Manajemen Kinerja
Manajemen kinerja dimaknai sebagai
gaya manajemen yang mengintegrasikan dan memanfaatkan informasi kinerja dalam
proses pengambilan keputusan. Untuk membangun manajemen kinerja yang kokoh,
organisasi membutuhkan desain struktur organisasi yang berbasis kinerja, adanya
manajemen strategis yang efektif, dan berfungsinya manajemen pengetahuan dalam
organisasi. Ketiga elemen ini harus terbangun secara timbal balik sehingga
organisasi yang berbasis kinerja dapat terwujud.
Dalam manajemen kinerja, pemimpin menjalankan 3 (tiga) peran kunci, yaitu meengkomunikasikan ekspektasi (sasaran) yang jelas dan kredibel, membangun strategi dalam rangka mewujudkan ekspektasi, dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang andal. Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, dibutuhkan kapasitas yang tepat dari seorang pemimpin baik secara hard skills maupun soft skills.
gerakan kinerja baru mulai berjalan di Indonesia setelah reformasi 1998. Hal ini ditandai dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Namun demikian, Inpres tersebut belum dapat langsung dilaksanakan secara efektif karena pada dasarnya Indonesia belum memiliki dasar hukum yang cukup memadai untuk menopang berjalannya sistem AKIP. Pada tahun 2003, barulah Indonesia memiliki Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang membuka jalan berlakunya sistem manajemen kinerja yang dikaitkan dengan pengelolaan anggaran. Selain itu, dalam PP 8/2006 juga diamanatkan adanya suatu sistem AKIP (SAKIP) yang dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan.
Dalam manajemen kinerja, pemimpin menjalankan 3 (tiga) peran kunci, yaitu meengkomunikasikan ekspektasi (sasaran) yang jelas dan kredibel, membangun strategi dalam rangka mewujudkan ekspektasi, dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan informasi yang andal. Untuk dapat menjalankan peran-peran tersebut, dibutuhkan kapasitas yang tepat dari seorang pemimpin baik secara hard skills maupun soft skills.
gerakan kinerja baru mulai berjalan di Indonesia setelah reformasi 1998. Hal ini ditandai dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Namun demikian, Inpres tersebut belum dapat langsung dilaksanakan secara efektif karena pada dasarnya Indonesia belum memiliki dasar hukum yang cukup memadai untuk menopang berjalannya sistem AKIP. Pada tahun 2003, barulah Indonesia memiliki Undang-undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang membuka jalan berlakunya sistem manajemen kinerja yang dikaitkan dengan pengelolaan anggaran. Selain itu, dalam PP 8/2006 juga diamanatkan adanya suatu sistem AKIP (SAKIP) yang dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan.
SAKIP pada dasarnya merupakan suatu sistem manajemen kinerja karena
terdiri dari satu siklus utuh yang dimulai dari penetapan hingga pelaporan. Hal
ini juga terlihat dari kriteria evaluasi AKIP yang dilakukan Kemen PANRB,
misalnya dengan diwajibkannya penyusunan perjanjian kinerja dan evaluasinya
hingga tingkat unit kerja terendah. Selain itu, instansi pemerintah juga
didorong untuk membangun manajemen kinerja yang komprehensif, di mana capaian
kinerja digunakan sebagai bahan perbaikan dalam perencanaan kegiatan
selanjutnya serta sebagai rujukan dalam pemberian penghargaan dan sanksi
(reward and punishment) kepada pegawai dan unit kerja
Komentar
Posting Komentar