Diplomasi Publik Indonesia dalam proyek Konta terorisme
Dewasa ini, aktivitas diplomasi menunjukkan peningkatan peran
yang sangat signifikan seiring dengan semakin kompleksnya isu-isu dalam
hubungan internasional. Karenanya, diplomasi tradisional ( dikenal dengan
istilah ‘first track diplomacy’) yang
hanya melibatkan peran pemerintah dalam menjalankan misi diplomasi, tentu saja
tidak akan efektif dalam rangka menyampaikan pesan-pesan diplomasi terhadap
suatu negara. Oleh karena itu, aktivitas diplomasi publik yang melibatkan peran
serta publik akan sangat dibutuhkan dalam rangka melengkapi aktivitas diplomasi
tradisional[1]. Upaya diplomasi akan berjalan lebih
efektif dan memberikan dampak yang lebih luas dan besar pada masyarakat
internasional melalui peningkatan aktivitas diplomasi publik. Di samping itu,
keterlibatan publik ini dapat membuka jalan bagi negosiasi yang dilakukan
wakil-wakil pemerintah sekaligus dapat memberikan masukkan dan cara yang
pandang yang berbeda dalam memandang suatu masalah.
Diplomasi publik didefinisikan sebagai
upaya mencapai kepentingan nasional suatu negara melalui understanding,
informing, and influencing foreign audiences. Secara umum diplomasi publik dipahami sebagai suatu upaya
untuk mempengaruhi publik internasional (negara lain) demi tercapainya
kepentingan nasional suatu negara. Dengan kata lain, jika proses
diplomasi tradisional dikembangkan melalui mekanisme government
to government relations, maka diplomasi publik lebih ditekankan
pada government to people atau bahkan people
to people relations. Tujuannya adalah agar masyarakat internasional
mempunyai persepsi baik tentang suatu negara, sebagai landasan sosial bagi
hubungan dan pencapaian kepentingan yang lebih luas. Lebih khusus lagi, Deplu
AS menyatakan: public diplomacy seeks to promote the
national interest and the national security of the United States through
understanding, informing, and influencing foreign publics and broadening
dialogue between American citizens and institutions and their counterparts
abroad.
Diplomasi total dengan melibatkan diplomasi
publik (multi-track
diplomacy) sangat dibutuhkan dalam rangka mencapai kesuksesan dalam
menjalankan misi politik luar negeri. Diplomasi publik melibatkan berbagai
aktor dengan bidangnya masing-masing, dapat pula dilakukan oleh kaum bisnis
atau profesional, warga negara biasa, akademisi, organisasi non pemerintah,
lembaga-lembaga keagamaan dan keuangan, dan jalur media massa. Media massa
memiliki fungsi yang sangat strategis karena memainkan peran sebagai pemersatu
seluruh aktor diplomasi publik melalui aktivitas komunikasi. Publik memegang
peranan yang semakin vital dalam menjalankan misi diplomasi sebuah negara
terlebih pada situasi yang semakin terintegrasi dengan beragam bidangnya yang
sangat variatif. Misi diplomasi tidak akan pernah berjalan dengan efektif tanpa
keterlibatan publik. Banyak pihak melihat
bahwa diplomasi publik adalah propaganda, nation-branding, atau pertukaran seni dan budaya
meskipun sesungguhnya diplomasi publik pada hakikatnya tidak terbatas pada
hal-hal tersebut tetapi mencakup kegiatan-kegiatan yang lebih luas dan lebih
substantif[2].
