Grand Strategy Making Process
Sebagian besar teori realis hubungan
internasional berasumsi bahwa Negara mengejar kepentingan nasionalnya dengan
melindungi keamanan negara mereka.[1] Bagi Thomas Hobbes,
keamanan adalah alasan yang fundamental bagi seseorang untuk tidak mengindahkan
hak asasi mereka dan setuju untuk diatur dalam sebuah wilayah yang bernama negara.
Di sisi lain, pandangan Weberian menganggap bahwa negara sebagai sebuah entitas
yang memiliki monopoli legitimasi penggunaan kekuatan militernya untuk menjamin
keamanan warga negaranya.[2] Ketika sebuah wilayah atau
negara diserang, respon pemerintah dalam menghadapi serangan secara serius
dinilai sebagai bentuk pencitraan dan dapat digunakan untuk alasan pemilihan
umum.
Strategi keamanan nasional adalah subyek
yang luas mencakup sinergi kekuatan tempur, terkadang dipenuhi intrik, samar
dan berubah pola. Dalam pengertian yang sederhana strategi adalah serangkaian
rencana aksi yang diupayakan untuk mencapai tujuan dan sasaran.[3] Secara khusus, istilah
tersebut diasosisikan dengan kumpulan tujuan dan kebijakan yang diadopsi
negara mengarah kepada dunia
internasional.
Strategi berasal
dari bahasa Yunani, strategia, yang
diartikan sebagai the art of general
atau seni yang digunakan oleh pimpinan dalam peperangan. Dalam pengertian umum,
strategi adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan.
Sedangkan Grand Strategy ( Strategi
Raya) adalah strategi yang
mencakup strategi militer dan strategi non-militer sebagai usaha dalam
pencapaian tujuan perang. Strategi raya adalah proses dimana tujuan dasar
bangsa diwujudkan dalam dunia yang saling bertentangan nilai-ilai dan tujuan[4].
Strategi Raya terdiri dari
tujuan kerja dari semua instrumen kekuasaan tersedia bagi komunitas keamanan[5].
Agar perencanaan pelaksanaan politik dan strategi dapat dilakukan dengan baik,
maka harus dirumuskan dan dilakukan pemikiran strategi yang akan digunakan.
Strategi Raya dilaksanakan melalui bidang ilmu politik, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan, baik lintas sector maupun lintas disiplin.
Memperhatikan dimensi ruang dan waktu, pendekatan ruang dilakukan dengan
pertimbangan strategi akan berhasil bila didukung oleh lingkungan sosial budaya
dimana strategi dan manajemen tersebut dioperasionalkan, sedangkan pendekatan
waktu sangat fluktuatif terhadap perubahan dan ketidakpastian kondisi yang
berkembang sehingga strategi dapat bersifat temporer dan kontemporer.
Strategi disusun dalam kerangka Grand Strategy (Strategi Raya) yang
mencakup kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjaga keamanan
nasional dan melindungi kepentingan nasionalnya. Definisi standar dari Strategi
Raya melibatkan kesesuaian antara kepentingan nasional dengan kebutuhan sumber
kekuatan untuk mencapai tujuan. Hal ini tekait artikulasi kepentingan nasional
sebuah negara, prioritas serta formulasi strategi yang melindungi dan
memperluas kepentingan nasional, biasanya melibatkan kekuatan militer.[6] Namun pengertian Strategi
Raya berbeda dengan Strategi Militer, karena Grand Strategy tidak membahas
perlawanan dalam sebuah perang maupun invasi militer, karena pembahasan Grand
Strategy jauh lebih besar dibanding hanya memenangkan peperangan[7]. Grand Strategy adalah teori negara tentang bagaimana negara dalam
lingkungan keamanan internasional yang anarkhi dapat menciptakan keamanan bagi
dirinya sendiri[8].
