti Afganistan, mampu menjadi ancaman besar bagi
kepentingan nasional negara yang kuat, seperti AS[5].
Terlebih ancaman yang kini dihadapi adalah kelompok-kelompok teroris
internasional, sehingga AS memperkuat hubungan kerjasama dengan setiap negara
terutama negara-negara yang masuk dalam kategori weak-states. Karena kemiskinan, institusi yang lemah, dan korupsi
dapat menyebabkan negara-negara lemah rentan terhadap jaringan teroris termasuk
juga peredaran obat-obat terlarang. [6]
Peristiwa
9/11 telah memberikan guncangan psikologis bagi AS, sehingga perhatian AS akan
keamanan negara (homeland security)
secara total mengalami penyesuaian. Pemerintahan Bush Jr. membangun
kebijakan-kebijakan baru dan strategi pertahanan nasional, berupaya menciptakan
institusi keamanan baru, dan berusaha memenuhi sumber-sumber dana yang
dibutuhkan untuk menanggulangi ancaman-ancaman terorisme. Dahsyatnya serangan
teroris pada 11 September, dipadukan dengan karakter pemerintahan Bush yang
neokonservatif menyebabkan kebijakan AS pasca 11/9 cenderung pada pendekatan
militeristik dalam kampanyenya memerangi Osama Bin Laden, tersangka utama dalam
peristiwa 9/11.[7]
[1] Rizal Sukma.
Keamanan Internasional Pasca 11 September: Terorisme, Hegemoni, dan Implikasi
Regional. Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, Juli 2003
[2] Ibid, hal. 3
[7]Pernyataan
tentang Neo-konservatif
Bush dapat dilihat
di Bernd Hamm, “The Bush Gang:
Kelompok elit yang menghancurkan serangan neo-konservatif terhadap demokrasi
dan keadilan”... Ina Publikatama. 2006, Hal 23
Komentar
Posting Komentar