Efektivitas diplomasi publik harus
dilihat dari dua dimensi, yaitu bagaimana menganalisa dan memahami cara-cara
yang di gunakan dalam mengkomunikasikan apa yang akan di sampaikan ke publik di
dalam dan luar negeri. Strategi diplomasi publik tidak hanya menempatkan negara
dalam program-program pengembangan citra yang menarik secara lokal tetapi juga
global. Interaksi antara pemerintah dengan berbagai aktor di dalam negeri
merupakan hal yang sangat penting dalam diplomasi publik. Selain itu dapat
digunakan untuk kemungkinan berbagai aktivitas dan program yang menangkap ruang
publik asing. Seiring keberhasilan diplomasi publik, akan terjadi peningkatan
interaksi antara pemerintah dan berbagai aktor non negara di dalam dan luar
negeri. Terdapat beberapa variable dalam mengukur efektivitas pelaksanaan
diplomasi publik., yaitu:
1. Kemampuan
menyesuaikan diri, yaitu kemampuan untuk mengubah prosedur standar operasi jika
lingkungan berubah, hal ini dilakukan untuk mencegah kebekuan terhadap kondisi
lingkungan yang terus berubah dan bersifat dinamis;
2. Kemampuan
memperoleh sumber daya dan memanfaatkannya, menjadi kegiatan-kegiatan yang
mendukung;
3. Proses
komunikasi, komunikasi menjadi hal yang penting dalam mensosialisasikan
eksistensi kepada masyarakat, membangun citra positif dalam rangka memperolah
dukungan, memperoleh opini publik guna membantu perumusan kebijakan, dan
membangun jaringan untuk mendukung efektivitas kerja
4. Produktivitas,
hasil yang dicapai ataupun diperoleh.
Lazimnya strategi diplomasi publik suatu
negara dilakukan oleh Departemen Luar Negeri sebagai perwujudan
politik/kebijakan luar negeri suatu negara dalam mencapai kepentingan
nasionalnya (national interest). Di Indonesia, diplomasi publik tidak hanya dilaksanakan
kepada publik internasional tetapi juga kepada publik domestic. Oleh
karenanya menarik untuk mendiskusikan wacana strategi diplomasi public oleh
badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang dipaparkan oleh presenter
dalam tema “Aktor Negara dalam Pemberantasan Terorisme”. Presenter berasumsi
bahwa secara garis besar BNPT telah melaksanakan diplomasi publik di tingkat
domestic, meskipun tidak sepenuhnya berhasil. Praktek
ini dipengaruhi oleh kenyataan bahwa politik internasional banyak dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal sebuah negara dan di sisi lain, dinamika politik
dalam negeri juga banyak dipengaruhi oleh berbagai isu-isu internasiona[3]. Untuk itulah diperlukan
sebuah mekanisme yang bisa menyatukan persepsi domestik sebagai modal
mewujudkan misi politik internasional guna kepentingan nasionalnya
Berdasarkan teori diplomasi publik yang
telah dikemukakan pada bagian sebelumnya maka reviewer beranggapan bahwa diplomasi publik (multi-track diplomacy)
dibutuhkan dalam rangka menjalankan misi politik luar negeri. Oleh karenanya
diplomasi yang dilakukan oleh BNPT seharusnya mendorong dan memberi pengaruh
terhadap persepsi negara di mata internasional. Kalaupun goal dan aksinya bersifat domestik, maka harus diperhatikan sumber
daya dan pengaruh yang dimiliki badan tersebut dalam mengangkat isu sehingga
dapat mengubah sudut pandang masyarakat mengenai isu tersebut.
Jika menurut presenter BNPT telah
melaksanakan diplomasi public dalam bentuk sosialisasi dan lokakarya kepada
masyarakat di dalam negara, maka menurut reviewer
BNPT dinilai belum efektif melaksanakan diplomasi publik dihadapkan dengan
domestik. Bahkan menurut reviewer
BNPT tidak mempunyai cukup sumber daya dan power
dalam melakukan diplomasi public terkait terorisme. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),
adalah sebuah lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK) Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang penanggulangan terorisme meliputi pencegahan, perlindungan, deradikalisasi,
penindakan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional, yaitu[4]:
a.
Menyusun kebijakan,
strategi, dan program nasional di bidang penanggulangan terorisme;
b.
Mengkoordinasikan
instansi pemerintah terkait dalam pelaksanaan dan melaksanakan kebijakan di
bidang penanggulangan terorisme;
c.