Untuk menentukan Grand Strategy, negara akan mendefinisikan kepentingan dan
tujuan mereka, mengidentifikasi ancaman yang dapat mengganggu kepentingan dan
tujuannya serta memutuskan respon baik militer, ekonomi maupun diplomasinya
untuk melindungi kepentingan nasionalnya.[9] Karakteristik dari Grand Strategy dapat dilihat dari usia
sebuah negara dan pemimpinnya.[10]
Pokok permasalahan yang dihadapi oleh
strategi keamanan nasional adalah serangkaian ancaman militer yang harus
dihadapi oleh negara. Oleh karenanya proses perumusan dan implementasi dari
sebuah strategi secara luas berhadapan dengan manajemen resiko dan bagaimana
meminimalkan resiko tersebut. Manajemen resiko bekerja dengan mmendefinisikan
ancaman yang membahayakan keamanan oleh musuh, musuh potensial yang dapat
menjadi ancaman dan bagaimana kemampuan negara dalam menghadapi ancaman
tersebut. Pada era modern seperti sekarang ini, lebih akurat dan deskriptif
untuk mempertimbangkan strategi sebagi sebuah proses pengambilan keputusan yang
kompleks yang menghubungkan tujuan akhir dengan alat dan cara untuk mencapai
tujuan tersebut. Kompleksitas dari era modern tersebut tidak memungkinkan bagi
individu untuk menghadapi berbagai permasalahan negara seorang diri. Lebih
jauh, kejatuhan era monarkhi absolut pada system internasional, berarti bahwa
tidak ada seorangpun dalam posisinya mempunyai power dalam segala aspek.
Proses penyusunan strategi modern
terdiri dari setidaknya lima elemen fundamental yang saling berhubungan, yakni:[11]
- Menentukan tujuan dari Keamanan
nasional
Penentuan tujuan tersebut dangat
berpengaruh dalam proses membangun strategi. Jika tujuan tidak dapat
didefinisikan, berubah-ubah atau tidak didukung oleh sebagian consensus
nasional maka fungsi strategi menjadi terlalu sulit.
- Memformulasikan Grand Strategy
Setelah mengidentifikasi dan
memperkirakan tujuan nasioal, parra penyusun strategi harus menentukan
instrumen kekuatan nasional mana dan bagaimana mereka dipakai yang diperlukan
untuk mencapai tujuan tersebut. Grand Strategy adalah ilmu dan seni untuk
mengkoordinasikan pengembangan dan penggunaan dari instrumen kekuatan negara
(baik ekonomi, militer maupun untuk politik) dalam mencapai tujuan keamanan
nasional dari negara yang bersangkutan. Ilmuwan politik menyebut Grand Strategy
sebagai sebuah kebijakan.
- Mengembangkan Strategi
Setelah memilih instrumen kekuatan
nasional yang sesuai dan menetapkan misi dan peran masing-masing, penyusun
strategi harus memfokuskan diri pada spesialisasi strategi pada masing-masing
instrumen tersebut. Salah satu contohnya adalah strategi militer, bagaimana
mengkoordinasikan, mengembangkan dan membagi tugas pasukan militer untuk
mencapai tujuan keamanan nasional.
- Mendesain Strategi Operasional
Ketika menggunakan strategi militer
sebagai salah satu instrument dalam mencapai tujuan keamanan nasional, maka
diperlukan pengembangan sruktur kekuatan militer. dalam hal ini,
operasionalisasi strategi dengan pembagian misi dan peran masing-masing.
Strategi Operasional dapat diartikan sebagai ilmu dan seni dalam menyusun,
mengatur peran dan perintah dalam sebuah operasi untuk mencapai tujuan keamanan
nasional. Gagasan terhadap pengerahan militer adalah kunci dalam memahami
strategi operasional.
- Memformulasikan Strategi
Pertempuran atau disebut taktik
Setelah menentukan sasaran nasional yang
jelas dan dapat diraih, menyusun Grand Strategi yang terkoordinasi dengan baik,
mendesain operasionalisasi strategi, maka langkah terakhir adalah memformulasikan
dan melaksanakan strategi pertempuran atau biasa disebut taktik. Bagaimana
menggunakan kekuatan di dalam medan peperangan untuk mencapai tujuan keamanan
nasional.
Dalam pengertian yang umum, instrumen
negara dapat dibedakan dalam tiga klasifikasi,yaitu militer, ekonomi dan
diplomatik. Instrumen milliter berkenaan dengan kekuatan angkatan perang negara
yang dikerahkan untuk mencapai tujuan nasional. Instrumen ekonomi terkait
dengan penggunaan sumber daya material negara untuk mencapai tujuan akhir. Sedangkan
diplomatik berkenaan dengan cara posisi politik internasional dan kemampuan
diplomatik dalam menunjang pencapaian tujuan. Setiap instrumen dipakai untuk
tujuan yang sama, untuk menghasilkan keluaran yang mendukung kepentingan
nasional.