Melaksanakan kebijakan
di bidang penanggulangan terorisme dengan membentuk satuan tugas-satuan tugas
yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintah terkait sesuai dengan tugas,
fungsi, dan kewenangan masing-masing.
Menilik struktur organisasi dan tugas
fungsi yang dimiiki oleh BNPT, dapat ditarik asumsi BNPT tidak mempunyai
pengaruh yang cukup untuk menggerakkan persepsi nasional mengenai terorisme.
BNPT merupakan lembaga koordinasi bersifat lintas sektor yang “menggodok”
kebijakan dan tidak mempunyai pasukan, hanya mengandalkan satuan tugas yang
bersifat ad-hoc. Keberhasilan BNPT dalam melaksanakan diplomasi public “hanya”
pada saat mempromosikan citra dan keberhasilan Indonesia dalam penanggulangan
terorisme yang telah dilakukan sejak lama oleh Desk Koordinasi Pemberantasan
Terorisme (cikal bakal BNPT, dibentuk sesuai Inpres No. 4 tahun 2002 tentang
Perintah kepada Kemenko Polhukam untuk menyusun kebijakan dan mengoordinasikan
langkah operasional pemberantasan terorisme). Indonesia di mata dunia berhasil
dalam usaha pemberantasan terorisme, dengan indikator jumlah pelaku yang
teridentifikasi, tertangkap, diproses di pengadilan hingga ditahan. Melalui paparan
dalam seminar, lokakarya dan undangan yang diselenggarakan oleh negara lain,
BNPT telah berhasil melakukan inisiasi pembentukan kesepakatan kerjasama dan
donor asing bagi keberlangsungan penanggulangan terorisme di Indonesia.
Negara-negara seperti Australia, Amerika, Jepang, Selandia Baru, negara-negara
Uni Eropa, dan lain-lain mengikat komitmen dengan Indonesia terkait penanganan
terorisme. Bukti nyata keberhasilan diplomasi publik tersebut adalah
terbentuknya Jakarta Center of Law Eenforcement Coordinator (JCLEC) dan bantuan
lainnya seperti pendidkan dan latihan bersama.
Di dalam negeri, BNPT belum menunjukkan
kebijakan diplomasi dalam menciptakan awareness
masyarakat terhadap terorisme dan upaya penanggulangannya. Hal ini karena BNPT
belum menggali strategi dan sarana yang dapat digunakan. BNPT selama ini
“hanya” fokus pada pesoalan deradikalisasi yang mengikutsertakan muslim moderat
tanpa menyentuh ke lembaga-lembaga keagamaan yang lebih keras. Hal ini
dimaklumi karena BNPT sebagai lembaga yang baru dibentuk belum memiliki “posisi
tawar” yang menguntungkan di sisi masyarakat dan aktor keamanan negara. Oleh
karenanya diplomasi public yang dilakukan selama ini, menurut reviewer lebih terfokus pada pengenalan
organisasi tersebut di lingkungan masyarakat dan nstansi pemerintah untuk
menciptakan sinergi dan kesatuan persepsi serta jaringan yang diperlukan bagi
upaya penanggulangan terorisme. Diplomasi public domestik yang dipahami oleh reviewer seharusnya dilakukan oleh BNPT
tidak hanya mengenai deradikalisasi, namun juga menyangkut kontra-radikalisasi
dan kontra-propaganda dengan bantuan pers. Permasalahannya tidak ada kewenangan
yang mengatur partisipasi pers dalam mendukung kebijakan pemerintah. Hal ini
akibat reformasi yang melahirkan kebebasan pers yang luas. Bad news is always good news.
BNPT perlu meninjau kembali strategi komprehensif penanganan terorisme
guna mengurangi celah-celah kosong yang dapat dimanfaatkan teroris untuk
mengkonsolidasi kekuatan mereka termasuk di dalamnya konsolidasi ulang terhadap
strategi komunikasi publik yang menciptakan awareness
masyarakat akan bahaya terorisme.
Komentar
Posting Komentar