Dalam realitanya, penerapan dari teori
tersebut memiliki setidaknya empat kendala. Pertama, meskipun terlihat adanya
pemisahan dan pembagian pekerjaan yang jelas, namun pada kenyataannya tidak
benar-benar demikian. Para penyusun strategi cenderung untuk memadukan antara taktik
dengan tujuan nasional tersebut, artinya tujuan nasional adalah sebuah taktik.
Kedua, terdapat system umpan balik (reaksi) dalam proses strategi tersebut.
Misalnya reaksi AS terhadap kekalahan yang dideritanya ketika melawan Jerman.
Ketiga, adanya pengaruh faktor eksternal yang menyebabkan tarik ulur dalam
proses perumusan tujuan nasional hingga penentuan taktik di lapangan. Faktor
keempat adalah pertanyaan menganai dimana dan siapa penentu keputusan dalam
penyusunan proses tersebut[12]. Di satu sisi diasumsikan
bahwa Grand Strategy adalah bidang pekerjaan organisasi seperti Dewan Keamanan
Nasional, namun kemudian timbul pertanyaan mengenai kebenaran alur atau
mengenai siapa yang memberikan justifikasi perintah penyusunan strategi oleh
organisasi tersebut. Pertanyaan yang sama juga berlaku bagi alur penyusunan
strategi pada level strategi operasional maupun penyusunan taktik, khususnya
ketika berhubungan dengan operasi bersama dan integrasi dari pasukan sekutu.
Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi tarik ulur penyusunan strategi dan
di luar kemampuan para penyusun strategi untuk mengendalikan seperti sifat
dasar ancaman, politik internasional dan domestik, ekonomi, teknologi,
lingkungan fisik dan geografi, warisan budaya dan doktrin militer.[13] Misalnya, pertimbangan
ekonomi sangat signifikan dalam langkah penyusunan Grand Strategy, karena
alokasi anggaran militer menyertai dalam pembagian tugas dan peran. Di sisi
lain, faktor tersebut juga sangat berpengaruh dalam strategi militer, hal ini
dikarenakan beban biaya yang timbul dalam pengembangan kekuatan militer
tersebut.
Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi
setiap penyusunan strategi yaitu Clausewitzian
Trio, politik domestik dan internasional, ekonomi dan teknologi.
Clausewitzian Trio diambil dari nama bapak militer modern Carl von Clausewitz,
faktor ini terdiri dari Fog of War,
Friction of War dan Chance in War.
Fog of War terjadi jika tidak cukup data dan informasi mengenai gambaran
lawan. Friction of War berdasarkan
sebuah asumsi bahwa apapun yang akan mengarah kepada kesalahan, maka kesalahan
akan terjadi dan pada situasi yang terburuk. Clausewitz menjelaskan bahwa di
dalam peperangan sesuatu yang terlihat mudah pada akhirnya sangat sulit untuk
dicapai. Sedangkan Chance in War
adalah sebuah kondisi dimana meskipun terdapat perhitungan yang matang
sekalipun, kesempatan yang ada sekecil apapun yang tidak diperhatikan oleh
lawan adalah faktor penentu kemenangan.[14] Konsep tentang fog, friction
dan chance sangat berpengaruh
terhadap perumusan strategi, setidaknya pada dual hal yaitu di satu sisi adalah
peluang di sisi lain berkenaan dengan nasehat ataupun
teguran. Strategi haruslah fleksibel, rencana dengan tingkat eksekusi yang
matang rentan dengan kegagalan. Secara garis besar, Clausewitzian Trio dalam konsep kerjasama keamanan adalah seberapa
banyak informasi yang dikumpulkan mengenai kondisi dan situasi dari wilayah
yang menjadi obyek implementasi strategi, sehingga dapat meminimalkan kekaburan
informasi, memperkecil gesekan dan memperbesar peluang atau kesempatan yang
dapat diambil dalam melaksanakan strategi tersebut, dalam hal ini adalah
informasi mengenai kondisi polirik domestik negara yang menjadi obyek tujuan penerapan strategi tersebut.
Faktor ekonomi memberikan dampak yang
besar bagi proses perumusan strategi. Hal ini dapat dilihat dari dua perspektif
yaitu dengan menguji problem keterbatasan sumebr ekonomi pada level strategi
militer dan pada level operasional strategi. Sejalan dengan pertumbuhan
kekuatan militer, maka laju pertumbuhan ekonomi dan industri yang mengikutinya sangat diperlukan bagi
modernisasi kekuatan militer. Dengan kata lain, guna melihat pengaruh ekonomi,
maka dapat dilihat pada perbandingan porsi belanja militer dan non-militer.
Jika permintaan belanja pembangunan
meningkat maka hal ini mengancam sumber daya anggaran pada sector
militer. Peperangan pada masa modern mengeluarkan biaya yang lebih mahal,
bahkan pada sector pengembangan senjata. Hal ini sangat berpengaruh bagi
penyusun strategi dalam mengambil
keputusan yang tepat. Di sisi operasional strategi, hal ini memberikan peluang
yaitu dengan menyerang target ekonomi lawan yang memiliki efek yang cepat dan
meyakinkan dalam melumpuhkan lawan.
Politik,
baik domestik maupun internasional memberikan potensi pengaruh yang besar
terhadap proses perumusan strategi. Peperangan adalah aksi politik untuk
mencapai tujuan politik. Tujuan politik mungkin tidak serupa dengan
pemberlakukan darurat militer, namun pengerahan militer tersebut merupakan
bagian dari strategi guna mencapai tujuan
politik. Pengalaman perang Korea dan Vietnam menunjukkan bahwa perang adalah
bagian dari hubungan politik yang lebih luas dan dikendalikanoleh keputusan
politik. Lebih jauh pada demokrasi Barat, perang diselenggarakan menurut
persepsi dan perintah dari pemimpin politik sipil. Kepemimpinan politik
memiliki dampak langsung pada setiap level strategi. Sasaran politik dan
militer adalah satu kesatuan, struktur kekuatan tempur didesain dan diperoleh
melalui penelitian yang cermat dan dekat dengan kendali sipil.
Dalam
pandangan Rossenau, politik domestik dan internasional berpengaruh terhadap
pembentukan policy atau strategi sebuah negara dalam mencapai tujuan dan
mempertahankan kepentingan nasionalnya[15]. Politik domestik
berkenaan dengan dukungan publik sebuah negara dan berpengaruh dalam perumusan
strategi.[16]
Untuk mempertahankan stabilitas dan keberlanjutan strategi atau kebijakan, maka
bagaimana elit politik dapat memobilisasi dan mempertahankan dukungan domestik melalui opini publik
akan mempengaruhi sebuah strategi. Di sisi internasional. struktur hubungan antara negara-negara besar,
pola-pola aliansi yang terbentuk antara negara-negara dan faktor situasional
eksternal yang dapat berupa isu area atau krisis. Kebijakan dan
tindakan negara-negara lain atau entitas internasional yang bisa memberikan
respon politik tertentu, menjadi pertimbangan para perumus strategi dalam
memberikan alternatif strategi yang tidak mengancam posisi sebuah negara dalam
struktur dan hubungan internasional
[1] Kertzer, Joshua D. Seriousness,
Grand Strategy, and Paradigm Shift in the “War on Terror”. 2007. International
Journal vol 62 No.4., Hal 953
[3] Making Strategy : An Introduction
to National Security Processes and Problems / by Dennis M.Drew, DonaldM. Snow.
1998. Air University Press: Alabama, Hal 13
[5] Gray, Colin: War, Peace and
International Relations - An Introduction to Strategic History, Oxon: Routledge
2007, Hal 25
[6] Sarah Kreps, American Strategy
after Iraq, Foreign Policy Research Institute, 2009, Hal 630
[7] Kennedy, Paul M. Grand Strategy
in War and Peace. Yale University Press, Hal 1-7
[8] Posen, Barry R, The Sources of
Military Doctrine. New York: Cornell University Press, 1984, Hal 13
[9] Chirstopher Layne. From
Preponderance to Offshore Balancing. International Security 22, Summer 1997, Hal
88
[10] Sarah Kreps, Op. cit., Hal 633
[12] Denis Drew, loc. cit.
[13] Denis Drew,loc. cit., hal 21
[14] Carl von Clausewitz, On War, ed.
and trans., Michael N.J.: Princeton University Press. 1976, hal 120
[15] James N. Rosenau, et al., World
Politics: An Introduction, New York: The Free Press, 1976, Hal 57
Komentar
Posting Komentar